Setelah tiga tahun perusahaan berdiri, Kami menyadari akan permasalahan ini pada dunia Food and Beverage (F&B). Kurangnya akses permodalan khususnya bagi vendor yang sudah mempunyai proyek. Adapun fasilitas kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank, tidak dapat memenuhi perlengkapan yang disiapkan oleh vendor.
Dunia kuliner mayoritas terbagi menjadi dua bisnis model. Pertama, Business-to-Consumer (B2C) yaitu menjual langsung ke konsumen akhir. Lalu berikutnya menjual ke perusahaan atau pemerintah, bisnis model ini biasa disebut Business-to-Business (B2B) atau Business-to-Goverment (B2G).
Untuk bisnis model B2C, faktor gambling atau ketidakpastiannya lumayan tinggi. Khususnya untuk mengakuisisi pelanggan tetap. Oleh karenanya, Kami memberikan saran bagi Anda untuk memulai bisnis kuliner model B2B. Khususnya bila mana permodalan kurang.Â
1. Kemudahan Berbisnis Model B2B
Secara sudut pandang bisnis, sebenarnya lebih mudah untuk menjalankan model B2B. Karena vendor mendapat kepastian pembelian langsung dari perusahaan melalui dokumen.
Namun, bisnis model ini selalu mendapat kekurangan dalam hal kelancaran arus kas. Mayoritas perusahaan atau pemerintah membayar dengan pembayaran mundur.
Pasalnya, dibutuhkan partner dalam hal pembiayaan. Partner perusahaan keuangan yang tersedia sekarang ini memiliki persyaratan minimal memiliki laporan keuangan 3 tahun terakhir atau rekening koran 6 bulan terakhir. Alhasil, banyak vendor catering mengalami kendala tersebut.
2. Kehadiran Kami untuk partner pembiayaan.
Kendala berikutnya yaitu skema pendanaan berbasis bunga. Tentu hal ini akan memberikan keuntungan yang tidak seimbang. Khususnya bila client perusahaan molor dalam melakukan pembayaran. Tambah lagi jika vendor harus menyiapkan agunan aset.
Maka dari itu, hadirlah GARDHA CATERING ini untuk menyelesaikan problem tersebut. Dengan mempunyai visi membangun bersama dunia kuliner Indonesia, maka Kami berkomitmen memberikan pelayanan pendanaan sistem bagi hasil terbaik.
Sistem bagi hasil dalam hal ini berarti fokus indikatornya ke angka penjualan. Bagi hasil dibagi menjadi dua, bagi hasil berdasarkan profit atau omset. Nah, fokus Kami yaktu bagi hasil berdasarkan omset.
3. Skema bagi hasil omset (sharing revenue)
Kami memiliki skema yang tidak memberatkan vendor, yaitu bagi hasil. Dengan catatan tidak pula merugikan pendana dengan cara memakai indikator omset penjualan atau revenue sebagai prosentase pembagian laba.
Kenapa harus revenue? Karena Kami hanya ingin memonitoring kinerja vendor dari poin kontrak SPK atau PO yang dikeluarkan oleh perusahaan. Dan memberikan standar minimal yaitu sekitar 7% dari nilainya.
Dari angka 7% ini maka akan Kami bagi juga buat pendana perorangan. Tentu hal ini merupakan instrumen investasi yang jauh lebih menguntungkan namun tetap aman.
3. Kontak GARDHA CATERING
Bagi Anda yang berminat untuk menjadi pendana atas proyek SPK atau PO Kami, silahkan menghubungi instagram atau website resmi Kami.
Linknya ada di sini atau anda juga bisa ke sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H