Namun dibalik wajah yang berkerut, kering dan aroma pengap, saya menangkap dari sinar mata mereka kekuatan menghadapi derita. Mereka menerima kenyataan hidup seperti yang saya tangkap sebagai kenyataan yang harus dijalani dengan ikhlas dan tidak mengeluh. Buktinya mereka tetap bekerja, apa pun yang bisa mereka kerjakan utuk menghasilkan uang, sekecil apapun itu hasilnya. Mereka kerjakan dengan sungguh-sungguh.
Saya sungguh terhenyak sesaat dalam renungan diriku. Terkadang saya merasa pekerjaan sebagai sebuah beban. Padahal melalui pekerjaan itu saya mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Ya, ini adalah kritik sosial sekaligus kiritik diri.
Bagai saya kegiatan membagi kupon di bulan Ramadan kepada warga yang sangat membutuhkan  menjadi kritik sekaligu evaluasi diri. Kepada mereka saya belajar menghadapi kesulitan bagian dari hidup yang perlu dijalani dengan tabah dan tidak mengeluh. Mengerjakan pekerjaan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ya, dari mereka saya belajar mensyukuri hidup saya. Dari mereka saya belajar mensyukuri pemberian orang lain. "Terima kasih Ibu saya sudah dilibatkan dalam kegiatan pembagian kupo hari ini" Ucapan ini saya sampaikan kepada ketua tim setelah selesai kami membagi kupon. Tidak lupa saya tambahkan dalam pesan WhatsApp itu, "Semoga ibu dan keluarga selalu diberi kesehatan dan kesejahteraan sehingga terus bisa membantu banyak orang" Dalam hati saya pun mohon kepada Tuhan agar mereka, para penerima kupan diberi kesehatan dan rejeki yang cukup untuk kehidupan sehari-hari.
Artikel ini adalah refleksi penulis sebagai bagian pengasahan hati sekaligus menantang diri untuk berbagi kebaikan melalui tulisan dalam ajang tantangan samber thr, samber 2023 hari 9)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H