Pemilu 2024 berlandaskan syariat islam,
Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024, disebut juga Pilpres 2024, adalah sebuah pemilihan presiden kelima secara demokratis di Indonesia untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024--2029 yang akan dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024Â
Pemilihan presiden adalah acara yang sangat penting dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi contohnya di negara kita sendiri,dalam proses pemilu tersebut banyak hal yang harus kita pertimbangkan contohnya dari segi latar belakang para kandidat tersebut seperti agama,ras,pengalaman dalam berpolitik dan lain-lain
Pemilu sangat perlu dilandasi dengan syariat islam Implementasi Etika Islam dalam sistem demokrasi dapat dicontohkan dengan memberikan ruang bagi partisipasi warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan agama atau etnis.Â
Pemerintah juga harus menjamin keadilan dalam pengambilan keputusan dan menghormati hak-hak minoritas. Jadi pemilu berlandasan syariat islam itu sangat perlu untuk masyarakat yang menganut agama islam,para kandidat pun akan sangat perlu menggunakan visi misi yang berlandasan pada agama karena agama sendiri adalah hal yang sulit untuk terpisahkan dari masyarakat,di semua agama pasti membentuk keyakinan,nilai dan etika sesorang oleh sebab itu orang yang faham ilmu agama akan terlihat menonjol.
Pada 2024, Indonesia akan kembali menyelenggarakan pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu). Animo serta kemeriahannya sudah mulai terasa sejak saat ini. Namun, hal lain yang terasa adalah menyeruaknya politisasi agama. Politisasi agama bukanlah hal yang elok untuk negara yang beraneka ragam seperti Indonesia. Hal tersebut seharusnya bisa dicegah agar tidak menimbulkan perpecahan atau friksi di masyarakat.
Mengantisipasi adanya politisasi agama menjelang Pemilu 2024, Kemenko PMK bekerjasama dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama DKI Jakarta mengadakan kegiatan "Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Moderasi Beragama Sebagai Antisipasi Politisasi Agama menjelang tahun Pemilu 2024 pada Kamis (16/6). Â
Mengawali kegiatan FGD, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama, Cecep Khoirul Anwar menyampaikan ucapan selamat datang dan terima kasih kepada seluruh narasumber dan peserta yang hadir.Â
Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Aris Darmansyah Edisaputra pada saat menyampaikan keynote speech sekaligus membuka kegiatan FGD menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong penguatan Moderasi Beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pemerintah mengusung Moderasi Beragama sebagai salah satu strategi dalam mendukung kebijakan pembangunan kerukunan umat beragama di Indonesia serta menyikapi keberagaman yang ada. Hal ini selaras dengan pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Moderasi Beragama adalah pilihan tepat dan selaras dengan jiwa Pancasila di tengah gelombang ekstremisme di berbagai belahan dunia.
Moderasi Beragama telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dengan masuknya Moderasi Beragama dalam RPJMN berarti menjadi mandat dan amanat bagi seluruh elemen bangsa Indonesia baik pemerintahan maupun masyarakat untuk menjalankannya.
Kegiatan FGD menghadirkan sejumlah pemateri diantaranya Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Umum Prof. Masykuri Abdillah; Staf Khusus Menteri Agama Hasanuddin Ali, Staf Ahli Mensikbudristek Prof. Muhammad Adlin Sila, Komisioner KPU Mohammad Afifuddin, serta tokoh dan pendamping keagamaan lintas agama.
Beberapa hal yang mengemuka dalam kegiatan FGD yakni bahwa pemilu sejatinya adalah pesta demokrasi dan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Peserta FGD sepakat bahwa demokrasi dalam praktiknya harus menghadirkan kebiasaan dan kebajikan di ranah publik. Ketika budaya demokrasi sudah terbangun secara mapan, maka kemungkinan konflik dan kekerasan yang terkait agama dapat dicegah. Sikap- sikap intoleran, yang disertai kekerasan baik secara fisik maupun verbal dalam politik dan menyangkutpautkan agama harus dihindarkan. Begitu juga dengan sikap beragama yang menimbulkan perpecahan dalam masyarakat tidak boleh ada di Indonesia.
Nilai demokrasi mengakui bahwa perbedaan dan keragaman adalah realitas yang harus diterima dan dirayakan. Karena keragaman akan menghasilkan inovasi dan kreatitas adalah energi positif bagi kemajuan bangsa.
Sikap moderat dalam beragama harus dibangun dan diperkuat mengingat adanya sekelompok masyarakat yang memiliki cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan/ ekstrem, memaksakan kehendak atas tafsir agama disertai semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.Â
Kegiatan- kegiatan Penguatan Moderasi Beragama dalam bentuk FGD, factory dan sejenisnya dirasakan sangat perlu untuk lebih banyak dilaksanakan terutama menyasar akar rumput termasuk komunitas remaja yang umumnya memiliki akses luas terhadap internet dan informasi, kalangan perempuan, disamping para peserta pemilu seperti partai- partai politik atau calon- calon anggota legislatif.
Penguatan Moderasi Beragama perlu terus didorong sebagai penguatan diri masyarakat untuk melawan hal negatif dari politisasi agama. Oleh karena itu, Kemenko PMK akan terus bersinergi dan berkolaborasi bersama kementerian dan lembaga lainnya guna mensosialisasikan Moderasi Beragama secara sistematis, terstruktur dan masif di kalangan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H