1.1 Latar Belakang
Daratan Indonesia memiliki berbagai jenis tanah, bahan induk, dan ketinggian tempat. Berbagai jenis tanah akibat adanya variabilitas berbagai faktor pembentuknya, merupakan salah satu modal yang sangat besar dalam memproduksi berbagai komoditas pertanian secara berkelanjutan baik kualitas maupun kuantitasnya. Pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian perlu memperhatikan potensinya, agar diperoleh hasil yang optimal.
Komoditas pangan terutama beras, jagung, dan kedelai diusahakan pada lahan sawah dan lahan kering (tegalan). Lahan sawah merupakan andalan utama dan diprioritaskan untuk mempertahankan swasembada beras, sehingga untuk mencapai swasembada jagung, kedelai, dan komoditas pangan lainnya diarahkan pada lahan kering. Usaha peningkatan produksi bahan pangan dan produk pertanian lainnya mutlak diperlukan, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan persaingan ekonomi global.Â
Hal ini memerlukan upaya yang terintegrasi dalam meningkatkan produksi komoditas pertanian prospektif yang berorientasi agribisnis dengan menawarkan kesempatan kepada para investor untuk mengembangkan usaha dan sistem agribisnis yang berkelanjutan. Salah satu informasi dasar yang dibutuhkan adalah data sumberdaya lahan yang berasal dari peta potensi sumberdaya lahan, dimana informasi tersebut memberikan gambaran tentang luasan, distribusi, tingkat kesesuaian lahan, faktor pembatas, dan alternatif teknologi yang dapat diterapkan. Dengan tersedianya informasi potensi sumberdaya lahan, maka pengembangan berbagai komoditas pertanian dapat disesuaikan dengan potensi sumberdaya lahannya, sehingga membantu upaya peningkatan produksi komoditas pertanian yang bersangkutan.
2.1 Pengertian Lahan
Setiap aktivitas manusia baik langsung maupun tidak langsung selalu terkait dengan lahan, seperti untuk pertanian, pemukiman, transportasi, industri atau untuk rekreasi, sehingga dapat dikatakan bahwa lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Notohadiprawiro (2009), menyatakan bahwa laham merupakan suatu wilayah daratan bumi yang ciri-cirinya mencakup semua tanda pengenal (atributes) atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, baik yang bersifat menetap maupun yang bersifat mendaur, serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini, sejauh hal-hal tadi berpengaruh (significant) atas penggunaan lahan pada masa kini dan masa mendatang. Lalu menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011), menjelaskan bahwa lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Â Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik di masa lalu maupun sekarang seperti reklamasi daerah pantai, penebangan hutan dan akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam.
2.2 Degradasi Lahan
Salah satu dari banyaknya permasalahan di sektor pertanian salah satunya yaitu degradasi lahan. Menurut (Barus, 2012), degradasi lahan adalah kerusakan tanah sehingga kehilangan satu atau lebih fungsinya yang mengakibatkan daya dukung tanah tersebut bagi kehidupan diatasnya berkurang atau bahkan hilang. Lalu menurut Arsyad (2012), terdapat dua macam proses degradasi lahan yaitu secara alami dan degradasi yang dipercepat. Degradasi alami merupakan proses perubahan alami yang disebabkan oleh perubahan permukaan bumi akibat berlangsungnya geomorfologis. Sedangkan degradasi lahan yang dipercepat merupakan proses degradasi yang disebabkan oleh aktivitas manusia akibat pemanfaatan lingkungan oleh manusia yang tidak memerhatikan keseimbangan lingkungan.
Degradasi lahan tidak hanya terjadi di lahan-lahan kosong saja, tetapi degradasi lahan juga dapat terjadi pada lahan pertanian. Secara umum, proses terjadinya degradasi lahan sebagian besar merupakan hasil dari aktivitas manusia yang terjadi pada lahan pertanian. Degradasi lahan pertanian menyebabkan hilangnya unsur hara dan bahan organik yang berdampak pada penurunan produktivitas tanah.Â
Hilangnya secara berlebihan satu atau beberapa unsur hara menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Pada lahan pertanian (khususnya pertanian di lahan kering), degradasi lahan utamanya terjadi karena adanya erosi tanah yang dipercepat, penggunaan mesin-mesin pertanian, dan pemakaian bahan kimia pertanian yang berlebihan. Akhirnya degradasi lahan pertanian akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman pertanian. Diperlukan suatu upaya untuk mengatasi degradasi lahan agar lingkungan dan produktivitas pertanian terjaga.
2.3 Strategi Penanggulangan Degradasi Lahan
Di Indonesia, degradasi lahan menjadi perhatian pemerintah, menurut data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) menunjukkan luas degradasi lahan di Indonesia pada tahun 2018 tercatat seluas 14,01 juta hektare. Data ini menunjukan angkanya menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.Â
Padahal pada tahun 2009 luas degradasi lahan menyentuh angka 30,1 juta hektare, dan 2014 menurun menjadi 24,7 juta hektare. Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK Ida Bagus Putera Prathama menjelaskan walaupun jumlah degradasi lahan di Indonesia menurun, namun itu bukan hasil dari restorasi atau rehabilitasi, melainkan hasil dari penyesuaian kriteria lahan yang termasuk dalam status kritis berdasarkan sejumlah aspek. Salah satu contoh yang mengalami penyesuaian kriteria degradasi lahan yaitu lahan berupa savana dan kawah gunung masuk dalam status degradasi lahan. Padahal, kondisi kedua lahan ini memang sesuai dengan karakter aslinya yang kering dan tidak memerlukan restorasi. Maka dari itu, pemerintah merevisi kriteria lahan kritis agar lebih pas dan tidak over untuk menentukan luasnya.
Pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air untuk mendukung rencana rehabilitasi hutan dan lahan,. Tujuan dari diterbitkannya UU ini adalah melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan yang jatuh, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, dan mencegah terjadinya konsentrasi aliran permukaan, menjamin fungsi tanah pada lahan agar mendukung kehidupan masyarakat, mengoptimalkan fungsi tanah pada lahan untuk mewujudkan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup secara seimbang dan lestari, meningkatkan daya dukung DAS, meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan memberdayakan keikutsertaan masyarakat secara partisipatif, dan menjamin kemanfaatan konservasi tanah dan air secara adil dan merata untuk kepentingan masyarakat.Â
Menurut (Bachrul), dengan dijalankannya UU ini diharapkan mampu untuk membantu merealisasikan target atau tujuan pemerintah terkait rencana rehabilitasi hutan dan lahan dengan mengurangi luas degradasi lahan.
~REFRENSI~
- Wahyunto, W., & Dariah, A. (2014). Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing, Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju Satu Peta.
- Hidayat, A. (2009). Sumber Daya Lahan Indonesia: Potensi, Permasalahan, dan Strategi Pemanfaatan. Jurnal Sumberdaya Lahan, 3(2), 107-117.
- ICEL
- Kompas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H