Mohon tunggu...
M.F.A. Bima Sakti
M.F.A. Bima Sakti Mohon Tunggu... Penulis - Akademisi, Aktivis Mahasiswa, Digitalpreneur

Terus tumbuh dan berkembang 1% setiap hari secara konsisten.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Super Kaya dan Miskin di Era Kecepatan Teknologi dan Digitalisasi

13 Juni 2024   07:31 Diperbarui: 14 Juni 2024   01:35 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shutterstock via KOMPAS.com

Teknologi dan digitalisasi berkembang dengan kecepatan yang menakjubkan, membawa perubahan besar pada berbagai aspek kehidupan manusia. Di tengah transformasi ini, muncul kekhawatiran bahwa perubahan sosial-ekonomi yang terjadi akan menyisakan dua kelas sosial utama: super kaya dan super miskin, dengan menghapuskan keberadaan kelas menengah yang selama ini menjadi penopang stabilitas sosial.

Perkembangan teknologi seperti otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), dan internet dari segala sesuatu (IoT) merubah struktur pekerjaan secara signifikan. Banyak pekerjaan yang dulunya dilakukan oleh manusia kini digantikan oleh mesin dan algoritma. Misalnya, peran petugas kasir, operator pabrik, hingga pekerjaan administratif sudah mulai diambil alih oleh teknologi otomatisasi dan perangkat lunak.

Teknologi baru juga memfasilitasi terbentuknya model bisnis baru yang lebih efisien, seperti ekonomi berbagi dan platform digital. Namun, kemajuan ini juga memicu konsentrasi kekayaan yang semakin besar di tangan segelintir individu atau perusahaan teknologi besar. Misalnya, CEO dari perusahaan teknologi terkemuka menikmati kekayaan yang meningkat secara eksponensial dibandingkan pekerja biasa.

Konsentrasi kekayaan ini menjadi isu penting karena berpotensi menciptakan jurang ekonomi yang semakin lebar antara super kaya dan super miskin. Kelas menengah, yang dulu memiliki peran vital sebagai penyeimbang dalam ekonomi dan stabilitas sosial, semakin terancam eksistensinya.

Data menunjukkan bahwa kekayaan global terkonsentrasi pada segelintir individu. Menurut laporan Oxfam, pada tahun 2023, hanya 1% populasi dunia menguasai lebih dari setengah kekayaan global. Kondisi ini menggambarkan peningkatan kesenjangan yang mengkhawatirkan, di mana semakin sedikit orang yang memiliki sebagian besar sumber daya.

Kehilangan kelas menengah tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga pada stabilitas sosial dan politik. Kelas menengah biasanya memiliki daya beli yang cukup besar, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi. Tanpa kelas menengah yang kuat, permintaan domestik bisa menurun, mengakibatkan perlambatan ekonomi yang lebih besar.

Di sisi sosial, ketimpangan ekonomi yang ekstrem dapat memicu ketidakpuasan dan kerusuhan sosial. Ketika masyarakat merasa bahwa peluang untuk mobilitas sosial semakin tertutup dan jurang antara kaya dan miskin semakin lebar, kepercayaan terhadap sistem sosial dan politik dapat merosot. Hal ini berpotensi memicu ketidakstabilan politik, protes, dan peningkatan ketegangan sosial.

Menghadapi tantangan ini memerlukan pendekatan multidimensi, yang melibatkan kebijakan ekonomi, pendidikan, dan sosial. Menyediakan pelatihan dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan ekonomi digital dapat membantu individu beradaptasi dengan perubahan teknologi. Program retraining dan upskilling bisa menjadi kunci bagi pekerja yang terdampak otomatisasi. 

Kebijakan perpajakan progresif dan redistribusi kekayaan bisa menjadi langkah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi. Ini termasuk pajak yang lebih tinggi untuk individu super kaya dan perusahaan besar, serta program sosial yang mendukung kelas ekonomi yang lebih lemah.

Meningkatkan jaring pengaman sosial seperti subsidi, asuransi pengangguran, dan layanan kesehatan dapat membantu mengurangi dampak negatif dari hilangnya pekerjaan dan ketidakstabilan ekonomi. Memfasilitasi akses ke modal dan peluang usaha bagi lebih banyak orang bisa menjadi cara untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan mendukung perkembangan ekonomi yang lebih inklusif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun