Mohon tunggu...
Bima Cahya Nugraha
Bima Cahya Nugraha Mohon Tunggu... -

jadi orang sukses

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Apa dengan PSSI ?

24 Desember 2011   04:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:49 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HARAPAN besar para pencandu berat sepak bola Indonesia sedikit terobati ketika berhasil terlaksananya Kongres Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di Solo yang menggantikan kegagalan kongres di Jakarta.

Karut-marut kepengurusan PSSI yang menguras banyak energi sedikit terselesaikan dengan ditandai lengsernya Nurdin Halid dan naiknya Djohar Arifin Hussein sebagai ketua umum PSSI yang baru.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, konflik kepentingan dan pengaruh dari pihak ketiga mewarnai sepak terjang para pengurus PSSI terpilih. Di satu sisi ada blok ketua umum yang notebene didukung penuh pengusaha kondang Arifin Panigoro melawan blok La Nyalla Matalitti yang disokong penuh pengusaha terkenal Aburizal Bakrie.

Konflik ini diawali dengan perpindahan kepengelolaan kompetisi yang sebelumnya Indonesia Super League (ISL) menjadi Indonesia Primer League (IPL) di bawah PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS). Kemudian perubahan hal ini berlanjut pada pergantian hak tayang dari ANTV yang sudah melakukan kontrak untuk beberapa musim tiba-tiba diputus dan digantikan ke grup MNCTV. Pemecatan pelatih kepala Alfreid Riedl juga menjadi bagian dari konflik ini. Jadi betul-betul kelompok Djohar Arifin Hussein ingin membersihkan unsur PSSI dari unsur-unsur Nurdin Halid cs.

Tidak Murni

Konflik pun berlanjut dengan pelanggaran statuta oleh pengurus PSSI dengan tetap melibatkan 24 kontestan IPL yang ditolak sebagian besar pemilik klub. Mereka berpedoman pada hasil kongres di Bali yang memutuskan bahwa jumlah klub peserta tetap 18 klub bukan 24 klub sebagaimana keinginan PSSI. Sedangkan bagi pengurus PSSI, pelibatan enam klub ini adalah hasil rekomendasi AFC.

Berkaca dari konflik berkepanjangan di PSSI, masyarakat sebetulnya sudah tidak lagi berminat menanggapinya karena rupanya PSSI sudah tidak murni lagi memperjuangkan aspirasi rakyat. PSSI sudah ditunggangi kepentingan kelompok-kelompok tertentu.

Hal ini terbukti sudah tidak ada lagi demo-demo dukungan pada salah satu kelompok. Yang ada masyarakat semakin antusias melihat pertandingan kompetisi sepak bola yang sudah bergulir. Dan mereka semakin punya banyak pilihan, mau lihat IPL atau ISL.

Namun, di sisi lain sekali lagi yang dirugikan adalah pemain di mana klubnya bernaung. Jika dia bernaung pada klub yang ikut kompetisi di bawah naungan PSSI, pengalaman bertanding di luar negeri akan banyak karena pasti kompetisi yang diikuti tidak hanya dalam negeri, tapi luar negeri semacam AFC.

Akan tetapi, pemain ini juga akan kekurangan lawan tanding dari klub dalam negeri karena klub-klub yang mengikuti IPL kualitasnya masih di bawah klub-klub yang ikut ISL. Hal ini terbukti dengan banyaknya klub-klub besar yang mengikuti ISL semacam Persipura, Sriwajaya FC, Mitra Kukar, Persija, dan Persib.

Berbeda dengan klub-klub yang ikut IPL hanya Arema Indonesia saja yang mempunyai nama besar. Selain itu, konflik di PSSI ini juga merembet ke perpecahan beberapa klub. Arema pecah menjadi dua, ada yang di ISL di bawah Rendra dan di IPL dibawah M. Nuh. Kemudian Persija dan Persebaya juga pecah menjadi dua kubu.

Penyelesaian

Merujuk pada surat balasan FIFA dan AFC kepada Komite Eksekutif PSSI, setidaknya untuk menyelesaikan konflik dualisme kompetisi yang ada sekarang dapat ditempuh deengan tiga cara.

Pertama, menggelar kongres untuk merubah statuta sekaligus untuk mendapatkan kesepakatan dari para anggota PSSI. Kedua, menaati statuta dengan mengembalikan peserta kompetisi menjadi 18 klub, bukan 24 klub.

Ketiga, melalui badan abritase untuk memfasilitasi pertemuan dua kelompok yang berseteru. Badan abritase ini bisa lewat pemerintah yang dalam hal ini KONI atau menteri pemuda dan olahraga.

Dari ketiga solusi tersebut, sekarang tinggal pada pengurus PSSI dan pihak-pihak yang berkonflik saja. Aapakah mau berdamai dengan keadaan dengan mengenyampingkan egois atau tetap mengedepankan kepentingannya yang notebene semakin tidak membuat kondusif iklim kompetisi di Indonesia.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa IPL yang pada masa kepengurusan Nurdin Halid dianggap ilegal saja bisa berjalan dengan normal, apalagi ini ISL yang notebene sudah diakui eksistensinya.

Refrensi :Lampungpost

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun