Tampak jelas bahwa pengurus masih mengambil tindakan melaksanakan fungsi dan tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab manajer. Akibat tidak berjalannya pendelegasian yang benar, manajer kurang memiliki wibawa dihadapan karyawan. Karyawan melihat manajer tidak lebih daripada karyawan biasa seperti mereka. Ada kemungkinan yang barangkali melatarbelakangi tidakberjalannya pendelegasian.
Kemungkinan pertama, pengurus/owner tidak memahami efektifitas pendelegasian. Terkadang ada godaan ingin menyelesaikan pekerjaan dengan cepat sehingga pekerjaan itu dikerjakan sendiri, dan tidak perlu didelegasikan. Pengurus yang tidak menjalankan fungsi pendelegasian ada kemungkinan tergoda hal itu. Mereka lebih berorientasi pada hasil (result) dan kurang memperhatikan proses. Godaan seperti ini selalu ada disetiap lembaga dan bidang.
Kemungkinan kedua adalah pengurus mau show off sebagai bentuk pengakuan diri. Ketidakpahaman tugas dan fungsi pokok sebagai pengurus membuat mereka jatuh pada tindakan detail manajerial sebagai upaya menunjukkan diri (show off) bahwa pengurus itu bisa mengurus. Namun sangat disayangkan justru hal seperti ini makin menunjukkan ketidaktahuan mereka sebagai pengurus. Pengurus tidak berkecimpung dalam tataran praktiks dan rutin dalam pengelolaan yang menjadi tanggung jawab manajer.
Kemungkinan ketiga tidak terjadinya pendelegasian adalah sebagai upaya melindungi “kenikmatan-kenikmatan” diri. Hal ini saya jumpai dari ungkapan salah seorang pengurus sebuah lembaga jasa ketika kami studi banding. Ketika kami diskusi mengenai manajer yang hebat, salah seorang pengurus mengatakan, “kami tidak memilih manajer yang hebat karena kami kuatir manajer malah akan menyetir pengurus”. Ungkapan ini sungguh membuat saya kaget dan terhenyak. Saya kaget karena masih ada pengurus sebuah lembaga besar yang memiliki cara pandang sempit. Ketakutan disetir oleh manajer merupakan bentuk jiwa kerdil dan memperlihatkan betapa orang yang bersangkutan tidak layak menjadi pengurus.
Jikalau seorang menajer bisa menyetir pengurus itu berarti lembaga tidak memiliki sistem tata kelola yang baik. Tugas menajer tidak menyetir pengurus melainkan menyetir lembaga menuju pada tujuan dan target. Justru ketika kita ingin usaha dan lembag akit aberkembang, setiap orang baik itu penguerus dan karyawan harus menjadi driver bukan passenger. Setelah saya masuk dalam tata kelola mereka, ungkapan pengurus tadi merepresentasi keadaan lembaga itu. Saya menjumpai lembaga ini harus berkerja keras dan komitmen tinggi untuk sampai kepada system pengelolaan yang baik.
- Cara Pandang yang Bias
Persoalan kedua ini lebih krusial, yaitu perbedaan cara pandang diantara pengurus. Pengurus masih memiliki visi dan misi yang berbeda-beda. Adanya bias atau penyimpangan visi dan misi. Hal ini tampak jelas dari ungkapan, “Kalo ditempat saya kerja, orang seperti si Berti sudah dipecat Pak. Kerjanya malas, blagu dan karakternya gak baik…” Pengurus masih membawa cara berpikir lama ke lembaga baru, yaitu lembaga yang dikelolanya. Cara berpikir tempat kerja lama mau diterapkan di lembaga yang sekarang. Fenomena seperti ini banyak terjadi di banyak lembaga yang memilih pengurus dari latar belakang ekonomi, social, pendidikan yang berbeda-beda. Biasanya pengurus kompdit memiliki pekerjaan lain, yang menjadi sumber income pokok mereka. Padahal visi dan misi adalah landasan utama dalam tata kelola lembaga. Tanpa pemahaman yang baik mengenai visi dan misi kopdit jangan berharap pengurus bisa mengelola kopdit yang bersangkutan dengan baik dan benar.
Solusi yang bisa saya ditawarkan yaitu:
- Pengurus harus membedah visi dan misi kopdit. Seperti seorang anak sekolah yang belajar menulis rapi, setiap pengurus menulis ulang visi dan misi kopdit. Bukan visi dan misi pribadi, seperti yang pernah saya jumpai pada lembaga tertentu, yaitu ketika ada pergantian pengurus selalu diminta visi dan misi calon pengurus. Menurut saya sebaiknya setiap calon pengurus bukan merumuskan kembali visi dan misi kopdit melainkan merumuskan program kerja yang merupakan penjabaran visi dan misi kopdit. Setelah menuliskan kembali visi misi, setiap pengurus membedah setiap variable yang ada kedalam beberapa bidang organisasi, dan seterusnya. Untuk membantu proses internalisasi sebaiknya rumusan visi dan misi ditulis dan ditempat yang mudah dibaca oleh setiap orang yang masuk ruangan tersebut.
- Pengurus membangun komitmen. Komitmen ini lebih dari sekedar janji melainkan sikap batin yang mau bekerja secara maksimal untuk perkembangan lembaga. Termasuk kedalam komitmen ini adalah rela berkorban yang dimotivasi oleh nilai-nilai lembaga bukan oleh motivasi ekstrinsik mendapatkan imbalan. Pengurus yang memiliki komitmen tinggi akan mengorbankan waktu dan agenda lain yang bersifat aksidental demi mengutamakan agenda lembaga. Kemiskinan komitmen (lack of commitment) pengurus menjadi ancaman besar kehancuran lembaga. Indikator kemiskinan komitmen ini antara lain, mudah membatalkan agenda, menunda pekerjaan, tidak memiliki agenda yang jelas dan tersetruktur termasuk agenda rapat yang sistematis, bersikap reaktif yakni bertindak jika ada masalah dan cenderung emosional alias tidak rasional, tidak memiliki target yang diketahui oleh karyawan, tidak konsisten melainkan plin-plan sesuai dengan angin bergerak. Begitu pentingnya komitmen ini, tentu tidak hanya berlaku untuk pengurus tetapi juga pengawas dan karyawan, dan siapa saja yang terlibat didalamnya.
- Solusi ketiga adalah pendelegasian yang baik. Manajer dan atau karyawan lain diberi tanggung jawab dan pendelegasian sesuai dengan Struktur Organisasi (STO). Pendelegasian yang terbaca pada STO memudahkan setiap orang baik itu karyawan maupun pelanggan/anggota melihat siapa bertanggung jawab atas pekerjaan apa. Pendelegasian yang baik akan mengefektifkan fungsi tata kelola lembaga. Pendelegasian berdampak secara positif pada kewibawaan manajer, pengurus dan staf. Dengan pendelegasian yang baik, setiap orang merasakan berhaga dan berarti, dan inilah pemberdayaan dalam arti yang sesungguhnya, kata James W. Walker. Selain itu orang yang diberi tanggung jawab dalam pendelegasian akan tumbuh kekuatan lebih besar pada dirinya. Semakin besar seseorang diberi tanggung jawab, semakin besar pula potensi yang akan berkembang pada dirinya, Dalam arti inilah setiap pendelegasian menjadi cara efektif untuk pemberdayaan karyawan (Stephen R.Covey, 2000:19)
Persoalan tata kelola kopdit tidak akan pernah habis. Kesukaan belajar dan memperbaiki diri menjadi hal mutlak untuk perbaikan dan pertubuhan. Perbaikian tata kelola kopdit tidak bisa dilakukan secera pribadi-pribadi. Perlu sinergisitas diantara kopdit yang ada dibawah koordinasi puskopdit, inkopdit dan suku dinas UMKMP setiap provinsi serta kementerian koperasi dan UKM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H