Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama terus berjuang untuk mensosialisasikan semangat moderasi beragama ke seluruh lapisan masyarakat yang sangat plural ini. Kemajemukan Indonesia bukan hanya tentang perbedaan agama tapi juga menyangkut suku, budaya, tradisi dan latar belakang ekonomi pendidikan yang berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan ini sangat potensial menimbulkan gesekan bahkan konflik di tengah masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah terus berusaha dan mencari cara serta melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif sesuai dengan peran masing-masing menjaga kerukunan dan perdamaian sebagaimana telah diamanatkan oleh UUD 1945, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Salah satu cara yang ditawarkan bahkan menjadi prioritas bangsa dan negara ditengah eraglobalisasi ini adalah menjunjung tinggi semangat moderasi beragama diantara pemeluk agama yang berbeda satu sama lain.Â
Apa itu moderasi Beragama?
Kata moderasi berasal dari bahasa Latin yaitu "moderatio", yang berarti pengendalian diri, keseimbangan, atau sikap sedang. Kata ini berasal dari akar kata  "moderare"  artinya  mengatur, mengendalikan, atau menahan diri. Sedangkan beragama terdiri dari kata ber dan agama.  "Ber -" sebagai sebuah prefiks atau imbuhan dalam bahasa Indonesia bermakna memiliki, memakai, atau melakukan sesuatu, sedangkan "Agama" yang berasal dari bahasa Sanskerta berarti tidak kacau. Kemudian setelah digabung ber-agama berarti seseorang yang menjalankan atau mempraktikkan kepercayaan agama yang diyakini. Secara etimologis, beragama dapat dipahami sebagai suatu tindakan yang dilakukan seseorang untuk menjalankan ajaran yang menjadi pedoman hidup, yang mengatur hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Nah sekarang, jika digabung kedua kata tersebut maka terbentuklah istilah moderasi beragama. Mengacu pada arti yang sudah diuraikan tadi maka moderasi beragama dapat kita artikan sebagai suatu tindakan atau sikap untuk menjalankan ajaran agama yang mengedepankan keseimbangan, toleransi, dan penghormatan terhadap perbedaan. Berdasarkan defenisi ini, maka konsep moderasi beragama sangat menekankan pentingnya jalan tengah dalam beragama, dengan menghindari sikap ekstrem, baik dalam bentuk fanatisme yang berlebihan (radikalisme) maupun pengabaian terhadap nilai-nilai agama  atau sering disebut liberalisme tanpa batas. Atas dasar penjelasan ini maka moderasi beragama tidak boleh dibatasi artinya hanya pada sikap saling menghargai atau toleran pada perbedaan tapi bagaimana setiap pemeluk agama mampu memahami, mengamalkan, dan menafsirkan ajaran agama secara inklusif, toleran, dan sesuai dengan semangat cinta kasih.Â
Dalam buku saku moderasi beragama yang diterbitkan oleh Kementerian Agama dikatakan bahwa moderasi beragama merupakan suatu proses untuk memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat mengimplementasikannya. Moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama, karena agama dalam dirinya sudah mengandung prinsip moderasi, yaitu keadilan dan keseimbangan. Bukan agama jika ia mengajarkan perusakan di muka bumi, kezaliman, dan angkara murka. Agama tidak perlu dimoderasi lagi. Namun, cara seseorang beragama harus selalu didorong ke jalan tengah, harus senantiasa dimoderasi, karena ia bisa berubah menjadi ekstrem, tidak adil, bahkan berlebih-lebihan. Jika seseorang sudah mampu berada di tengah maka dia akan menjadi orang yang moderat yaitu berdiri di antara dua kutub  yang ekstrem. Relevansi sikap yang demikian jika dikaitkan dalam konteks beragama, dia atau seseorang tidak berlebihan dalam beragama, tapi juga tidak berlebihan menyepelekan agama. Dia tidak ekstrem mengagungkan teks-teks keagamaan tanpa menghiraukan akal/ nalar, juga tidak berlebihan mendewakan akal sehingga mengabaikan teks. Pendek kata, moderasi beragama bertujuan untuk menengahi serta mengajak kedua kutub ekstrem dalam beragama untuk bergerak ke tengah, kembali pada esensi ajaran agama, yaitu memanusiakan manusia. Apakah semangat moderasi beragama ini bertentangan dengan ajaran Yesus?ÂAjaran Yesus Justru sangat Menjunjung Tinggi Semangat Moderasi BeragamaÂ
Ajaran, karya-karya serta tindakan-Nya sangat menekankan semangat cinta kasih, toleransi, dan keseimbangan. Beberapa contoh ajaran Yesus yang menjunjug tinggi semangat moderasi beragama , ketika dia berkata dalam Matius 5: 43-44, Kamu telah mendengar firman, "Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu". Tetapi Aku berkata kepadamu, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." Ajaran Yesus ini hendak menegaskan bahwa prinsip kasih yang sejati harus melampaui batas-batas pemahaman manusia. Perintah untuk "mengasihi musuh" dan "berdoa bagi mereka yang menganiaya" adalah sebuah ajakan revolusioner untuk melawan kebencian dengan kasih, meruntuhkan tembok permusuhan, dan menggantinya dengan jembatan pengampunan. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, ajaran ini mengingatkan kita bahwa kasih sejati tidak hanya ditujukan kepada orang yang sejalan atau sependapat dengan kita, tetapi juga kepada mereka yang berbeda atau bahkan memusuhi kita. Bagaimana ajaran Yesus ini sejalan dengan semangat moderasi beragama, karena Indonesia sebagai bangsa yang pluralistik dengan keberagaman agama, suku, dan budaya, membutuhkan pendekatan yang menekankan harmoni, toleransi, dan penghormatan terhadap perbedaan. Selain itu dalam ajaran Yesus ini, setiap orang diminta untuk berani mengasihi musuh dengan cara membuka hati dan memandang bahwa semua orang, terlepas dari perbedaan, memiliki martabat yang sama sebagai ciptaan Tuhan. Oleh kerena itu Yesus menghendaki agar para pengikut-Nya mampu menghindari sikap eksklusif atau merasa paling benar sendiri, serta mengganti dendam dan kebencian dengan doa dan upaya mendamaikan. Point kedua yang dapat kita gali dan temukan dari ajaran Yesus ini adalah ajakan Yesus untuk berdoa bagi mereka yang menganiaya kamu. Secara sederhana maksud dari ajaran Yesus ini bila ditarik dalam konteks moderasi beragama bagaimana setiap pemeluk agama tidak saling dendam atau saling membalas kejahatan satu sama lain, sebaliknya kita diajak untuk berupaya membangun dialog antaragama, memperjuangkan keadilan bagi semua, dan mendukung inisiatif-inisiatif yang mendorong kesatuan di tengah keragaman. Dengan berdoa, kita juga mengakui bahwa perdamaian sejati membutuhkan campur tangan Ilahi sekaligus usaha manusia yang tulus.  Menerapkan ajaran ini dalam konteks Indonesia berarti menolak segala bentuk ekstremisme, kebencian, dan diskriminasi yang dapat memecah belah persatuan bangsa. Moderasi beragama tidak hanya soal sikap netral, tetapi juga mencakup keberanian untuk melawan narasi yang mengancam kedamaian, baik di tingkat komunitas maupun individu. Dengan demikian, sabda Yesus ini memberikan dasar moral yang kuat untuk membangun bangsa yang harmonis, di mana kasih menjadi kekuatan yang mengatasi segala perbedaan.
Ajaran lain dari Yesus yang menjungjung tinggi moderasi bergama ketika Dia berkata dalam Matius 22:37-39, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Â Ajaran Yesus ini merupakan rangkuman seluruh hukum Taurat dalam dua perintah kasih yaitu, menekankan inti dari hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya. Kasih kepada Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi menunjukkan panggilan kepada totalitas pengabdian, kesetiaan, dan komitmen manusia kepada Sang Pencipta. Di sisi lain, kasih kepada sesama seperti diri sendiri mencerminkan perwujudan nyata dari hubungan yang baik dengan Tuhan nyata dalam praksis hidup sehari-hari. Kedua perintah ini tidak dapat dipisahkan; kasih kepada Allah diwujudkan melalui kasih kepada sesama, dan kasih kepada sesama berakar pada kasih kepada Allah. Dalam konteks moderasi beragama di Indonesia, sabda ini memberikan pedoman yang relevan untuk menjaga keharmonisan di tengah keberagaman. Kasih kepada Allah, yang mencakup seluruh keberadaan manusia, mengarahkan umat beragama untuk menjalankan keyakinannya dengan sungguh-sungguh tanpa melupakan tugas untuk menjaga kerukunan dengan sesama. Moderasi beragama menekankan keseimbangan antara keyakinan yang kuat dan penghormatan terhadap keyakinan orang lain. Kasih kepada Allah tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan atau bahkan merendahkan sesama manusia yang berbeda keyakinan. Sebaliknya, ia harus menjadi sumber kekuatan untuk mencintai, menghormati, dan hidup berdampingan secara damai. Kasih kepada sesama "seperti diri sendiri" mengajarkan prinsip empati, di mana kita dipanggil untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, ajaran ini menginspirasi sikap saling menghormati, toleransi, dan keadilan. Moderasi beragama berarti menjauhi sikap ekstrem yang menganggap diri atau kelompok tertentu lebih tinggi dari yang lain. Prinsip kasih ini membantu menciptakan ruang dialog yang inklusif, di mana setiap orang merasa diterima tanpa diskriminasi berdasarkan agama, suku, atau budaya. Selain itu, sabda ini menantang umat beragama untuk tidak hanya mencintai mereka yang seagama atau sependapat, tetapi juga mereka yang berbeda keyakinan. Dalam kehidupan bermasyarakat, kasih ini dapat diwujudkan melalui kerja sama lintas agama, komitmen pada kemanusiaan universal, dan penolakan terhadap segala bentuk intoleransi. Moderasi beragama bukan berarti mengurangi keyakinan, tetapi menjadikannya sebagai landasan untuk menguatkan persaudaraan lintas iman. Kasih yang diajarkan Yesus juga menggarisbawahi pentingnya integrasi antara iman dan akal budi. Dengan segenap akal budi, kita diajak untuk memahami bahwa keberagaman adalah bagian dari rencana ilahi yang harus diterima dengan sikap positif. Moderasi beragama tidak hanya soal sikap hati tetapi juga soal pemikiran yang terbuka, rasional, dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan. Dengan demikian, ajaran Yesus ini mendorong umat manusia, khususnya dalam konteks Indonesia, untuk menjadikan kasih sebagai dasar hidup beragama dan bermasyarakat. Kasih kepada Allah memotivasi pengabdian yang tulus, sedangkan kasih kepada sesama memelihara perdamaian dan persatuan. Kedua perintah ini tidak hanya menjadi pedoman moral tetapi juga landasan spiritual yang kokoh untuk menciptakan kehidupan bersama yang harmonis di tengah keberagaman.
Inilah beberapa contoh ajaran Yesus yang sungguh mengedepankan semangat moderasi beragama tercipta diantara seluruh pemeluk agama. Hendaknya ajaran Yesus ini membuka cakrawala kita untuk semakin memahami kehendak Tuhan dalam diri kita dalam memaknai esensi kehidupan beragama yang benar.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI