Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Bacalah Rapor Pendidikan dengan Benar agar Tidak Salah Langkah Perbaikan

18 Januari 2023   20:29 Diperbarui: 18 Januari 2023   21:05 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik membaca artikel kompasianer, Riduannor, "Kepala Sekolah bukan Guru Penggerak, Rapor Mutu Pendidikan Merah". Membaca judul itu saya menangkap kesan bahwa status kepala sekolah-apakah dari guru penggerak atau bukan- yang menentukan merah tidaknya rapor pendidikan.

Penulis artikel tersebut menulis demikian, "Kalau dilihat dari indikator ini tentunya hampir semua sekolah masih berwarna merah. Karena dari sekian persen peserta CGP yang sudah lulus dan dinyatakan sebagai Guru Penggerak dan diangkat sebagai Kepala Sekolah hanya 0,11 persen secara nasional. Bagi satuan sekolah yang Kepala Sekolahnya dari Guru Penggerak akan berwarna hijau." Di sinilah saya berpikir, kita harus tahu cara membaca rapor Pendidikan agar tidak salah langkah perbaikan.

Bukan Rapor Mutu Pendidikan, Tapi Rapor Pendidikan

Istilah yang benar adalah Rapor Pendidikan, bukan Rapor Mutu Pendidikan. Ini penting karena Rapor Mutu Pendidikan memiliki instrumen yang sangat berbeda dengan Rapor Pendidikan.

Rapor Mutu Pendidikan-betul sekarang tidak ada-adalah hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang diisi oleh kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua secara proporsional. Sedangkan Rapor Pendidikan bukan hasil evaluasi diri sekolah melainkan hasil instrumen evaluasi yang merupakan refleksi yang diisi oleh siswa (45 siswa untuk SMA). Sedangkan kepala sekolah dan guru mengisi hanya pada instrument sulingjar (Survei Lingkungan Belajar)

Rapor Pendidikan tidak mengukur 8 Standar Nasional Pendidikan di satuan  pendidikan, melainkan hanya mengukur kemampuan literasi, numerasi dan karakter siswa; dan lingkungan belajar yang meliputi iklim keamanan, iklim gender, kebinekaan dan inklusivitas. Sedangkan untuk kompetensi GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) diukur dalam kaitan dengan proses hasil belajar. Karena itu pada bagian kompetensi GTK mencakup tiga hal: uji kompetensi guru, pengalaman pelatihan dan proporsi GTK Penggerak. Instrumen Rapor Pendidikan diturunkan dari 8 Standar Nasional Pendidikan.

Nampaknya Sdr. Riduannor melihat "Proporsi GTK Penggerak" sebagai penentu merah atau tidaknya Rapor Pendidikan dan dikaitkan dengan kepala sekolahnya berasal dari guru penggerak  atau bukan. Ini kesimpulan yang kurang tepat. Karena yang dimaksudkan dengan "Proporsi GTK Penggerak" ini adalah seberapa besar GTK satuan pendidikan itu yang termasuk program sekolah penggerak. Artinya begini, semakin besar jumlah guru penggerak tentu akan semakin besar guru yang mendapatkan pelatihan. Bagian ini lebih mau mengukur tingkat persentase guru yang mendapatkan pelatihan. Karena pelatihan selalu berbanding lurus dengan kompetensi.

Gambar ilustrasi. tiga hal yang terkait Kompetensi GTK. Proporsi KTK Penggerak tidak sama dengan kepala sekolah harus dari CGP (Dok.Pri)
Gambar ilustrasi. tiga hal yang terkait Kompetensi GTK. Proporsi KTK Penggerak tidak sama dengan kepala sekolah harus dari CGP (Dok.Pri)

Contonya adalah sekolah saya. Saya adalah kepala sekolah yang bukan berasal dari CGP (Calon Guru Penggerak). Guru-guru saya pada saat Rapor Pendidikan tahun 2022 muncul belum ada yang CGP. Pada bagian "Proporsi GTK Penggerak" tertulis indikator belum relevan. Belum relevan karena tidak ada data yang bisa diukur.  Hal itu karena belum ada CGP atau bahasa awamnya belum ada yang ikut pelatihan sekolah penggerak. (Silakan baca Buku Panduan Capaian Hasil Asesmen Nasional untuk Satuan Pendidikan hal. 2)

Gambar ilustrasi. Proporsi GTK Penggerak, persentase GTK yang mendapatkan pelatihan karena program guru/sekolah penggerak
Gambar ilustrasi. Proporsi GTK Penggerak, persentase GTK yang mendapatkan pelatihan karena program guru/sekolah penggerak

Kesimpulan

Tulisan ini sekadar sharing pemahaman berdasarkan bedah buku Panduan Capaian Hasil Asesmen Nasional. Tentu sharing ini juga tidak sempurna. Namun demikian, saya bisa memberi afirmasi terkait Rapor Pendidikan sebagai berikut

1. Rapor Pendidikan ini berbeda dengan Rapor Mutu Pendidikan

2. Rapor Pendidikan tidak mengukur mutu 8 Standar Nasional Pendidikan di satuan Pendidikan tetapi mengukur  hasil proses pembelajaran. Yang diukur adalah literasi, numerasi, karakter dan lingkungan belajar.

3. Fokus sumber ukur Rapor Pendidikan adalah peserta didik (45 siswa untuk SMA)

4. Rapor Pendidikan bukan EDS melainkan hasil refleksi karena itu selain ada hasil, juga ada rekomendasi yang harus diprogramkan untuk perbaikan

5. Merah tidaknya Rapor Pendidikan tidak ditentukan apakah kepala sekolahnya berasal dari CGP atau bukan

6. Tindaklanjut perbaikan dari Rapor Pendidikan sebagian besar akan diarahkan pada pemanfaatan PMM (Plaform Merdeka Mengajar) dan atau pelatihan baik peserta didik maupun GTK yang berbasis pada ARKAS (Aplikasi Rencana Kegiatan dan Angggaran Sekolah) yang dibiayai oleh pemerintah melalui dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)

Saya terlibat di dunia pendidikan sejak tahun 2000. Pergantian kurikulum telah beberapa kali saya lewati. Tidak ada kurikulum yang sempurna. Setiap awal pergantian kurikulum selalu ada pro dan kontra. Sebagai Kepala sekolah yang saya butuhkan bukan seperangkat kurikulum yang sempurna, tetapi guru yang mempunyai semangat belajar. Karena guru pembelajar adalah guru yang adaptif. Dan guru seperti inilah yang dibutuhkan pada era digital sekarang ini. (Purwanto-kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi. IG: Masguspung)



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun