Pada 06 Mei 2020 saya diberi kesempatan sharing mengenai kepemimpinan sekolah yang cerdas dan humanis kepada para trainer MWS (MiniWorksopSeries). Sebuah kesempatan yang sangat berharga sekaligus menantang bagi saya. Pasalnya saya mempresentasikan gagasan kepemimpinan sekolah di hadapan para pemimpin dan trainer yang telah berpengalaman memberi pelatihan dan coaching.
Bicara mengenai kepemimpinan sekolah yang cerdas dan humanis, setiap orang bisa mempunyai sudut pandang yang berbeda. Pada kesempatan tersebut saya lebih banyak sharing pengalaman, pengamatan dan pengetahuan saya ketika saya menjadi pengelola di sekolah swasta Katolik dan di Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Saya mengangkat topik tersebut berdasarkan keprihatinan saya melihat kondisi banyaknya sekolah swasta yang mengalami penurunan jumlah siswa. Keprihatian saya mendapatkan penguatan dari persoalan yang dihadapi oleh LPK (Lembaga Pendidikan Katolik), yang diungkap pada saat mereka mengadakan symposium Nasional pada awal Januari 2020 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Persoalan yang diungkap dalam symposium tersebut jauh lebih banyak memberi gambaran persoalan kualitas sumber daya manusia, dan ketidakselarasan antara idealitas dengan realitas.
Sebagai sebuah refleksi pribadi yang saat ini berkecimpung di Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, saya melihat persoalan karakter menjadi persoalan mendasar dan mendesak untuk diangkat dan dihidupi oleh sekolah-sekolah swasta.Â
Keyakinan ini saya dasarkan pada kekuatan sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang mengembangkan setiap siswa dari karakter (heheh buka rahasia nih), dan setiap kali wawancara dengan orang tua calon peserta didik, pertimbangan mereka menyekolahkan putera dan puterinya adalah Pendidikan karaktter. Pendidikan karakter di sekolah kami disebut Pendidikan budaya humanis.
Tiga Komponen Penting
Dalam refleksi saya ada tiga komponen penting yang menentukan sekolah itu menjadi sekolah cerdas dan humanis.
- Guru Cerdas dan Humanis
- Kurikulum Cerdas dan Humanis
- Penyelenggara yang Cerdas dan Humanis
Tiga komponen tersebut sangat amat penting dalam mewujudkan sekolah yang cerdas dan humanis. Pada sharing tersebut saya membatasi pada satu komponen, yakni guru cerdas dan humanis. Sedangkan dua komponen lainnya menjadi pokok pembahasan berbeda.Â
Dari tiga komponen tersebut, komponen pertama yaitu guru menjadi yang paling pokok dalam arti sangat menentukan komponen yang lainnya. Misalnya, seorang guru cerdas dan humanis ketika menghadapi ketidaksempurnaan kurikulum akan lebih mampu mendesain pembelajaran yang humanis.Â
Demikian juga ketika menghadapi penyelenggara yang tidak cerdas dan tidak humanis, guru cerdas dan humanis mampu menghadapi secara humanis.