Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karakter itu Sifat Dasar Bawaan atau Hasil Pengasuhan?

21 Januari 2023   10:51 Diperbarui: 22 Januari 2023   20:33 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar.  Bp. Yordan setelah berdiskusi mengenai Pendidikan Karakter di Sekolah (dok.Pri)

Jumat, 20 Januari 2023, saya mendapat kunjungan tamu praktisi pendidikan. Seorang anggata DPRD Jawa Timur,  Bp. Yordan . M. Batara Goa. Beliau juga dosen, dan pengurus Yayasan persekolahan Kristen di Surabaya. "Bagaimana Bapak melaksanakan Pendidikan karakter di sekolah?" pertanyaan yang jamak ditanyakan setiap saya mendapatkan tamu yang ingin belajar bersama soal praktik baik pengembangan karakter siswa. Pertanyaannya adalah karakter itu sifat dasar (bawaan) atau hasil dari pengasuhan?

Gambar ilustrasi. Yordan . M. Batara Goa saat berkunjung ke sekolah SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Dok. Pri) 
Gambar ilustrasi. Yordan . M. Batara Goa saat berkunjung ke sekolah SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Dok. Pri) 

Seorang penulis biografi dan esai dari Yunani (46 SM), Plutarch dalam esainya yang berjudul "On Education" menceritakan kisah berikut ini untuk menjawab pertanyaan itu. Ia menceritakan kisah tentang legislator Sparta bernama Lycurgus. Lycurgus mengambil dua anak anjing dari induk yang sama dan dibesarkan dengan cara yang berberda.

Satu anak anjing dia manjakan. Setiap pagi disediakan makanan dalam piring. Sedangkan anak anjing kedua dilatih menjadi binatang buruan yang pintar. Setiap kali mau makan, anak anjing ini harus berjuang mengatasi rintangan-rintangan untuk mendapatkan makanan.

Beberapa bulan kemudian Plutarch menunjukkan betapa besar pengaruh kebiasaan, pendidikan dan pelatihan. Dia membawa ke luar dua anak anjingnya dan menaruh sepiring makanan yang isinya daging dan seekor kelinci. Anak anjing pertama langsung mendekati piring makanan sedangkan anak anjing kedua berlari mengejar kelinci.

Dari cerita ini Plutarch menyampaikan pesan moralnya: anak anak anjing dari induk yang sama ketika dibesarkan dengan cara yang berbeda, akan menghasilkan sifat/kecenderugnan dominan yang berbeda. Manusia sama saja, kata Plutarch: Pendidikan adalah, dan harus menjadi pembentuk utama karakter (The Greatest on Leadership, hal 179)

Keyakinan bahwa karakter bukan faktor genetik (bawaan) melainkan hasil pengasuhan menjadi dasar praktik pendidikan karakter di sekolah. Angela Duckworth menguraikan tesis ini secara gamblang dalam buku yang sangat terkenal, Grit:Kekuatan Passion + Kegigihan.

Lalu pengasuhan seperti apa yang bisa dipraktikkan untuk mengembangkan pendidikan karakter? James Clear dalam bukunya Atomic Habits menawarkan sebuah pendekatan pembiasaan yang bisa membantu sekolah untuk melaksanakan Pendidikan karakter.

SMA Cinta Kasih Tzu Chi memiliki model pembiasaan pendidikan karakter terintegrasi dan menjadi bagian pembelajaran setiap hari. Misalnya kami setiap pagi melakukan pembiasaan kerapihan, kesantunan, kebersihan, keramahtamahan dan kesopanan (5 K). Untuk membiasakan kerapihan, semua siswa menggunakan seragam sekolah yang sama, peserta didik puteri rambut dikepang, dan laki-laki rambut pendek rapi. Saya yakin semua sekolah punya kebiasaan ini.

Sebelum memulai pelajaran, kami punya kebiasaan berbaris di depan kelas. Guru jam pertama memeriksa kerapihan siswa, lalu yang rapi boleh masuk kelas setelah menyebutkan satu kata bahasa Inggris dan Mandarin (spelling bee hari sebelumnya), kemudian dilanjutkan doa pembuka, menyanyikan lagu Idonesia Raya, dilanjutkan dengan silent sitting, kata perenungan dan spelling bee.

"Di setiap sekolah pasti ada peserta didik yang melanggar peraturan. Bagaimana cara melakukan pembinaan terhadap peserta didik seperti ini?" Pertanyaan Pak Yordan kepada saya.

Di sekolah kami tidak ada istilah "hukuman". Yang ada adalah konsekuensi dari tindakan. Ini berbeda dengan hukuman. Kata hukuman selalu berkonotasi negatif. Sedangkan kata "konsekuensi" berkonotasi positif karena ada makna bertangungg jawab atas perbuatannya. Kami memberi konsekuensi kepada peserta didik yang melanggar peraturan dengan melakukan kebaikan. Misalnya siswa menyirami bunga, atau kunjungan ke rumah sakit atau kunjungan ke panti asuhan.

Tidak ada kosekuensi siswa menulis kalimat yang sama sejumlah ribuah baris. Atau siswa berdidri di luar kelas atau skorsing. Praktik seperti ini sudah tidak kami gunakan. Masih banyak praktik yang kami lakukan untuk mengembangkan karakter siswa.

Gambar Ilustrasi. Buku Pedoman Guru Humanis menjadi pedoman guru SMA Cinta Kasih Tzu Chi dalam pendidikan karakter (sumber: https://www.jingsi.co.id/)
Gambar Ilustrasi. Buku Pedoman Guru Humanis menjadi pedoman guru SMA Cinta Kasih Tzu Chi dalam pendidikan karakter (sumber: https://www.jingsi.co.id/)

Dalam upaya melaksanakan pendidikan karakter semua warga sekolah harus mempunyai paradigma yang sama, pendidikan itu proses. Ketika peserta didik melakukan kesalahan yang sama lebih dari dua kali berarti harus ada proses yang dievaluasi. Praktik ini berdasarkan pada nasihat bijak Master Cheng Yen (Pendiri Tzu Chi) "Tidak ada anak yang bandel. Yang ada adalah guru belum menemukan cara yang tepat untuk mendampingi mereka" Karena karakter adalah hasil pengasuhan, pendidikan dan pelatihan maka kita harus kreatif mencari cara efektif untuk mendampingi peserta didik. Jika Plutarch bisa melatih anak anjing menjadi binatang buruan, tentu manusia bisa dilatih (berlatih) menjadi manusia yang humanis. Itulah keyakinan kami. (Purwanto-kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi. IG: Masguspung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun