Mohon tunggu...
Bimo Rizqi Wahyudi
Bimo Rizqi Wahyudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa yang tertarik dengan dunia olahraga, isu sosial politik, dan musik EDM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Dowry Death dalam Perspektif Feminisme Liberal

19 Desember 2023   19:20 Diperbarui: 19 Desember 2023   19:37 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan terhadap perempuan merupakan sebuah fenomena yang terjadi akibat adanya kesenjangan hak, kewajiban, serta peran yang dimiliki antara laki-laki dan wanita dalam kehidupan sosial. Kekerasan ini dapat terjadi di mana saja tanpa memandang tempat, seperti tempat umum, tempat kerja, rumah tangga, dan lain-lain. Perempuan, baik dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, rentan untuk menerima kekerasan, seperti kekerasan kriminal, maupun kekerasan yang berasal dari tradisi.

India merupakan salah satu negara di Asia Selatan dan saat ini memiliki penduduk terbesar di dunia. Di India sendiri, budaya patriarki masih mengakar kuat di dalam masyarakatnya. Perempuan di India sangat rentan jika dibandingkan dengan laki-laki yang lebih dominan. Akibatnya, banyak perempuan di India cenderung sulit untuk hidup secara aman, tenteram, damai, dan bisa hidup seperti perempuan-perempuan di negara lain. Salah satu fenomena yang sangat memprihatinkan di India adalah fenomena dowry death yang diakibatkan dari adanya dowry system (sistem mahar) di India.

Lalu, bagaimana Dowry System di India dapat menyebabkan fenomena kekerasan terhadap perempuan dengan adanya Dowry Death?

Dowry death merupakan suatu fenomena bunuh diri atau pembunuhan terhadap pengantin perempuan yang dilakukan oleh suami atau pihak keluarga laki-laki setelah menikah akibat ketidakpuasan mereka terhadap mahar yang diberikan oleh pihak perempuan. Praktik dowry diperkirakan telah ada di India pada abad ke-13 atau ke-14 Masehi (Beri, 1988). Praktik Dowry terus berkembang seiring dengan datangnya bangsa asing ke wilayah India. Dowry dianggap sebagai simbol atau tanda terhadap keluarga laki-laki karena pengantin perempuan akan menjadi bagian dari keluarga laki-laki. Sistem mahar ini dapat berupa barang-barang yang bersifat tahan lama, uang tunai, serta properti nyata atau bergerak yang diberikan oleh keluarga pengantin perempuan kepada keluarga pengantin laki-laki. Pemberian dowry ini juga dinilai sebagai bentuk dari penghormatan kepada pengantin laki-laki (Cikita, et. al., 2023).

Kepemilikan dowry akan dianggap sebagai kepemilikan laki-laki dan tidak lagi menjadi kepemilikan perempuan. Dowry juga dianggap sebagai hak dari pihak laki-laki ketika akan menikah dengan perempuan. Pihak pengantin perempuan diharuskan untuk memenuhi permintaan atau syarat-syarat dowry dari pihak pengantin laki-laki ketika hendak melangsungkan pernikahan. Pelunasan serta permintaan akan terus berlanjut hingga setelah terjadinya pernikahan (Mandal, 2000). Pelunasan dowry yang sulit untuk diselesaikan akan mengakibatkan pihak pengantin perempuan mengalami tekanan ekonomi sehingga memungkinkan terjadinya penindasan atau kekejaman, baik secara fisik maupun mental (Reshma & Ramegowda, 2013). Jika pihak perempuan tidak lagi mampu untuk menyelesaikan dowry yang ada, maka pihak pengantin laki-laki akan memberikan ancaman bahkan dapat langsung melakukan tindak kekerasan terhadap pengantin perempuan. Kekerasan yang terjadi dan bersifat terus-menerus dapat menimbulkan terjadinya bunuh diri, cedera fisik, cedera mental, bahkan sampai pembunuhan. Pembunuhan tersebutlah yang dinamakan dowry death.

Pengantin perempuan yang tidak dapat melunasi dowry yang ada dapat dibunuh dengan cara dibakar. Pembunuhan cara ini merupakan pembunuhan yang paling sering dilakukan oleh pihak pengantin pria. Hal itu karena aparat sulit untuk mencari tahu apakah mayat tersebut meninggal karena kecelakaan di dapur, bunuh diri, atau pembunuhan (Mandal, 2000). Cara lain yang umum dilakukan dalam melakukan dowry death adalah dengan menenggelamkan pengantin perempuan ke sumur, meracuni pengantin perempuan dengan insektisida, atau menyiramkan cairan asam ke wajah pengantin perempuan. Biasanya, pelaku dowry death akan menyamarkan kekerasan yang terjadi dengan alibi tindakan bunuh diri (Oktaviani & Setiawati, 2017).

Menurut Statista.com, pada tahun 2021, fenomena dowry death di India telah mencapai angka hampir 6,8 ribu. Jumlah kasus ini sangat tinggi untuk per tahunnya mengingat dalam setahun hanya terdapat 365 hari. Padahal, sudah terdapat pelarangan terhadap pemberian dowry telah dilakukan pemerintah India sejak tahun 1961 (Cikita, et. al., 2023). Pelaksanaan atau penerapan peraturan tersebut yang ada tidak menunjukkan keefektifan di masyarakat. Hal ini memperlihatkan perlunya pengawasan dari Pemerintah India terkait dengan penerapan pelarangan pemberian dowry di masyarakat karena sampai sekarang masih sering terjadi adanya pemberian dowry.

Bagaimana Feminisme Liberal memandang kasus dowry death di India?

Fenomena dowry death ini tidak seharusnya terjadi dalam kehidupan masyarakat modern. Terlebih lagi, sudah banyak gerakan atau aliran feminisme yang bersuara untuk menaikkan derajat atau kesetaraan perempuan, seperti feminisme radikal, feminisme Marxis atau feminisme sosialis, feminisme Islam, feminisme liberal, dan gerakan-gerakan lainnya. Namun, dalam tulisan kali ini, penulis akan membahas bagaimana pandangan feminisme liberal terhadap fenomena dowry death di India ini.

Feminisme liberal didasarkan pada pandangan liberalisme. Feminisme liberal merupakan suatu pandangan yang menekankan pada adanya kebebasan, kesetaraan hak, kewajiban, dan peran yang sama antara perempuan dengan laki-laki di kehidupan (Dhewy, 2022). Dalam kasus dowry death ini, feminisme liberal menekankan pada adanya kesetaraan dan perlindungan hukum sehingga dapat mencegah terjadinya diskriminasi terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan kesenjangan gender dalam hukum. Selain itu, feminisme liberal juga merasa perlunya pendidikan dan kesadaran mengenai hak-hak terhadap perempuan, termasuk bahayanya dowry system yang merugikan perempuan. Kesetaraan ekonomi juga tidak luput menjadi perhatian feminisme liberal karena jika perempuan dan laki-laki setara dalam hal ekonomi, seperti peluang kerja, gaji, dan sebagainya, maka memungkinkan tidak adanya kekerasan terhadap perempuan. Feminisme liberal juga menekankan pada penggunaan sistem kekuasaan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan dalam kasus ini, Pemerintah India perlu menekankan pada kebijakan yang melindungi perempuan dari adanya fenomena dowry death ini.

Menurut penulis, fenomena dowry death sangat memprihatinkan dan memang seharusnya tidak terjadi di mana pun dan kapan pun. Tuntutan dowry yang ada secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan pengantin perempuan secara budaya, sosial, bahkan ekonomi. Penegakan pelarangan dowry system di India perlu ditekankan kembali penerapannya dalam masyarakat serta perlunya peraturan baru sebagai pendamping peraturan pelarangan tersebut, khususnya peraturan tentang kekerasan terhadap perempuan. Perempuan dan laki-laki seharusnya menjadi dua entitas yang setara, baik dalam hak, kewajiban, dan peran, serta hidup berdampingan atau berpasang-pasangan. Seharusnya, pemerintah selaku pemegang kekuasaan, dapat memfasilitasi kesetaraan dan tidak bertindak berbeda, terutama dalam hal gender. Perlindungan hukum  juga menjadi hal paling penting untuk pencegahan terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun