Dalam beberapa tahun belakangan ini, pendidikan di Indonesia mengalami berbagai perubahan yang sungguh dilematis. Hal itu terlihat dari seringnya pergantian kurikulum yang tidak dibarengi peningkatan mutu pendidikan. Tentu ini akan  berdampak pada proses sosialisasi atau tumbuh kembangnya peserta didik di masyarakat.Â
Penyesuaian perkembangan sosialisasi peserta didik seharusnya menjadi point utama dalam meramu desain pendidikan Indonesia. Anak di didik sesuai kapasitas peran -nya di masyarakat sampai anak mampu menentukan pilihan-pilihannya secara sadar dan bijak. Â
Menurut teori Behaviorisme Sosial Herbert Mead dalam Mind, Self and Sociality, proses sosialisasi manusia dibagi menjadi empat tahapan yaitu persiapan, meniru, siap bertindak dan mampu menerima norma kolektif.Â
Pada tahap persiapan atau preparation stage, terjadi pada masa awal kehidupan manusia, dimana manusia mulai mempelajari hal-hal dasar untuk memahami dirinya sendiri. Pada tahapan ini, manusia belajar langsung dari orang tuanya mulai dari berbicara, berjalan, makan, minum dan bertindak spontan.Â
Tahap kedua yaitu meniru atau play stage, anak mulai mampu menirukan peran-peran tertentu secara terbatas. Selain itu, pada tahap play stage ini anak sudah mulai mengenal lingkungan sekitar dan pertemanan secara sederhana.Â
Selanjutnya tahap siap bertindak atau game stage, dimana anak sudah mampu meniru dan belajar secara sadar akan dirinya, lingkungan sekitar dan interaksi terhadap sesama yang makin kompleks. Pada tahapan ini, biasanya anak sudah berkembang menjadi remaja dan mampu meniru peran idolanya, bahkan mampu mengidentifikasi peran-peran berbeda disekitarnya.Â
Terakhir, anak sudah mampu menerima norma-norma kolektif atau tahap generalized other. Tahapan terakhir inilah, remaja bertranformasi menjadi manusia dewasa, dimana manusia sudah mampu menentukan pilihan, melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan masyarakat dan sudah bisa menerima peran mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Centre of Excellence ; Jawaban Pramuka
Sejak lahirnya, Gerakan Pramuka sudah ditempatkan sebagai centre of excellence pemuda karena perhatian dan dukungan pemerintah memberikan dampak positif bagi eksistensi Gerakan Pramuka. Seiring berkembangnya zaman, Gerakan Pramuka dirasa mulai berkurang keberadaannya. Hal itu dapat dilihat dari semakin berkurangnya minat generasi muda dalam mengikuti pendidikan kepramukaan dan kurang masifnya publikasi pada setiap kegiatan Gerakan Pramuka.
Selain itu, eksistensi Pramuka mulai tenggelam karena adanya pergeseran paradigma di masyarakat tentang pendidikan kepramukaan. Gerakan Pramuka dipandang seolah hanya menjadi organisasi kedisiplinan sekolah yang kurang memberikan manfaat praktis bagi kaum muda dan masyarakat.Â
Apalagi di era sekarang, Gerakan Pramuka sering dianggap sebagai organisasi yang jauh dari nilai modernisasi, kuno dan masih mempertahankan kultur tradisional khusunya senioritas berlebih.
Untuk menjawab keraguan masyarakat serta upaya mengembalikan eksistensi Gerakan Pramuka sebagai centre of excellence kaum muda, perlu adanya inovasi kreatif dalam desain pendidikan kepramukaan.Â
Tentu, perlu dukungan dari segala pihak. Mulai dari pemerintah, struktur organisasi Gerakan Pramuka, sampai pembina dan pelatih di setiap Gugus Depan.Â
Meskipun berada dalam lingkungan pendidikan sekolah, pengembangan pendidikan kepramukaan pun seyogyanya tetap melihat dan melibatkan masyarakat dalam berkegiatan, sehingga kedepannya Pramuka tidak lagi dipandang sebagai organisasi yang eksklusif. Â
Gerakan Pramuka telah menjadi bagian penting dari arah kebijakan pembangunan pendidikan nasional sejak terbitnya Keppres Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka. Pramuka merupakan model pendidikan luar sekolah yang sangat berperan dalam pembentukan karakter dan mentalitas kaum muda.Â
Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, pendidikan kepramukaan menjadi salah satu kebijakan strategis dalam rangka pengembangan pendidikan karakter berkebangsaan, dengan berlandaskan pada Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka.
Pendidikan kepramukaan sewajarnya bisa beriringan dengan kulikuler yang ada di sekolah. Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah / ekstrakulikuler, Pramuka harus mampu memberikan alternatif peran terhadap perkembangan pendidikan formal.Â
Meskipun secara regulasi pendidikan kepramukaan sudah tidak diwajibakan lagi dalam Peraturan terbaru, namun rasanya penguatan karakter dan kepribadian bangsa berlandasan Pancasila kaum muda tidak lengkap tanpa kehadiran Pramuka didalamnya.
Sebagaimana saya tulisakan diatas. Sudah lebih dari setengah abad lamanya pendidikan kepramukaan ada sebagai sarana dalam mempersiapkan generasi muda tangkas, nasionalis dan berkarakter sesuai tuntutan zaman.
Untuk itu, sebagai refleksi memperingati HUT Pramuka ke-63 mari bersama-sama memperkokoh solidaritas dengan segala upaya positif yang bisa kita sumbangkan terhadap keberlangsungan Gerakan Pramuka Indonesia. Ilmu, waktu, dedikasi dan semangat gotong-royong perlu diperkuat dalam mempersiapkan anak muda  Indonesia unggul.
Terakhir, pesan untuk pangkalan SMP 22 Bandar Lampung. Dirgahayu Pramuka ke-63, semoga selalu diberikan kesehatan, dan keslamatan lahir batin untuk semua anggota Pramuka Gudep 11.025-11-026. Terkhusus untuk adik-adik penggalang, selamat berproses, terus berkreasi, tetap semangat dan yang terpenting bersenang-senang lah.
Terima Kasih...
Salam Pramuka......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H