Mohon tunggu...
Bima Kharie Prayoga
Bima Kharie Prayoga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Pekalongan

Suka menghibur orang lain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jolotigo, Bukti Nyata Kerukunan dalam Bingkai Agama yang Beda

5 Oktober 2023   09:00 Diperbarui: 6 Oktober 2023   06:32 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid dan rumah warga sekitar desa Jolotigo. Sumber : kamera by "Aliyafi"

Terletak di kawasan dataran tinggi, yakni Jolotigo, kecamatan Talun, Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu desa yang dikenal dengan bukan hanya kebun tehnya saja, namun disebut juga sebagai desa moderasi beragama. Tidak dapat dipungkuri karena keberadaan penduduknya yang menganut agama yang berbeda-beda. Terdapat 2 agama di desa  Jolotigo, yakni Islam dan Kristen. Julukan yang diberikan di desa ini adalah salah satu dari 2 desa moderasi beragama di kabupaten Pekalongan. Desa satunya yakni yang berada di Linggoasri. 

Hawa yang asri, masih menyelimuti desa jolotigo ini. Tidak heran banyak tempat masih hijau yang dijadikan tempat tempat wisata. Suasana damai antara warga satu sama lain pun masih kental dirasakan. Kerukunan antar perbedaan agama pun sangat kuat. Tepatnya di dukuh purbo dimana umat kristen banyak disana namun mereka tetap berdampingan erat dengan umat muslim layaknya tanpa sekat dan berjalan sebagaimana masyarakat di desa pada umumnya.

Masjid dan rumah warga sekitar desa Jolotigo. Sumber : kamera by
Masjid dan rumah warga sekitar desa Jolotigo. Sumber : kamera by "Aliyafi"

Kehidupan di desa ini dengan perbedaan agama yang berdampingan, mereka tetap menjalankan kegiatan-kegiatan dengan bersama. Mulai dari upacara adat, budaya, dan tradisi masing-masing agama pun mereka saling toleransi bahkan sampai mengulurkan tangan untuk saling bantu. Seperti yang didapat dari wawancara pada salah satu tokoh agama Islam di jolotigo, bahwa sebagai contoh dari toleransi di desa Jolotigo yakni pada momen lebaran umat Islam. Yang mana kian diramaikan juga oleh umat kristen. Mereka ikut silaturahmi ke rumah-rumah, saling memaafkan seperti halnya seorang muslim. Bahkan kaum perempuannya pun sampai memakai kerudung sehingga terlihat tak ada perbedaan mana yang muslim dan yang non muslim. Begitu sebaliknya ketika ada momen natal misal, umat kristen juga mengundang umat muslim untuk menyaksikan kegiatannya di Gereja, akan tetapi hanya melihat saja tanpa ikut melakukan prosesi.

Salah satu Gereja di desa Jolotigo. Sumber : kamera by
Salah satu Gereja di desa Jolotigo. Sumber : kamera by "Aliyafi"

Terdapat beberapa tempat ibadah di sana, seperti masjid dan gereja yang jaraknya tak cukup jauh keduanya. Di jolotigo Gerejanya pun ada dua jenis, yakni GKJ (Gereja Kristen Jawa) dan GPI (Gereja Protestan Indonesia). Antara Muslim dan nonmuslim pun tidak saling terganggu dengan suara-suara dari tempat ibadah. Seperti Adzan di Islam ataupun nyanyian-nyanyian rohani dari Kristen. Menurut salah satu tokoh Islam disana, baik itu islam maupun kristen ingin membangun tempat ibadah mereka tetap saling membantu, misal pembangunan masjid orang kristen tetap membantu. Begitu sebaliknya jika orang kristen mau membangun sebuah gereja, umat unaIslan juga turut membantu. Tetapi hanya dalam bentuk tenaga saja, bukan bentuk material. 

Tradisi pernikahan di Jolotigo pun bisa dibilang unik. Mereka boleh menikah jika berbeda agama, tetapi dari keduanya biasanya akan mengalah antara mau memeluk agama Islam sesama atau pun Kristen. Walaupun ada satu atau dua KK dimana antara keduanya menikah dan tetap memegang keyakinanya yang berbeda dengan tidak mengalah dan ikut ke salah satunya, baik dari pihak calon suami maupun istri. Hal ini menandakan tidak ada paksaan terkait keyakinan. Bahkan dalam satu rumah, dan satu keluarga pun ada yang berbeda agamanya. Betapa damainya kehidupan warganya disana dengan kebebasan dalam memilih agamanya. 

Dari beberapa kegiatan masyarakat di Jolotigo, menunjukkan bahwa sikap moderasi sebenarnya tidak sulit untuk dilakukan dan bahkan sudah muncul dari pribadi masyarakatnya. Namun kadang individu tersebut tidak sadar sudah menanamkan nilai-nilai dalam moderasi.

Tentunya tidak hanya itu saja yang membuat upaya moderasi beragama terwujud di Jolotigo, semua juga tak lepas dari kontribusi para tokoh-tokoh masyarakat didalamnya. Mereka mengajak para warganya supaya hidup rukun dan tentram dengan tidak menjadikan alasan perbedaan untuk menciptakan tembok pemisah antara agama yang beda dianut. Kemudian ada hal lain yang menjadikan faktor kesuksesan didalam menciptakan desa yang moderasi, yakni yang dilakukan oleh para aktivis dan tim pemberdaya moderasi beragama yang ada di kabupaten Pekalongan khususnya, dan mereka telah mendapatkan dukungan dari Kemenag Kabupaten Pekalongan.

Sifat toleransi, dan saling memberi rasa aman dalam beragama patut dipertahankan guna keberlangsungan masyarakat yang harmonis. Moderasi memang boleh dan bahkan diharuskan di desa yang majemuk agama, akan tetapi ada batasan-batasan tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun