Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Masyarakat Tidak Kekurangan Sekolah, tetapi Minim Sekolah yang Berkarakter

6 Mei 2024   20:33 Diperbarui: 10 Mei 2024   08:34 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar. Menata tas secara rapi adalah membangun keterampilan hidup bagian pendidikan karakter. (Dokumentasi pribadi)

Pada saat diskusi dengan Dr. Cheah Lee Hwa, Head of the Humanistic Culture Department at Tzu Chi University of Science and Technology di Taiwan, kami mendapatkan banyak inspirasi untuk mempraktikkan pendidikan budaya humanis di sekolah. 

Salah satu pernyataan beliau yang memantik batin reflektif saya adalah berikut ini. "Masyarakat tidak kekurangan sekolah, tetapi masyarakat kekurangan sekolah yang membangun karakter anak-anak."

Ungkapan ini memperkuat keyakinan saya sebagai kepala sekolah bahwa pendidikan karakter menjadi kebutuhan mendesak bagi masyarakat Indonesia. Pernyataan ini sekaligus menjadi jawaban kenapa banyak sekolah swasta di Jakarta (di wilayah sekitar penulis) mengalami penurunan jumlah murid dan bahkan ada yang mulai tidak membuka PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru)

Bagaimana pendidikan karakter bisa dipraktikkan di sekolah?

Pertanyaan ini akan terus menjadi pencarian semua sekolah yang ingin survive atau yang ingin berkontribusi pada pembangunan kualitas manusia Indonesia.

Ada beberapa poin yang bisa kita refleksikan bersama dan barangkali bisa mulai kita praktikkan dalam skala kecil. Tidak harus menunggu ada kajian ilmiah yang disusun secara sistematis terlebih dahulu baru kita menerapkan di sekolah. 

Beberapa poin pendidikan karakter agar sekolah menjadi sekolah berkarakter berikut adalah bagian dari Pendidikan Budaya Humanis di Sekolah Tzu Chi.

  1. Pendidikan Karakter Terkait dengan Pendidikan Keterampilan Hidup

Di sekolah Tzu Chi pendidikan keterampilan hidup (life education) menjadi fokus praktik pendidikan di satuan dasar. Pada jenjang PAUD dan SD secara bertahap dikembangkan keterampilan hidup pada diri peserta didik.

Gambar. Menata sepatu secara rapi adalah praktik mengembangkan keterampilan hidup. (Dokumentasi pribadi)
Gambar. Menata sepatu secara rapi adalah praktik mengembangkan keterampilan hidup. (Dokumentasi pribadi)

Pembelajaran yang dilaksanakan baik di dalam kelas maupun diluar kelas akan mengembangkan keterampilan hidup para peserta didik. Misalnya peserta didik akan dilatih untuk bisa buang air kecil sendiri dan menyiram toilet setelah digunakan, siswa belajar menempatkan barang sesuai tempatnya secara rapi, siswa diajari bertanggung jawab terhadap kebersihan kelas dan sebagainya. 

Keterampilan hidup akan terus dilanjutkan dengan kompleksitas yang lebih besar pada tingkat berikutnya. Misalnya siswa belajar menyiapkan seragam sekolah sendiri dengan cara menyetrika baju, mengepang rambut dan seterusnya

Keterampilan hidup seperti apa yang akan dikembangkan oleh setiap sekolah tentu disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik atau masyarakatnya. 

Keterampilan hidup peserta didik yang hidup dalam keluarga nelayan akan berbeda dengan kebutuhan keterampilan hidup peserta didik yang dibesarkan dalam keluarga pedagang.

Sedangkan untuk pendidikan karakter pada jenjang satuan pendidikan menengah fokus pada membangun arah hidup (establish life education). 

Praktik pembelajaran seperti apa yang bisa mengembangkan arah hidup yang benar tentu saja sangat beragam dan bisa disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik. Misalnya pendidikan seksual bisa diberikan kepada peserta didik untuk membantu membangun arah yang benar. 

Praktik memilah sampah bisa mengarahkan peserta didik untuk mempunyai arah hidup yang menghargai lingkungan tempat tinggal mereka dan seterusnya. 

JIka kita akan mengembangkan pendidikan karakter kita harus mengembangkan keterampilan hidup peserta didik.

  1. Pendidikan Karakter Terkait dengan Estetika, Etika dan Moral

Ketika kita bicara mengenai etika sesungguhnya kita sedang bicara penghormatan terhadap diri sendiri. Suatu hari anak saya mengurus surat kehilangan di kantor kepolisian. 

Anak saya menggunakan sandal (bukan sandal jepit). Di kantor polisi anak saya disuruh pulang karena tidak boleh masuk ruang kerja hanya tidak menggunakan sepatu. 

Kejadian ini akan debatable. Anda boleh saja tidak setuju. Tapi saya bilang ke anak saya, turuti apa yang dikatakan tuan rumah. Ini adalah estetika. 

Seorang yang berpakaian rapi dan sopan pada saat yang tepat, tempat yang tepat, ia menghargai diri sendiri. Kenapa kita menuntut peserta didik berpakaian rapi dan berseragam sesuai ketentuan, itu karena kita sedang mengajar peserta didik untuk menghargai diri sendiri.

Sedangkan etika dan moral adalah terkait dengan relasi dengan orang lain, masyarakat dan alam semesta. Seorang yang berkata kasar kepada orang lain, ia telah melanggar etika dan orang yang merusak alam lingkungan misalnya membuang sampah sembarangan sebenarnya ia telah melanggar moral. Terkait dengan estetika, etika dan moral dapat dikembangkan lebih lanjut.

  1. Pendidikan Karakter Terkait dengan Pengendalian Diri

Dr. Cheah Lee Hwa mengatakan bahwa "Pendidikan karakter dimulai dari pengendalian diri/disiplin diri" Pernyataan ini bagi saya sangat menarik sekaligus memancing daya reflektif saya. 

Dari kejadian sehari-hari kita menjumpai banyak tindakan seseorang yang akhirnya menyebabkan orang lain dan diri sendiri menderita karena orang tersebut tidak mampu mengendalikan diri. Kita masih ingat Mario Dandy dijatuhi hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp 25 miliar karena menganiaya David Ozora. 

Mario Dandy tidak bisa mengendalikan diri sehingga tindakannya berakibat fatal bagi dirinya dan orang lain. Kasus bullying di lingkungan sekolah juga terjadi karena anak tidak bisa mengendalikan diri. 

Seorang kepala SMK di Nias Selatan menampar siswanya hingga meninggal. Ini terjadi karena ketidakmampuan mengendalikan emosi. 

Gambar. Pentingnya kemampuan mengendalikan emosi untuk hidup yang berkelimpahan (Sumber: kompas.com)
Gambar. Pentingnya kemampuan mengendalikan emosi untuk hidup yang berkelimpahan (Sumber: kompas.com)

Kemampuan mengendalikan diri ini sangat penting bukan hanya bagi pendidikan karakter tetapi juga prasyarat terciptanya keseimbangan batin dalam diri kita. Ini adalah awal bagi kehidupan yang berkelimpahan.

Setiap satuan pendidikan bisa menyusun kegiatan yang mengembangkan kemampuan peserta didik mengendalikan diri. Salah satu praktik baik itu adalah membuat refleksi. Kegiatan membuat refleksi sangat efektif untuk mengasah kemampuan ini. 

Pembelajaran yang berbasis pada masalah mampu mengembangkan kemampuan ini karena peserta didik akan aktif dan kritis dalam pembelajaran. Praktik pembelajaran di luar kelas yang membuat peserta didik mampu bersyukur juga bisa mengasah kemampuan mengendalikan diri. 

Karena peserta didik yang mampu bersyukur akan mudah berempati pada orang lain. Orang yang punya rasa empati adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dalam situasi,

Di atas semua itu adalah keteladanan pendidik. Seorang pendidik tidak mungkin mengajarkan kepada peserta didik kedisiplinan dan pengendalian diri jika pendidik tersebut tidak mampu mengendalikan diri. Menjadi contoh dan teladan adalah praktik pendidikan karakter  yang efektif. 

Menutup refleksi ini kita bisa mengevaluasi program kegiatan sekolah kita masing-masing dan bertanya diri sudah sejauh mana praktik pembelajaran di sekolah kita mengembangkan karakter peserta didik sehingga sekolah kita menjadi sekolah yang berkarakter? Anda bisa menggunakan tiga poin di atas sebagai alat bantu refleksi. 

((Purwanto_Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi_Sharing ini adalah tulisan ketiga saya dalam rangka merefleksikan perjalanan pulang ke kampung halaman batin di Hualien Taiwan berjumpa dengan pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun