Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bisakah Sekolah Mendidik Siswa Bersikap Jujur Tanpa Melukai?

10 Februari 2016   14:20 Diperbarui: 11 Februari 2016   11:46 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa kesal dan marah karena merasa diperlakukan tidak adil mengingat teman-teman lain yang berbuat sama tidak mendapatkan perlakuan yang sama. Makna adil dipahami setiap orang harus mendapatkan yang sama. Dalam arti tertentu barangkali ini benar, tetapi dalam konteks diatas ‘adil’ dengan makna seperti itu harus dikritisi dan diluruskan.

Perasaan diperlakukan tidak adil memang menyakitkan, dan karenanya yang perlu diluruskan adalah makna ‘adil’ itu sendiri. Kencederungan manusia sejak zaman purbakala selalu manarik/menyeret orang lain untuk ikut serta manakala dirinya masuk dalam derita. Lihat dahulu ketika Adam ditanya Allah mengapa ia makan buah terlarang. Jawab Adam “wanita yang Kauberikan kepadaku yang memberikan kepadaku untuk dimakan”. Hal ini kecenderungan manusia yang bersalah.

Dan tentu ini harus diperbaiki dalam pendidikan karakter. Lebih baik penyadaran bahwa “menjadi bertanggung jawab atas tindakannya adalah lebih baik daripada berpolemik memaksa atau mempermasalahkan orang lain juga harus mengalami yang sama”.  Namun demikian sekolah harus mulai mengeksplorasi makna istilah adil dan keadilan dalam arti yang sesungguhnya, dan dalam konteks kehidupan konkret. Topik ini sangat tidak mudah.

Perhatian Orang Tua.

Proses pendidikan disekolah tidak berhenti ketika anak meninggalkan sekolah dan kembali ke rumah. Justru di rumah, pendidikan di sekolah mendapat media internalisasi dan aktualisasi. Orang tua tidak bisa hanya mengontrol apakah anak belajar atau tidak, mengerjakan PR atau tidak melainkan sejauh mana anak telah mengikuti proses disekolah dengan segala pergolakan hatinya. Orang tua tidak perlu memberi “hukuman” tambahan dengan marah dan bentakan ketika anak melakukan tindakan yang melanggar disiplin sekolah.

Apa yang disarankan martin Heidegger untuk dilakukan para guru, tepat juga untuk orang tua di rumah “menjalin hubungan yang simpatik dengan anak dan saling percaya”. Anak akan merasakan dukungan dan penghargaan dari orang tua karena telah jujur kendati ia telah tidak disiplin mengerjakan PR. Anak merasa yakin bahwa kejujuran itu penting dan harus dilakukan apapun konsekuensi dibelakangnya.

“Tidak apa-apa kali ini scoremu berkurang karena tidak membuat PR; tapi lain kali lebih disiplin dengan agenda sekolah. Terlepas dari semua itu, aku bangga padamu, Kak karena Kakak telah jujur” nasihatku sambil memeluk anakku.  Aku pun membuat tanda tangan dibagian paling bawah lembar refleksi itu karena salah satu dari 3 siswa yang menulis refleksi itu adalah anakku.Semoga kejujuran terus dibudidayakan di sekolah dan di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun