Beberapa bulan lalu saya berkunjung ke salah satu koperasi kredit (kopdit) atau Credit Union untuk bertemu dengan manajer CU tersebut. Tanpa saya sengaja saya mendengar percakapan pengurus yaitu bendahara (BH) dan ketua KT) yang membawahi karyawan. Topik percakapan mereka adalah mengenai kinerja salah seorang karyawan yang dinilai malas. Berikut ini kutipan percakapan tersebut.
BH : Pak, si Berti itu harus ditegur keras karena kerjanya malas
KT : Oh, iya bu. Pasti akan saya tegur manajernya
BH : Koq manajer yang ditegur. Yang salah kan si Berti
KT : Iya bu, karena manajer itu kan pimpinan karyawan. Biar saya tegur dia supaya menegur Berti
BH : Gak usah manajer Pak yang menegur karena kurang wibawa
KT : ohhh gitu ya
BH : Kalo ditempat saya kerja, orang seperti si Berti sudah dipecat Pak. Kerjanya malas, blagu dan karakternya gak baik….(si Bendahara terus menerocos)
KT : ohhh begitu ya Bu.
Setelah saya pulang, percakapan di kompdit itu sangat mengganggu pikiran saya. Pertanyaan besar muncul, “apakah mungkin kopdit itu akan berkembang sehat, jikalau diantara pengurus memiliki perbedaan cara pandang?” Kemudian saya mererung sejenak memikirkan apa penyebabnya dan apa solusinya. Setelah saya renungkan, saya menemukan dua persolan besar dalam percakapan itu.
Persoalan pertama yang dihadapi lembaga itu adalah tidak berjalannya pendelegasian. Ucapan bendahara, “Gak usah manajer Pak yang menegur karena kurang wibawa” adalah cerminan kalau pengurus/owner tidak melakukan pendelegasian kepada manajer. Manajer tidak diberi tanggung jawab utuh sebagai seorang yang bertanggung jawab atas tata kelola lembaga.