Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perjalanan ke Kampung Halaman Batin, Berjumpa dengan Master Cheng Yen, Pendiri Yayasan Tzu Chi

1 Mei 2024   15:15 Diperbarui: 1 Mei 2024   15:16 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar. Master Cheng Yen dengan Master Yin Sun (Sumber gambar: https://www.tzuchi.or.id)

Sekolah seperti lembaga jasa lainnya harus selalu merefleksikan dan mengevaluasi diri apakah praktik yang dilaksanakan masih (sudah) berjalan pada jalan benar. Untuk memastikan hal itu sekolah bisa kembali melihat amanat pendiri sekolah. "Untuk misi apa sekolah itu dulu didirikan?" Melihat amanat pendiri akan lebih mudah bagi sekolah swasta ketimbang sekolah negeri.

Selama satu pekan, 20-27 April 2024 Tim yang terdiri dari 33 personal Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi pergi ke Hualien, Taiwan untuk melaporkan praktik pendidikan yang telah dilaksanakan 20 tahun kepada pendiri TZU CHI yakni Master Cheng Yen. Perjalanan ke Taiwan untuk berjumpa dengan Master Cheng Yen kami maknai sebagai Perjalanan ke Kampung Halaman Batin. Karena disinilah kami akan menemukan kebenaran dari praktik pendidikan di sekolah kami. Di sinilah kami akan mendapatkan kekuatan baru untuk mempraktikkan pendidikan yang benar. Di sinilah kami akan menuhkan jalan stratergis agar praktik pendidikan di sekolah menjadi ladang berkah bagi siswa, guru dan masyarakat. Karena di Griya Master ini kami menimba semangat sebagai guru humanis dari sumber aslinya.  

Saya akan sharing beberapa hari ke depan untuk menyampaikan refleksi perjalanan ke kampung halaman batin di Hualien Taiwan, ke pusat pendidikan Tzu Chi. Nah untuk itu penting saya sampaikan beberapa istilah penting yang akan saya gunakan untuk refleksi tulisan-tulisan saya. Tulisan ini adalah tulisan refleksi pertama.

Master Cheng Yen

Nama asli beliau adalah Chin-yun. Lahir pada 4 Mei 1937. Masa sulit yang dialami karena situasi perang dunia 1 membuat Ching-yun memiliki pertanyaan besar terkait dengan makna hidup didunia. Ia mengalami guncangan besar ketika ayahnya meninggal secara mendadak. Pada saat itu ia mulai mengarahkan hidupnya pada pencarian makna hidup secara lebih mendalam. Pada usia 24 tahun, Chin-yun memutuskan untuk hidup monastik menjadi seorang biksuni yang mengabdikan hidupnya untuk melayani semua orang.

Pertumbuhan hidup spiritualnya makin berkembang setelah bertemu dengan Master Yin Sun, Mahabiksu sekaligus cendekiawan terkemuka dalam Buddhisme Tiongkok di Taipei.

Setelah ditahbiskan menjadi biksuni, beliau diberi nama Dharma Cheng Yen. Kalau di dalam konteks hidup membiara agama Katolik nama ini adalah nama biarawan/biarawati.

Setelah itu beliau kembali ke biara Pu Ming di Hualien yang sampai sekarang menjadi pusat pelatihan para relawan Tzu Chi dan biara para biksuni, murid Master Cheng Yen. Biara Pu Ming di Hulien inilah yang menjadi kampung halaman batin semua relawan Tzu Chi seluruh dunia.

Disinilah pula kami dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi menimba pengetahuan dan kebijaksanaan Master Cheng Yen selama 1 pekan.

Gambar. Master Cheng Yen dengan Master Yin Sun (Sumber gambar: https://www.tzuchi.or.id)
Gambar. Master Cheng Yen dengan Master Yin Sun (Sumber gambar: https://www.tzuchi.or.id)

Master Chen Yen Mendidikan Tzu Chi

Pada bulan Mei 1966 Master Cheng Yen mendirikan Tzu Chi sebagai yayasan badan amal. Pendirian badan amal ini terpantik dari dua peristiwa yang sangat menyentuh batinnya, yaitu bercak darah dan kunjungan 3 biarawati Katolik kepada Master.

Bercak dara adalah [engalaman yang sangat menyakiti batinya. Pada waktu beliau mengunjungi pasien di sebuah klinik, beliau melihat ada bercak darah di lantai. Perawat klinik menjelaskan bercak darah itu berasal dari seorang wanita penduduk asli yang mengalami pendarahan persalinan dan harus dibawa pulang karena tidak mampu membayar biaya persalinan. Mendengar itu hati Master sangat sedih lalu muncul pertanyaan "apa yang harus saya lakukan untuk membantu orang-orang miskin dan tidak mampu?" Tidak lama berselang ada 3 biarawati Katolik berkunjung kepada Master. Perbincangan ketika biarawati tersebut seputar pertanyaan apa yang dilakukan umat Buddha untuk membantu orang-orang miskin, seperti yang dilakukan para biarawati Katolik. Dari dua peristiwa itu Master memutuskan mendirikan badan amal Tzu Chi untuk membantu orang-orang miskin. 

Dari misi amal kemudian Master mengembangkan misi kesehatan. Master mendirikan rumah sakit yang memberi pelayanan kepada orang miskin untuk berobat tanpa ada uang muka (deposit). Misi kesehatan ini harus dilayani oleh para dokter dan perawat yang mempunyai hati welas asih kepada semua manusia.  Karena itu kemudian Master mengembangkan misi pendidikan. Ketiga misi tersebut didasarkan pada misi budaya humanis yaitu gan en zun zhong ai (bersyukur, menghormati dan mencintai) Tiga prinsip ini mendasari semua misi yang ada di Tzu Chi.  Saat ini di Tzu ada 4 misi yaitu misi amal, kesehatan, pendidikan dan budaya humanis.

Empat misi ini bergerak bersama-sama dan dilakukan atas keyakinan bahwa semua makhluk di dunia mempunyai cinta universal. Karena itu jika kita mendengar bahwa di Tzu Chi digerakkan vegetarian ini bukanlah pertama-tama aturan atau perintah agama tetapi kesadaran bahwa semua makhluk memiliki perasaan yang ingin dicintai dan mencintai. Kesadaran bahwa semua makhluk ingin dicintai lalu muncul praktik bervegetarian adalah hasil dari belajar. Kita akan melihat bahwa pendidikan di sekolah Tzu Chi lebih menitik beratkan pada pengembangan karakter. Karena karakter inilah yang akan sangat menentukan perubahan di dalam masyarakat (dunia) agar damai dan bebas dari bencana. Belajar haruslah mengembangkan kesadaran, dan kesadaran ini memunculkan perilaku yang baik atau yang kita sebut berbudaya humanis.

Pertanyaannya, "Bagaimana praktik pendidikan di sekolah agar bisa mengembangkan kesadaran yang melahirkan perilaku budaya humanis?" Saya akan sharingkan pada tulisan berikutnya. "Mendidik satu anak berarti mendidik satu keluarga, mendidik satu keluarga berarti mendidik masyarakat" (Master Cheng Yen)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun