Yang kita tahu di dalam KUHP tidak mengenal adanya korporasi dalam subjek hukum, akan tetapi undang-undang diluar KUHP (Pidana Khusus) Â telah memperluas subjek hukum pidana, tidak hanya terbatas kepada manusia akan tetapi juga kepada korporasi.Â
Pembebanan Pertanggungjawaban Pidana kepada Korporasi
Pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi merupakan hal atau konsep yang baru, muncul di tahun 1990-an. Dikemukakan ooleh Henry N. Pontel & Gilbert Geis dalam tulisannya yang berjudul International Handbook of White Collar and Corporate Crime dalam kutipan "corporate crime is hardly new"
Di Perancis, konsep ini muncul pada tahun 1994, Belgia pada tahun 1999, Italia pada tahun 2001, Polandia pada tahun 2003, Rumania pada tahun 2006, Luxembourg dan spanyol pada tahun 2012. Di Inggris, pertanggungjawaban pidana bagi korporasi telah eksis sejak lama, tetapi banyak pidana yang dilakukan oleh korporasi yang dituntut dalam beberapa tahun terakhir. Di Belanda, sampai tahun 1976 pembebanan pidana terhadap korporasi baru tinndak pidana pajak saja.
Pertangjawaban pidana korporasi (Criminal  liability of corporation) telah menjadi topik perdebatan yang sengit dalam abad ke-20. Menurut Anca Iulia Pop dalam tulisannya yang berjudul "Criminal liability of corporations-comparative jurisprudence" terutama berlangsung  pada tahun 1990-an ketika Amerika Serikat dan Eropa mengalami sejumlah kejahatan yang menyangkut bidang korporasi.
Sekalipun sudah banyak negara yang menerima konsep pertanggungjawaan pidana korporasi, tetapi masih ada beberapa negara yang menolak untuk menerima konsep tersebut karena alasan-alasan doktrinal, politik, dan sejarah.Â
Namun secara lambat laun pendirian mereka akan terpengaruh, hal tersebut disebebkan oleh realita yang terjadi pada zaman ini, yang bahwa negara-negara terseut akan menyadari bahwa masalah-masalah doktrinal kurang penting ila dibandingkan dengan pentingnya upaya globbal untuk  melakukan pencegahan terhadap kejahatan-kejahatan berskala besar berupa kejahatan kerah putih (white collar crime) dll.
Contoh Pengaturan Korporasi dalam Subjek Hukum Pidana
Misalnya Undang-undang No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika, yang menggunakan istilah "Barangsiapa" untuk pelaku tindak pidana berupa "orang perseorangan" dan "Korporasi". Contoh lainnya terdapat pada Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika yang menggunakan kata "barangsiapa" untuk pengertian "orang perseorangan" dan "korporasi"
Istilah "barangsiapa" juga dipakai untuk pengertian "orang perseorangan"(manusia) dan "korporasi" dapat disimpulkan dari pasal-pasal dalam undang-undang itu sendiri.Â
Kesimpulan yang demikian itu tidak diambil dari berbagai definisi yang biasanya terdapat dalam pasal 1, karena pasal 1 dari undang-undang itu ada yang tidak memuat pengertian atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan "barangsiapa".
Sedangkan dalam Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak digunakan kata "barangsiapa" tetapi digunakan kata "pihak" untuk pelaku tindak pidana, seperti dalam pasal 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109. Menurut pasal 1 angka  23 undang-undang tersebut, yang dimaksudkan dengan pihak adalah: orang perseorangan, perusahan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.