"Ah, sama saja Kurikulum Merdeka dengan kurikulum sebelumnya. Kami ga ada yang berubah" ungkap seorang guru dalam obrolan singkat. Obrolan itu terjadi ketika kami duduk santai saat mendampingi anak-anak mengikuti lomba. "Kami tidak pernah mendapatkan pelatihan mengenai kurikulum ini. Kepala sekolah saya juga tidak paham soal Kurikulum Merdeka." Â Guru ini terus menceritakan kondisi sekolahnya yang menurutnya dalam kondisi parah soal kurikulum. Seperti terjadi pembiaran pada cara guru mengajar. Saya sangat serius mendengarkan. Pikirku, "Benar, dukungan manajemen sekolah menentukan sukses Kurikulum Merdeka"
Ini bukan kisah satu-satunya terkait kendala yang dihadapi guru akibat kepala sekolah atau manajemen tidak proaktif mendukung implementasi Kurikulum Merdeka. Saya banyak temukan guru merasa terbelenggu alias tidak merdeka, tidak hepi ngajar karena melaksanakan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila asal melaksanakan. Tidak tahu mulainya dari mana lalu apa yang harus dilakukan bersama peserta didik.
Baca: Pembentukan Karakter, Tujuan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
Kalau kita bertanya kepada kepala sekolah soal dukungan terhadap implementasi Kurikulum Merdeka, pasti mereka akan menjawab, "mendukung banget" Tapi jawaban itu tidak ada artinya ketika tidak diikuti dengan tindakan yang mencerminkan semangat perubahan.
Menteri Pendidikan, Nadiem Anwar Makarim, mencanangkan program Merdeka Belajar dengan tujuan untuk mengubah wajah pendidikan kita. Wajah Pendidikan yang menggambarkan wajah peserta didik yang hepi belajar, tidak terkungkung oleh ruang kelas. Melainkan peserta didik yang secara bebas mengekspresikan diri dan kompetensinya. Mereka bisa mendapatkan pengalaman belajar di dalam setiap aktivitas pembelajaran.
Ini hanya mungkin terjadi ketika pendidik melaksanakan pembelajaran yang berkualitas, yaitu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Perubahan dari teacher-sentris ke student-sentris; dari materi ajar sebagai objek pembelajaran menjadi materi ajar sebagai sarana belajar-refleksi.
Untuk mengubah pola dan pendekatan pembelajaran seperti itu, guru harus mempunyai paradigma baru dalam pembelajaran. Paradigama baru yang mendasari praktik baik pembelajaran di kelas, termasuk asesmen. Paradigma ini juga mengubah pola interaksi antara pendidik dengan peserta didik.
Apakah pendidik bisa serta merta berubah paradigma pembelajarannya dengan perubahan kurikulum? Tentu tidak. Perubahan ini dirancang dan dilaksanakan melalui berbagai pelatihan yang konstans. Di sinilah peran penting manajem atau pengelola sekolah. Inilah yang disebut manajemen transformative. Tidak ada perubahan dalam tata kelola (manajemen), jangan berharap akan terjadi perubahan paradigma baru dalam pembelajaran. Motor penggerak perubahan manajemen adalah kepala sekolah.
Perubahan Besar Mulai dari Perubahan Kecil