Mohon tunggu...
Bima Widjanata Suwaji
Bima Widjanata Suwaji Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Seorang Penulis Biasa

Penulis dari kota kecil di Jawa Timur. Mendapatkan passion menulis setelah gemar membaca dan mulai menulis sejak SMA.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lampu Kota yang Menjadi Saksi Bisu Kehilangan

14 Juni 2020   12:51 Diperbarui: 14 Juni 2020   12:48 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehilangan Itu Apa?|Dokpri

Matahari mulai beranjak menjauh dari pandangan. Entah mengapa seperti ada yang mengisyaratkan untuk selalu membuka history beranda pencarian dan notifikasi di telepon genggam di tangan. Perasaan memang biasa saja. Tak ada yang berbeda sedikit pun. Hanya keinginan untuk menuju kota sangatlah besar pada saat itu. Padahal jarak dari tempatku berdiri menuju kota terlampau jauh.Langit semakin meredup. Jingga pun mulai berubah kehitaman. Tanda rembulan akan muncul tak lama lagi. Aku masih saja terus menyiapkan diri untuk pergi menuju kota. Karena keinginan terus saja membesar tanpa sebab yang belum diketahui. Yang penting yakin, itu saja.


Sepertinya alasan mulai terjawab. Muncul notifikasi pesan sosial media dengan nada yang sedikit menghibur. Dia mengatakan ingin bertemu. Di salah satu tempat nongkrong anak muda sebrangan jalan seperti biasa. Ternyata, isyarat lebih tahu lebih dulu akan kejadian yang akan datang.

Tanpa panjang lebar seperti menghitung luas dalam soal matematika, aku pun berangkat pergi dengan motor kecil yang tak ergonomis. "Sudahlah, bisa menemani perjalan saja terbilang lebih dari cukup" itu pemikiran yang muncul untuk menjawab. Meskipun, terkadang rasa bosan dan letih menghantui di tengah jalan.

Tak terduga rintik air terasa setelah kurang lebih setengah perjalanan kota. Tapi, tak dihiraukan olehku yang sudah terlanjur mengiyakan permintaannya. "Tanggung, jalan terus sudah. Basah sedikit tak mengapa" balasan pesanku yang terakhir untuknya dalam perjalanan saat itu. Didahului beberapa kendaraan bermotor lain yang mencoba menepi untuk mengenakan jas hujan. Tapi diri ini kuat terhadap rintik air tak seberapa malam itu.

Beberapa saat berlalu. Sampailah di tujuan dengan selamat. Yah, meskipun memang sedikit basah akibat jatuhan rintik air. Ku parkir motor selaras dengan yang lain. Agar Kang penjaga parkir tak perlu merapikan lagi. Lumayan, bantu meringankan pekerjaannya kan? Lanjut memesan 1 cup Kopi favorit dan menuju lantai atas. Karena sudah ada yang menunggu dan menyambut kedatanganku.

Pertama melihat senyum dari kejauhan, dingin basah pakai yang menempel tubuh seketika gak terasa. Mungkin itulah sebuah keajaiban saat dilanda asmara. Aku duduk disebelahnya dengan santai. Sembari melihat lalu lalang kendaraan yang berhenti akibat rambu lalu lintas sebelah Lampu Kota.

Mulai berbincang tentang banyak hal. Mulai dari yang ringan sampai yang berat. Tentang pekerjaan dan kisah hidup. Tak bosan-bosannya mendengarkan itu semua meskipun sudah diulang-ulang. Menjadi pendengar yang baik bukankah sangat mudah? Tentunya bisa iya bisa juga tidak.

Kopi yang tadinya panas berubah dingin. Tak terasa waktu berjalan cepat bila bersamanya. Entah mengapa selalu begitu setiap kali bertemu. Rasanya ingin ku lepas semua baterai jam diseluruh dunia agar waktu menjadi lama. Semakin larut dan dingin. Rintik hujan pun tak terlihat di cahaya Lampu Kota. Berdua memutuskan untu pulang dan saling berpamitan. Rasanya curang, dia pulang dengan senyum manis. Sedang aku pulang dengan rasa ingin bertemu kembali secepat mungkin. Huft.

Sepanjang perjalanan, perasaan aneh kembali muncul. Lebih terasa tak karuan daripada sore menjelang sebelum berangkat ke kota. Semakin lama semakin kacau. "Kenapa ini sih? Aneh banget coba? Kayaknya habis ketemu gak pernah kek gini deh?" pikirku sambil memperhatikan jalanan.

Apa yang terjadi selanjutnya? Pada malam dingin saat itu. Ketika dia berpamitan sambil memegang baju basah akibat rintik air dari langit. Dengan senyum dan say goodbye seperti biasa. Dilihat Lampu Kota pinggir jalan yang selalu menjadi saksi pertemuan. Ternyata saat itulah dia benar-benar menyatakan pergi. Benar-benar tak bertemu lagi.

Sampai beberapa bulan ini pun masih saja tanpa kabar. Padahal kontak sama-sama tersimpan dengan baik. Sering melihat cerita yang kubuat, begitu pula sebaliknya. Tapi pesan tak pernah terbalaskan. Tanpa alasan apapun mencoba menghilang dari kehidupanku. Menghapus rentetan kisah yang sering aku tuliskan dalam halaman.

Sempat aku coba kembali ke tempat nongkrong seberang jalan biasanya. Duduk sendiri melihat Lampu Kota pinggir jalan yang menerangi jalanan. Lain waktu, lain juga ceritanya. Termenung dan berdiam bagai pohon diterjang angin malam. Sampai Lampu Kota yang menjadi saksi bisu kehilangan mengisyaratkan aku untuk menyudahi dan kembali pulang.~

Lampu Kota Yang Menjadi Saksi Bisu Kehilangan
Create by admin www.alamatbima.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun