Hati siapa yang tidak cemas, dan takut mengalami keadaan seperti sekarang ini. Serangan Covid 19 menghadirkan kegelisahan dan ketakutan yang luar biasa. Kita hidup berdampingan dengan "bahaya" yang tidak tampak.Â
Segalanya serba tidak pasti. Setiap hari grafik yang terpapar Covid 19 dan jumlah kematian yang disebabkan olehnya terus meningkat. Ajakan Indonesia bersatu melawan Covid 19 terus berkumandang.Â
Dalam situasi seperti ini tenaga medis sungguh menjadi pahlawan. Perngorbanan mereka membuat kita semua kagum ,dan layak kita beri penghormatan setinggi-tingginya.Â
Namun demikian, mereka membutuhkan semua elemen masyarakat begerak melawan Covid 19 dengan caranya masing-masing. Salah satu cara yang harus terus digerakkan adalah tinggal di rumah dan pola hidup sehat. Tinggal dirumah diyakini akan memutus mata rantai persebaran Covid 19.Â
Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Prof Wiku B. Adisasmito saat ini adalah perang semesta melawan Corona. Ini artinya yang berperang melawan Covid 19 bukan hanya bidang medis tetapi kita semua.
Bagaimana Guru Terlibat Perang Melawan Covid 19
Bagaimana kita sebagai guru terlibat melawan Covid 19? Tentu saja arahan pemerintah melalui dinas pendidikan yang tertuang dalam surat edaran tentang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)/ Home Learning Bermakna dan Menyenangkan harus menjadi acuan guru dan atau kepala sekolah.
Ini sangat penting bagi saya karena jikalau kita (guru dan kepala sekolah) menterjemahkan secara benar dan memaknai secara mendalam PJJ atau home learning bermakna dan menyenangkan, kita telah terlibat aktif membangun mindset para siswa menjadi pribadi yang taat pada himbauan pemerintah untuk tetap tinggal di rumah, dan taat menjalankan protokol kesehatan. Dengan ketaatan seperti itu kita telah memutus mata rantai penularan Covid 19.
Apa hubungannya PJJ atau home learning bermakna dan menyenangkan dengan membangun mental taat pada diri siswa? Pertanyaan ini saya pikir harus direfleksikan secara lebih serius oleh para guru dan kepala sekolah.Â
Karena fenomena siswa tidak ikut PJJ atau malah masih ada yang "keluyuran" menjadi cermin bagi guru untuk mengukur seberapa berkualitas PJJ yang dilaksankan.Â
Pada surat edaran itu eksplit dikatakan "Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) / Home Learning Bermakna dan Menyenangkan". Bermakna dan Menyenangkan masih sering ditinggalkan.Â
Guru dan kepala sekolah fokus pada pembelajaran jarak jauh dan meninggalkan kata "bermakna dan menyenangkan" Padahal yang mampu membuat siswa  aktif mengikuti pembelajaran (baik pembelajaran tatap muka maupun jarak jauh)  adalah  pembelajaran  bermakna dan menyenangkan.Â
Bagaimana agar PJJ itu bermakna dan menyenangkan? Pertanyaan ini mengandaikan mentalitas guru yang terus mau belajar dan mau berubah. Richard Panggabean dalam bukunya Ayo Berubah: 7 Kiat Jitu Mengelola Perubahan menyebut mental siap berubah, yaitu  sikap yang merangkul perubahan dan terus berinisiatif mencari cara bagaimana perubahan itu melahirkan rasa damai dan bahagia.Â
Covid 19 telah "memaksa" guru berubah dalam model pembelajaran. Tetapi jika mental guru belum berubah yang ada adalah pembelajaran jarak jauh sebagai beban tambahan bagi siswa. Akibatnya siswa tidak ikut pelajaran dengan berbagai alasan. Yang lebih parah, siswa "ngeluyur".
Kompetensi ini sesungguhnya telah menjadi nafas guru, yaitu pengajaran yang aktif atau pembelajaran yang kreative. Dalam hal ini menarik apa yang dikatakan oleh Florence Beetlestone dalam bukunya "Creative Learning: Strategi Pembelajaran untuk Melesatkan Kreativitas Siswa".Â
Beliau menyebut tiga unsur penentu pembelajaran kreatif: guru, siswa dan konteks. Penting bagi guru untuk mengerti apa toh yang dimaksud belajar itu, dan bagaimana sih karakteristik siswa-siswa saya.Â
Unsur konteks ini sangat penting bagi pemeblajaran bermakna. Dalam situasi saat ini konteks siswa adalah pendemi Corona. Tapi agaknya ini kurang diperhatikan dalam pengajaran.Â
Kreatifivitas guru dalam mengkoneksikan antara topik pengajaran dengan konteks akan menentukan antusiasme siswa. Panjang lebar hal ini diulas oleh Florence. Intinya, guru harus terus belajar dan berubah jika mau bergandengan tangan melawan Corona.
Bagi saya keadaan sekarang ini menjadi momen untuk perubahan dalam cara saya mengada (Â a way of being)Â sebagai guru. Apakah saya larut pada ketakutan dan kecemasan sehingga saya hanya menjadi beban (part of problem) bagi siswa dalam pembelajaran.
Atau saya mau menjadi bagian dari solusi (part of solution) sehingga saya terus kreatif mencari cara mengajar yang bermakna dan menyenangkan. Bagi saya, reaksi siswa terhadap PJJ adalah cerminan cara saya mengada ( a way of being) sebagai guru.Â
Jika para siswa saya bosan, dan ketika saya melakukan PJJ banyak siswa tidak ikut itu artinya saya masih bagian dari masalah ( part of problem), tapi jika para murid antusias dan senang belajar dengan saya, itu artinya saya bagian dari solusi.Â
"Mari kita terus belajar menjadi lebih baik, mengajar bermakna dan menyenangkan" pesan yang terus disampaikan oleh Bapak Agus Ramdani Kasudin JB 1. Kita pasti bisa seperti kata Master Cheng Yen, "Di dunia ini tiada hal yang tidak mampu kita lakukan, ditakutkan adalah kita tidak mau melakukan". (Purwanto, M.Pd - Guru dan Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI