"Pendidikan pada pemuda dan pemudi biasanja terletak dalam 3 bidang. Bidang kekeluargaan disitulah sang anak dididik, sehingga mendjadi manusia jang sedjati....Dibidang sekolahan anak dididik didalam sekolahan..Bidang ke-3 ini ialah apa jang lazim dinamakan Kepanduan"Â (Sukarno, 1961)
Penggalan pidato Sukarno yang dibacakan pada 9 Maret 1961, pukul 8 malam adalah penegas bahwasanya pendidikan organisasi Kepanduan itu penting adanya.Â
Pidato itu pula lah yang menjadi pikiran final Sukarno dalam upaya menyatukan beberapa organisasi Kepanduan dalam satu wadah yang Ia beri nama PRAMUKA (Praja Muda Karana).Â
Kendati nama Pramuka sendiri berasal dari usulan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan menggunakan istilah Jawa yaitu PRAMUKO yang bermakna "Pasukan terdepan dalam peperangan".Â
Ide penyatuan/fusi organisasi Kepanduan "ala" Sukarno muncul dikarenakan pada masa itu berdiri banyak organisasi kepanduan. Mulai dari berdirinya Nederlandesche Padviders Organisatie (NPO) pada 1921 -an, sampai pada puncaknya masa Republik Indonesia Serikat (RIS) tercatat ada 104 organisasi Kepanduan.Â
Atas kondisi yang demikian, pada 9 Maret 1961 Sukarno menunjuk empat pejabat istana yaitu; Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prijono, Achmadi dan Aziz Saleh untuk "mercaik" formula fusi organisasi Kepanduan di Indonesia untuk kemudian didirikan Pramuka.Â
Upaya yang dilakukan dari merancang formatur, mempersiapkan AD/ART sampai garis haluan organisasi Kepanduan dengan menyelaraskannya terhadap bangunan revolusi Indonesia berdasar Pancasila dan Manipol akhirnya berbuah manis.Â
Melalui Keputusan Presiden No. 238 Tahun 1961 Tentang Gerakan Pramuka, ditetapkanlah AD/ART Pramuka, dan melarang organisasi kepanduan diluar Pramuka. Sejak ditetapkan pada 9 Juni 1961 yang ditandatangani oleh Djuanda sebagai Pejabat Kepresidenan, peraturan itu segera di edarkan ke elemen organisasi Kepanduan di seluruh penjuru Indonesia.Â
Tentu. Aturan fusi organisasi Kepanduan mendapat ragam tanggapan. Suatu hal biasa, ketika dalam melakukan sosialisasi peraturan ada yang menyetujui langsung, ada pula yang menolak atau barang kali menyetujui dengan berbagai macam syarat. Seperti itulah politik.Â
Kendati demikian, akhirnya upaya pemerintah dalam melakukan sosialisasi Pramuka terjawab pada 31 Juli 1961, ketika wakil-wakil organisasi Kepanduan di Indonesia menyatakan melebur dalam satu organisasi Kepanduan, yakni Pramuka. Peristiwa yang terjadi di Istana Olahraga Senayan (sekarang GBK) pada 31 Juli 1961 itu kemudian disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.Â