Ketika kita mendengar kata "literasi" kebanyakan orang akan berpikir mengenai kemampuan dan ketrampilan membaca. Pengertian seperti itu tidak keliru. Karena Gerakan literasi muncul sebagai upaya meingkatkan minat baca pelajar kita yang selama ini sangat rendah. Hanya saja pengertian seperti itu kurang komprehensif.Literasi tidak hanya terbatas membaca buku.Â
Kemendikbud dalam peta Gerakan Literasi Nasional (2016-2019) menetapkan enam literasi dasar, yaitu literasi bahasa, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial serta literasi budaya dan kewarganegaraan.
Selasa, 3 September 2019, SMA Cinta Kasih Tzu Chi mendapat kunjungan dari Tim Research Cluster (RC) Education and Social Transformation  yang merupakan salah satu dari kelompok riset yang dikembangkan oleh Pusat Kajian Sosiologi (LPPSP-LabSosio) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.Â
LPPSP-LabSosio yang diketuai Prof. Kamanto Sunarto, S.H.,Ph.D dengan beberapa dosen mengadakan pengamatan dan pendalaman terhadap praksis pendidikan di SMA Cinta Kasih Tzu Chi yang dinilai memiliki karakteristik unik. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mendalami dan mengembangkan literasi budaya. Kehadiran tim ini menyadarkan kami bahwa praksis pendidikan di sekolah Cinta Kasih Tzu Chi sungguh berbeda dengan sekolah lainnya.Â
Proses pembelajaran yang kami laksanakan melalui Gerakan Pendidikan Lingkungan, Pengembangan Budi Pekerti dan Pendidikan Budaya Humanis secara terstruktur dalam kurikulum manjadikan sekolah kami terasa istimewa. Kami sungguh meyakini bahwa pendidikan budi pekerti, pendidikan lingkungan dan budaya humanis bukan hanya baik untuk pendidikan manusia yang utuh tetapi sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia ke depan.Â
Kami tidak bicara banyak mengenail pendidikan multicultural namun kami melakukan pembiasaan bagaimana para siswa memiliki rasa hormat kepada sesamanya yang berbeda suku, agama dan kepercayaan. Tidak hanya kami memberi pendidikan agama kepada semua siswa sesuai agamanya, kami juga memfasilitasi mereka dengan ibadat setiap hari Jumat sesuai agama para siswa.Â
Kami mengajar dan melatih para siswa untuk mampu menciptakan lingkungan yang sehat, memilih dan memilah sampah dalam pembiasaan daur ulang, kami melatih para siswa bagaimana bertutur kata yang santun, bertata krama yang sopan, menghargai yang lebih tua dan sikap sumbang sih.Â
Kehadiran tim LPPSP-LabSosio mengafirmasi kami bahwa pendidikan di sekolah Cinta Kasih Tzu Chi telah berada pada rel yang benar; membangun generasi muda yang menghargai keberagaman demi masyarakat yang damai. Ini sangat sesuai dengan apa yang pernah diwejangkan Master Cheng Yen "Guru fokus pada tugas mendidik, membuat anak-anak giat belajar dengan hati yang tenang, serta membimbing kearah hidup yang benar"
Berharap Dukungan Masyarakat Luas
Praksis pendidikan sekolah yang menghidupi nilai-nilai ideal tidaklah mudah, terlebih diera milenial seperti sekarang ini. Tantangan terbesar adalah iming-iming nilai pasar yang sering menyeret institusi sekolah pada komersialisasi pendidikan.Â
Kami sadar akan adanya ketengangan dua nilai tersebut. Karena itu, kami sangat berharap dukungan pemerintah dan masyarakat luas untuk bersama-sama menghidupi dan menjadikan sekolah sebagai lembaga transformasi budaya yang sesuai dengan semangat kesejatian manusiawi kita, yakni pendidikan manusia yang utuh. Dukungan dari pemerintah berupa pelatihan untuk meningkatkan kualitas para guru sehingga mereka sungguh mampu menjadi role model bagi literasi budaya. Tanpa guru yang berkualitas dalam penghayatan literasi budaya nampaknya sulit sekali sekolah menjadi agen literasi budaya. (Purwanto-Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi)