Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pembiasaan yang Efektif Berdasar pada Penguatan Identitas Diri (Siswa)

15 Oktober 2019   08:14 Diperbarui: 16 Oktober 2019   01:28 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembiasaan. Kata yang sangat popular di dunia pendidikan formal. Tidak ada sekolah yang tidak mempunyai kegiatan pembiasaan. Setiap sekolah punya kegiatan pembiasaan. 

Maksud dan tujuannya untuk pembentukan kepribadian siswa. Dalam kurikulum disebut sebagai upaya upaya untuk membentuk akhlak mulia.

Tapi apakah sistem pendidikan kita sudah mampu menghasilkan generasi yang berakhlak mulia? Generasi yang mempunyai kepribadian unggul? Generasi yang berkarakter luhur?

Masyarakat pada umumnya akan sepakat dengan jawaban "belum". Sistem pendidikan kita atau sekolah-sekolah belum berhasil menghasilkan generasi yang berakhlak mulia.

Kenapa? Anda bisa membuat litani panjang jawaban mengapa sekolah belum berhasil membangun generasi yang berakklak mulia. 

Dari berbagai kemungkinan yang ada, saya ingin menyoroti dua hal mengapa pembiasaan itu belum berhasil membangun kepribadian siswa yang berkahklak mulia.

Pertama adalah indentitas diri yang diabaikan dan kedua adalah konsistensi yang lemah.

Identitas Diri yang Diabaikan

Pembiasaan di sekolah sangat bagus. Misalnya menyikan lagu Indonesia Raya sebelum pelajaran mulai untuk membangun nasionalisme pada diri siswa; pembiasaan intervensi membaca yang tujuanya agar siswa mempunyai kompetensi literasi membaca dan menulis. 

Anda bisa menyebutkan banyak lagi pembiasaan.

Semua pembiasaan tersebut mempunyai tujuan yang sangat mulia. Mengapa masih banyak remaja di  masyarakat masih terjebak narkoba. Survey yang dilakukan BNN bersama LIPI merilis 2,3 juta pelajar menggunakan narkoba. 

Sulitnya menginternalisasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pembiasaan disebabkan -salah satunya- identitas diri yang diabaikan. 

Jika Anda berharap kegiatan pembiasaan yang Anda laksanakan disekolah berhasil membentuk pribadi siswa yang berkualtias, Anda harus mampu mengidentifikasi profile siswa seperti apa yang diharapkan. 

Misalnya, "Saya (siswa) adalah pelajar yang santu dalam bertutur kata. Saya (siswa) adalah pelajar yang sehat jasmani dan rohani".

Inilah yang disebut oleh James Clear dalam bukunya "Atomis Habits" sebagai penguatan identitas diri. identitas diri ini akan memengaruhi kualitas pelaksanaan pembiasaan (proses). Kualitas proses akan menentukan hasil pembiasaan.

Hasil pembiasaan akan menguatkan identitas diri. Menyadari kecenderungan seperti itu, pembiasaan di sekolah kami dilandaskan pada tahap awal yakni penguatan identitas diri. 

Para siswa diberi pembekalan awal "Siapakah pelajar SMA Cinta Kasih Tzu Chi?" di sini kami menunjukkan identitas diri mereka. Identitas diri mereka seperti itulah yang kemudian diwujudkan pencapaiannya pada pembiasaan dalam budaya humanis.

Konsistensi yang Lemah

Ini persoalan kedua yang banyak terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia. Sekolah menjalankan pembiasaan hanya bertahan beberapa hari. Setelah itu pembiasaan menjadi rutinitas yang membosankan dan seolah tanpa makna. 

Konsistensi yang rendah disebabkan lemahnya landasan filosofis pembiasaan tersebut.

Hasil yang tidak segera kelihatan menjadi godaan terbesar beberapa sekolah tidak konsisten menjalankan pembiasaan. Bahkan ada sekolah yang yang tidak menjalankan pembiasaan karena menganggap hanya buang-buang waktu. 

Konsistensi sesungguhnya esensi dari kodrat manusia sebagai makhluk pembelajar. Manusia bukan priabadi yang utuh karena kelahiran, me;ainkan karena pembelajaran.

Dalam bahasa yang agak berbeda, Master Cheng Yen mengatakan segala sesuatu yang baik adalah hasil dari latihan. Melakukan tindakan cinta kasih adalah latihan mengasah batin menjadi tenang.

Ketika Anda tidak konsisten dalam melakukan sesuatu, Anda tidak akan pernah mempunyai identitas diri yang utuh. Anda akan menjadi seperti sebelumnya.

Tidak ada pencapaian besar tanpa sebuah latihan terus menerus. Pembiasaan adalah latihan terus menerus dan karena itu harus dilakukan secara konsisten.

Siapapun Anda, apapun bidang karya Anda, ketika Anda membutuhkan kualitas hidup yang lebih baik-termasuk karyawan Anda-Anda harus membuat pembiasaan. 

Bagaimana pembiasaan itu bisa dijalankan dengan hasil yang menakjubkan, Anda dapat menempatkan pembiasaan itu dalam tiga tahap.

Tahap pertama yaitu penguatan identitas diri. Tahap kedua yaitu melakukan pembiasaan (proses), dan tahap ketiga adalah hasil pembiasaan (result) yang akan menjadi umpan balik tahap pertama.

Ketiga tahap ini menjadi siklus yang saling terkait dalam sebuah sistem. Anda ingin tahu lebih lanjut sistem kerja ketiga tahap ini, silakan membaca buku James Clear.

Anda adalah apa yang Anda lakukan sebagai pembiasaan Anda. Pembiasaan yang Anda lakukan akan menentukan Anda menjadi seperti apa. 

(Purwanto-Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi Jakarta Barat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun