Jika mau untuk berpikir sejenak atas runtutan peristiwa tersebut, sebenarnya kita akan bisa mengambil suatu pemahaman akan apa yang sebenarnya terjadi. Jika penulis harus mengatakannya dengan suatu kalimat, maka tak ragu-ragu penulis akan mengatakan Amerika Serikat dan barat lah yang telah menyuburkan dan mengembangkan terorisme di kalangan umat Islam. Kenapa ? Karena mereka gagal (entah sengaja atau tak sengaja), membaca psikologi dan realita umat Islam yang tersakiti dengan kebijakan mereka. Dimulai dengan kasus Palestina-Israel yang nyata-nyata Amerika dengan terang-terangan memihak Israel dan jelas-jelas hal tersebut menyakiti hati umat Islam. Tak heran sebagian umat Islam kemudian memusuhi Amerika sehingga tak heran ada yang membentuk organisasi yang terang-terangan melawan Amerika secara fisik seperti Osama dengan Al Qaedanya sementara mereka tak bisa mengharapkan apa-apa dengan pemimpin negara-negara muslim yang tak berdaya. Kemudian terjadi peristiwa hancurnya WTC, sebuah tragedi kemanusiaan yang merenggut banyak jiwa manusia dimana umat Islam terbelah menghadapi kejadian tersebut, malah ada yang merayakannya. Kenapa malah ada yang merayakannya? Karena memang Amerika dan barat dengan kebijakannya selama ini bertahun-tahun selalu menyakiti umat Islam dan seolah-olah menempatkan dirinya sebagai musuh Islam, khususnya dalam hubungan Palestina-Israel, dan kalau diruntut ke belakang mungkin terkait juga dengan penjajahan yang mereka lakukan ke negeri muslim di masa lalu.
Penulis sendiri masih ingat di pagi hari, ketika masih di bangku SMA, ketika terhoyak melihat gambar headline dan berita hancurnya WTC tersebut di surat kabar yang dipajang di sekolah. Dan terus terang, penulis sudah merasa was-was sesuatu yang besar akan terjadi setelah peristiwa tersebut, dan penulis tidak yakin kejadian tersebut akan berdampak baik bagi umat Islam.
Kemudian Amerika Serikat menginvasi Afganistan dengan tujuan memburu Osama. Kemudian masih dalam rangka program “War on Terror” mereka, negeri muslim yang lain pun diserang yakni Iraq. Berdalih dilakukan untuk tujuan kebaikan, tapi lihatlah apa yang terjadi di kedua negeri tersebut hingga sekarang. Stabilitas tak pernah tercapai, nyawa-nyawa selalu berjatuhan tiap hari hingga saat ini. Perang tak selesai-selesai. Dan sudah entah berapa nyawa umat muslim yang hilang dalam perang hingga saat ini. Jika ditotal jumlah korban perang dan konflik pada umat Islam di negara-negara tersebut jauh melebihi jumlah korban dalam perisitiwa hancurnya WTC. Simpati penulis dan seluruh dunia pada nyawa-nyawa yang harus hilang tanpa alasan yang jelas dalam peristiwa WTC tersebut, tapi dunia melupakan nyawa-nyawa yang hilang di negara Afganistan dan Iraq tersebut. Padahal invasi barat/asing ke kedua negara muslim tersebut membekas di hati umat Islam, seakan-akan memberikan gambaran yang makin jelas bagi umat Islam akan kebencian Amerika dan barat pada Islam.
Dengan kedua invasi tersebut, apalagi dengan berlarut-larutnya konflik Palestina-Israel, malah dunia makin tak damai. Kenapa tidak? Adalah masuk akal jika kebencian makin dalam terbentuk pada sebagian umat Islam dengan sikap yang tak arif dan bijak barat dalam menyikapi sekelompok garis keras minoritas muslim di bawah pimpinan Osama. Bayangkan saja jika kita punya sanak saudara di dua kota terpisah, kemudian rumah kedua sanak saudara tersebut tiba-tiba dikuasai orang lain sampai saat ini, dan sebagian anggota saudara terbunuh sebagai akibatnya hanya karena salah satu saudara kita dituduh dan tak terbukti punya senjata perusak bagi banyak orang, sementara yang satu lagi kebetulan punya tamu yang dibenci orang lain tersebut tapi setelah sang tamu tersebut tewas masih saja berdiam disana. Apa kita akan merasa biasa-biasa saja ? Tak heran jika muncul kebencian. Apalagi anak-anak muda yang semangatnya masih menggelora, dengan tubuh yang masih segar dan aktif. Apalagi mereka yang namanya anak-anak muda cenderung responsif, dan tak jarang anarkis. Tak heran sebagian dari mereka terpesona dengan Osama dan gerakannya yang mengambil jalan keras dan fisik menghadapi orang-orang yang anak-anak muda muslim ini benci, karena sesuai dengan semangat dan jiwa muda mereka. Apalagi mereka hanya bisa melihat orang-orang tua di negeri mereka seakan-akan hanya berdiam diri dan tak bisa berbuat apa-apa. Tak usah heranlah sebagian dari mereka pun jatuh ke dalam aksi terorisme karena mereka menganggap jalan yang mereka tempuh adalah untuk kebenaran demi mengalahkan orang-orang yang menindas mereka. Mereka pun sampai-sampai tak mau ambil pusing lagi dengan seruan orang-orang tua atau yang lebih bijak yang mengatakan jalan yang mereka ambil salah walaupun mungkin punya niat yang benar. Ya, semata-mata karena darah muda mereka yang menggelora, yang sayangnya darah muda tersebut selama ini tak banyak disirami oleh cahaya agama yang cukup baik karena ulama-ulama yang makin menipis jumlahnya (yang ada hanya banyak dai-dai yang pintar bicara), maupun situasi negara-negara muslim pasca era kolonialisasi barat yang sempat, dan sampai sekarang masih banyak yang menjauh dari Islam sehingga yang ada hanyalah sebuah generasi yang KTP nya Islam, tapi di hati dan pikirannya tak Islam karena memang tak diajari Islam yang cukup dan bagaimana Islam sesungguhnya.
Menurut pembaca masuk akal kah jika penulis katakan sangat mudah untuk merekrut anak-anak muda yang pas-pas an pengetahuan agama Islamnya untuk dijadikan teroris ? Saya katakan sangat masuk akal. Tinggal datangi mereka dan jelaskan pada mereka bahwa sebenarnya saat ini Islam sebagai agama sedang diserang dan dizalimi. “Buktinya? Itu lihat Palestina, bagaimana saudara-saudara semuslim sudah terusir dari tanah kelahiran mereka, diambil tanahnya, kemudian yang tersisa menghabisi hidupnya dengan penderitaan. Dan lihatlah dan bacalah berita barat yang bersikap berat sebelah bahkan ada yang nyata-nyata mendukung penuh Israel tanpa adil”. “Lihat lagi bagaimana Afganistan diserbu dan dikuasai, juga Iraq hingga saat ini”. “Sungguh sudah jelas-jelas permusuhan mereka pada Islam dan mereka bahkan sudah nyata-nyata hendak menghabisi Islam dan pengikutnya, mari kita lawan dan berjihad di perang ini.” Begitu saja kata-kata yang mungkin diucapkan pada anak-anak muda yang semangatnya tinggi tapi dangkal pemahaman agama dan kesadaran mereka akan realitas, pasti sudah terpengaruh dada dan pikiran mereka. Tinggal tambahkan dalil-dalil Al Quran dan hadis yang diambil sepotong-potong atau tanpa konteks untuk bisa mendukung ajakan agar mereka ikut ke dalam perang dalam menegakkan kembali Islam, pasti jatuhlah sebagian dari generasi muda tersebut ke dalam gerakan radikal tersebut. Ya. tinggal yakinkan mereka bahwa umat Islam saat ini dalam kondisi perang dan perlu untuk membalas orang kafir tersebut, selesai sudah urusan perekrutan teroris. Tak heran bermunculan mengekor di belakang Al Qaeda berbagai organisasi garis keras di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia karena memang ideologi yang dibawa teroris menarik bagi jiwa muda dan pembenarannya mudah dibuat untuk diyakinkan pada banyak orang melihat pada kenyataan berbagai ikut campur dan agresi barat di dunia yang tak adil pada dunia Islam.
Terlepas dari itu semua, umat Islam sendiri ikut bertanggung jawab atas kekisruhan ini. Sebuah kekisruhan yang hanya memperburuk dan memperpojok umat Islam. Ya, saya katakan memperpojok karena saat ini seakan-akan semakin menajam polaritas antara dua kubu, Islam dan nonIslam dengan makin banyaknya dan makin menajamnya kebencian yang sangat terhadap Islam. Bacalah kolom-kolom berita baik nasional, apalagi berita di situs-situs internasional berbahasa Inggris, dan perhatikanlah komentar “luar biasa” bernada kebencian sangat yang sampai-sampai menempatkan Islam di luar koridor kemanusiaan dan harus atau layak dilenyapkan. Dan hal ini tak semata-mata wacana di media dan tulisan saja, kenyataannya di lapangan perlakuan terhadap muslim pun makin memburuk. Di berbagai negara nonmuslim banyak pelarangan di sana sini terhadap umat Islam walaupun itu menyangkut keberagamaan mereka, banyak terjadi serangan fisik juga terhadap muslim dari oknum-oknum nonmuslim di negara tersebut. Ya, Saat ini sebenarnya terjadi diskriminasi dan isu SARA yang berat dan luar biasa di dunia pada umat Islam yang dianggap angin lalu karena banyaknya isu teroris yang membawa nama Islam. Sementara itu di negeri muslim sendiri juga tak lebih baik. Mulai terjadi diskriminasi terhadap orang-orang yang semata-mata ingin hidup berdasarkan Al Quran dan sunnah yang benar karena pemberitaan media yang menjelek-jelekkan dan mengidentikkan teroris dengan beberapa ketentuan sunnah semisal adab bercelana/berpakaian bagi lelaki dan masalah jenggot, padahal hal tersebut tak ada kaitannya dengan teroris. Orang-orang baik yang sholeh dan tak bersalah apa-apa pun mulai dilecehkan baik melalui perkataan maupun perbuatan. Orang-orang mulai ada yang takut belajar agama atau makin mendalami agamanya sendiri takut terjerumus dengan terorisme. Naudzu billahi min dzalik. Padahal ajaran Islam yang murni tak akan membawa seseorang menjadi teroris. Bahkan dengan alasan mencegah radikalisme warga, ada negara yang mayoritasnya muslim melarang atribut Islam, bahkan sampai melarang sholat di kantor.
Apa tanggung jawab umat Islam terhadap hal ini ? Umat Islam memang tak bisa kita menyerahkan saja isu terorisme ini kepada nonmuslim yang bertindak dengan tidak bijak melalui tindakan militer atau aksi diskriminasi yang tak akan memperbaiki malah memperburuk keadaaan dan memperdalam kebencian satu sama lain. Sebagaimana imbauan dari non-muslim sendiri agar yang namanya muslim moderat tampil dan melawan radikalisme di dalam Islam sendiri, maka memang sudah seharusnya muslim kebanyakan pun bertindak menghadapi kesesatan paham sebagian umat Islam ini karena tindakan mereka semakin memperburuk dan menyusahkan muslim-muslim lainnya dan tindakan mereka tak mendatangkan kebaikan sedikitpun bagi Islam.
Tapi memang kenyataannya hal ini tak mudah, dan kalau boleh dikatakan nyaris tak mungkin untuk bisa efektif, diakibatkan kenyataan berpecah-belahnya umat Islam itu sendiri saat ini, masing-masing dengan golongannya sendiri-sendiri. Sementara itu di satu sisi, umat ini nyaris tak memiliki ulama yang dalam pengetahuan agamanya ( jumlahnya yang sangat sedikit), dan banyak umat Islam sendiri yang minim pengetahuan agama dan praktek-praktek yang menyalahi agamalah yang dominan seperti syirik dengan segala bentuknya. Dalam bermunajat kepada Allah dalam sholat saja, hanya satu dua mungkin di antara sekian banyak yang mengerti apa yang dibacanya, dan sudah banyak juga yang tak sholat. Al Quran banyak yang jadi riasan saja di rumah, dan jika ada yang membaca sama sekali tak mendatangkan faedah bagi mereka dalam menuntut hidup dikarenakan tak tahu arti yang dibaca, padahal mereka setidak-tidaknya bisa membaca terjemahannya, itupun malas melakukannya.
Kenapa malah penulis menekankan pentingnya mendekat ke agamanya sendiri dan memahami agamanya sendiri bagi umat Islam untuk menghabisi radikalisme dalam tubuh umat muslim sendiri? Tak lain dan tak bukan karena memang dengan yakinnya penulis mengatakan bahwa Islam tak akan membawa seseorang pada terorisme, malahan akan membentuk pribadi-pribadi yang baik, baik untuk untuk dirinya sendiri maupun sesama. Hanya jika umat dituntun untuk memahami agamanya dengan benar lah, mereka tak harus tersesat dengan didoktrin menjadi seorang teroris. Selain itu bagaimana umat muslim mayoritas bisa menghadapi ideologi teroris jika orang-orang teroris membawa ayat-ayat Al Qur’an dan hadis (walaupun dalam pemahaman yang sesat dan tanpa konteks), sementara orang-orang muslim kebanyakan hanya bisa diam karena membawakan satu ayatpun mereka tak bisa karena mereka sendiri juga tak kenal agama mereka. Jika sampai orang teroris lebih terlihat pandai dalam agama, bagaimana mungkin membuat mereka tersadar bahwa mereka telah sesat, apalagi untuk mencegah orang-orang baru masuk kelompok mereka? Selain itu hanya dengan mendekat kepada ajaran agama lah, mendekat dan berpedoman pad Al Qur’an dan sunnah Rasulullah lah, umat muslim akan bisa bersatu. Hanya dengan demikianlah mereka akan sadar segala sesuatu termasuk perselisihan di antara umat muslim harusnya dikembalikan pada Allah dan rasulNya, dan meninggalkan kefanatikan golongan mereka; memilih yang benar dan meninggalkan hawa nafsu mereka. Kemudian hanya dengan mendekat pada Allah dan ajaran agamanya lah datang pertolongan Allah setelah nyata-nyata keimanan dan kesabaran mereka, insya Allah dengan disatukannya kembali komando umat Islam. Jika umat Islam sudah bersatu, atas izin Allah, di bawah jalan yang benar, tak akan ada artinya berbagai organisasi teroris radikal tersebut, pasti hancur dengan mudahnya, lenyap oleh umat Islam sendiri.
Pada kenyataannya, memang perpecahan di kalangan umat Islam ini sendiri sudah jauh-jauh hari diingatkan oleh baginda Rasulullah dimana perpecahan di umat Islam jauh melebihi perpecahan di kalangan Yahudi atau Nasrani. Dan baginda juga sudah mengisyaratkan bahwa umat muslim akan terkepung dari berbagai penjuru oleh pihak-pihak yang memusuhi mereka. Tak lain dan tak bukan ini adalah akibat lemahnya kualitas umat muslim dan sebagai hukuman sekaligus peringatan dari Allah agar kembali kepada agama dengan benar. Tak ada gunanya jumlah mereka yang banyak, namun jika hanya KTP nya saja yang Islam, jumlah yang banyak itu akan bagaikan buih-buih di lautan.
Dalam sebuah hadits shahih dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidak lama lagi umat-umat lain akan saling menyeru untuk mengeroyok kalian seperti orang-orang yang makan mengerumuni nampan (berisi hidangan makanan)“. Salah seorang sahabat bertanya: “Apakah dikarenakan jumlah kita sedikit kala itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bahkan kalian saat itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian buih (tidak memiliki iman yang kokoh) seperti buih air bah, sungguh (pada saat itu) Allah akan menghilangkan rasa takut/gentar terhadap kalian dari jiwa musuh-musuh kalian dan Dia akan menimpakan (penyakit) al wahnu ke dalam hati kalian.” Maka ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (penyakit) al wahnu itu? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Cinta (kepada perhiasan) dunia dan benci (terhadap) kematian” (HR Abu Dawud (no. 4297), Ahmad (5/278) dan lain-lain, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam “Silsilatul ahaadiitsish shahihah” (no. 958).