Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan Mulia di Balik Krisis Pandemi Covid-19: Hiduplah Sederhana

29 April 2020   16:56 Diperbarui: 29 April 2020   16:54 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jane Goodall (Sumber:https://science.howstuffworks.com/)

Siapa yang berharap petaka? Tidak ada satu orang pun yang berharap bencana atau krisis dalam hidupnya, apalagi merancangnya. Tetapi sering tidak disadari setiap perilaku manusia sesungguhnya membawa konsekuensi dalam dalam hidupnya. Ketidaksadaran akan hal seperti inilah yang kerap menyebabkan bencana atau petaka dalam kehidupan.

Manusia sejatinya hidup tercipta untuk hidup bersama (live together; atau live with). Ini membawa konsekuensi langsung setiap tindakannya bahkan ketika masih dipikirkan selalu berhubungan (terkoneksi) dengan dunia diluar dirinya-bisa manusia lain atau alam fisik lain. Dengan pemahaman seperti ini, setiap tindakan manusia berdampak atau membawa konsekuensi mengenai dunia luar dirinya.

Tindakan positif akan berdampak pada penciptaan dunia yang lebih baik. Tindakan negatif akan membawa konsekuensi negatif pada dunianya. Berdasarkan pada pemahaman ini saya setuju dengan pendapat Primatolog Inggris Jane Goodall bahwa pandemi coronavirus disebabkan oleh pengabaian manusia terhadap alam dan rasa tidak hormat terhadap hewan.

Pendapat senada disampaikan oleh tokoh agama Gereja Katolik Indonesia, Prof. Dr. Kardinal Ignatius Suharyo, "Kondisi yang dialami manusia saat ini tidak terlepas dari perilaku yang penuh dengan kesombongan dan keserakahan melalui tindakan perusakan alam"

Pesan Mengubah Pola Hidup Menjadi Sederhana

Memang banyak sekali pendapat soal penyebab pandemi corona. Bagi saya dua pendapat di atas menjadi pengingat yang sangat serius agar kita mengubah pola hidup menjadi hidup sederhana.

Rasa tidak hormat terhadap alam dan hewan adalah bentuk kelihatan dari kesombongan dan keserakahan manusia. Tindakan yang kemudian menyebabkan ketidakseimbangan dalam semesta ini, sehingga berbagai petaka hadir menimpa manusia-salah satunya adalah pandemi corona-sesuungguhnya konsekuensi dari tindakan manusia.

Alam semesta saat ini sungguh sakit kronis. Apakah hal ini tidak membuat kita sadar diri untuk berbalik kepada fitrah yang adalah manusia mulia untuk hidup dalam kesederhaan atau keseimbangan dalam semua hal.

Semua agama mengajarkan betapa manusia sejatinya harus hidup dalam kesederhanaan. Yang saya maksudkan hidup sederhana adalah hidup dalam keseimbangan. Sederhananya dalam masyarakat modern seperti sekarang, ketika kesombongan dan keserakahan dibungkus secara apik dalam 3 F ( Fun, Food dan Fashion), dalam ketiga F itu kit aharuas seimbang. Misalnya fun (kesenangan) tidak dilarang manusia senang tetapi kesenangan yang seimbang dalam porsi, tempat, waktu dan lingkungan.

Demikian juga dengan makan dan fashion. Bukan karena kita mampu secara ekonomi lalu kita membepanjkan makanan dengan berlebihan demi kesenangan dan gaya hidup (fashion) Mohon maaf, acara televisi yang menampilkan kenikmatan makanan (daging) sampai berlebihan adalah tindakan yang tidak hormat terhadap hewan.

Semua agama mengajarkan agar manusia hidup sederhana karena itu adalah kesejatian manusia. Dalam agama Islam kita  mengenal Washathiyah sebagai pola hidup sederhana atau seimbang.

Di dalam agama Kristen dan Katolik Yesus mengajarkan bahwa hidup miskin dihadapan Allah adalah kebahagiaan sejati. Agama Buddha mengajarkan hidup yang tidak lekat terhadap hal hal fana karena itu  bervegetaris adalah amalan ajaran agama. Dalam agama Hindu, hidup sederhana terpatri dalam Veda-Vedanta. Pesan itulah yang kuat sekali saya rasakan, dan saya yakini dibalik pandemi Covid 19.

Pola hidup sederhana adalah cara untuk mengembalikan keseimbangan alam sesuai kodratnya. Didalam pola hidup sederhana tersembunyi semangat menghargai hewan dan alam (kosmos); Pola hidup yang memberi manfaat bagi semesta- bagaimana hal ini dilakukan silakan lihat chanel saya di Two Minutes For Hope; disitu pula sikap rendah hati yang jauh dari ketamakan akan melahirkan harmoni dengan semua makhluk termasuk mereka yang tidak tampak oleh kita tetapi ada bersama kita.

Yuk hidup sederhana ( Purwanto,M.Pd-Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi Jakarta Barat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun