Sangat terkesan pengosongan lahan tersebut kurang professional sebab seperti kurang adanya persiapan yang matang yang dilakukan oleh pemerintah guna memahami situasi dan resiko yang akan di hadapi serta kepentingan dan harapan pihak-pihak terkait Â
Berdasarkan laporan dan pemberitahuan media massa,ternyata warga yang tinggal di kampung tua merasa berhak menguasai dan memanfaatkan lahan yang mereka tempati itu,karena lahan itu merupakan warisan secara turun temurun ,yang konon katnya para leluhurnya sudah tinggal dan mengelola lahan itu jauh sebelum kemerdekaan RI.karena itu,mereka berharap hak adat Masyarakat mereka di hargai dan dihormati oleh semuua pihak
Jadi sebenarnya,konflik yang dihadapi adalah konflik tenurial atau hak adat dengan adanya peraturan Menteri dalam negeri nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman dan pengakuan dan perlindungan Masyarakat hukum adat,seharusnya pemerintah dalam negeri melalui direktorat jenderal pemberdayaan Masyarakat dan desa segera turun tangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan yang diperlukan .
Sehubungan dengan terjadinya konflik tersebut,perlu dilakukan analisis Sejarah Kawasan di mana lahan itu berada, Termasuk juga kronologi penggunaan lahan itu dengan para pemangku kepentingannya. Selain itu, perlu dilakukan dengan menggunakan analisis regulasi dan kebijakan, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang terkait dengan konflik yang terjadi. Rombongan Komnas HAM mendengarkan aspirasi warga terkait konflik agraria dan bentrok warga di jembatan Barelang.
Pemilik dan penerima manfaat atas lahan Â
Mahfud MD menyebut bahwa negara telah memberikan ha katas pulau Rempang kepada sebuah entitas Perusahaan pada 2001-2002 berupa Hak Guna Usaha ( HGU ). Tetapi tanah tersebut belum digarap dan belum atau bahkan tak pernah dikunjungi.
Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 46 tahun 2007, BP batam adalah Lembaga pemerintah yang sekarang diberikan tugas dan wewenang untuk melaksanakan pengelolaan,pengembangan, dan Pembangunan Kawasan di kota Batam.
Tugas pemerintah adalah membantu Masyarakat menemukan keadilan dan kepastian hukum akan hak mereka. Sekiranya pemerintah tersebut ingin melakukan pendekatan berbasis hak terhadap warga yang terdampak, perlu diadakan proses peradilan yang seadil-adilnya bagi mereka. Pendekatan yang terbaik yaitu dengan cara bermusyawarah Bersama diatas kepentingan Bersama itu juga, agar tercipta sebuah peradilan dan hukum yang setara. Harus diakui bahwa terbatasnya perlindungan hukum atas hak Masyarakat Rempang menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya konflik ini.
Padahal,pasal 18B ayat (2) UUD 1945 jelas menyebutkan "negara mengakui dan menghormati keberadaan Masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan Masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia ,yang diatur dalam undang-undang".
Kritik dan Saran
 Oleh karena itu, demi menghindari konflik Rempang ini menjadi berkepanjangan, Pemerintah perlu berempati dan peduli kepada warga yang menuntut hak Masyarakat adat mereka dan mengambil Tindakan yang adil dan tepat. Selain itu, perhatian pemerintah atas hak Masyarakat adat di rempang akan mengangkat derajat pemerintah ditengah-tengah Masyarakat di dunia yang sudah lebih dulu mengakui adanya hak-hak Masyarakat adat berdasarkan United Nations Declaration on the Rights of Indegenous peoples (UNDRIP) pada tanggal 13 September 2007.