oleh : Bima Sakti
Puasa, sebuah praktik yang telah dikenal selama berabad-abad dalam berbagai budaya dan agama, telah menarik minat ilmiah yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Salah satu aspek yang paling menarik adalah bagaimana puasa memengaruhi fisiologi tubuh manusia, termasuk metabolisme dan kesehatan secara keseluruhan. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi mekanisme fisiologis puasa, serta dampaknya yang penting pada tubuh dan kesejahteraan kita. Â
Salah satu perubahan fisiologis utama yang terjadi selama puasa adalah pengaturan ulang metabolisme tubuh. Saat tidak ada asupan makanan, tubuh beralih dari penggunaan glukosa sebagai sumber energi utama ke penggunaan lemak yang disimpan. Proses ini dikenal sebagai ketosis, di mana tubuh mulai memecah lemak menjadi asam lemak dan keton untuk digunakan sebagai bahan bakar. Ini mengarah pada peningkatan sensitivitas insulin dan peningkatan penggunaan lemak sebagai energi, yang dapat mendukung penurunan berat badan dan manajemen kondisi metabolik seperti diabetes.Â
Puasa juga memicu proses yang disebut autophagy, di mana sel-sel tubuh membersihkan dan mendaur ulang komponen yang rusak atau tidak perlu. Ini termasuk mitokondria yang tidak efisien atau rusak, protein yang tidak diinginkan, dan zat-zat toksik dalam sel.Â
Autophagy telah terbukti memiliki efek anti-penuaan dan protektif terhadap berbagai penyakit, termasuk kanker, penyakit jantung, dan penyakit neurodegeneratif. Penelitian telah menunjukkan bahwa puasa dapat mengurangi faktor risiko untuk berbagai penyakit kronis. Ini termasuk peningkatan profil lipid darah dengan peningkatan kolesterol HDL ("baik") dan penurunan trigliserida dan kolesterol LDL ("jahat"), yang semuanya merupakan faktor risiko untuk penyakit jantung. Selain itu, puasa juga dapat mengurangi peradangan dalam tubuh, yang merupakan faktor risiko untuk berbagai penyakit kronis termasuk penyakit autoimun dan kanker.
Ternyata, puasa juga dapat memiliki dampak yang signifikan pada fungsi otak. Ketika tubuh berada dalam keadaan puasa, produksi faktor neurotropik seperti brain-derived neurotrophic factor (BDNF) meningkat, yang mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel-sel saraf.Â
Selain itu, puasa juga telah terkait dengan peningkatan neuroplastisitas, yaitu kemampuan otak untuk beradaptasi dan belajar hal baru. Â Fisiologi puasa adalah bidang penelitian yang menarik dan penting dalam ilmu kedokteran modern. Dengan memahami bagaimana puasa memengaruhi metabolisme dan kesehatan kita secara keseluruhan, kita dapat menghargai potensi manfaatnya dalam mencegah dan mengelola berbagai kondisi kesehatan, mulai dari obesitas dan diabetes hingga penyakit jantung dan neurodegeneratif. Namun, sebelum memulai program puasa yang ekstensif, penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan Anda untuk memastikan kesesuaian dan keamanannya sesuai dengan kebutuhan individu Anda. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H