Mohon tunggu...
Bimaputra Abadi
Bimaputra Abadi Mohon Tunggu... -

mencari adrenaline

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Beranikah Jokowi Kupas Tuntas Kasus BLBI ?

7 Agustus 2014   19:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:09 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam prakteknya keseluruhan 108 perusahaan ternyata memang hanya laku dijual dengan nilai sekitar Rp. 20 trilyun saja.

Mengapa bisa terjadi selisih penilaian oleh Bahana, Danareksa, Lehman Brothers di satu pihak dan oleh Price Water House Coopers di lain pihak dijelaskan dalam sub judul tersendiri.

Release and Discharge (R&D) atau Surat Keterangan Lunas (SKL)

Karena sudah dianggap lunas, maka kepada SG diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) atau Release and Discharge (R&D). Presiden Megawati S. berani memberikannya karena sudah dilandasi oleh UU no. 25 tahun 2000 tentang Propenas, TAP MPR no. VIII/MPR/2000. Ketika digugat oleh Lembaga Bantuan Hukum, Mahkamah Agung mengalahkan penggugat. Maka lengkap dan kuatlah payung hukumnya Presiden Megawati.

Masalah Besar Karena Telat Mikir (TELMI)

Apa masalah besar yang sekarang ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) ? Beberapa tokoh masyarakat dan pimpinan tertinggi negara telat mikir (telmi). Setelah dahulunya ikut menggebu-gebu menyetujui dan membela penyelesaian seperti yang digambarkan di atas, sekarang marah, karena dampak ketidak adilannya luar biasa besarnya. Wong asset yang dinilai Rp. 52,6 trilyun ketika dijual kok hanya laku sekitar Rp. 20 trilyun, sehingga keuangan negara dirugikan sebesar sekitar Rp. 32,7 trilyun.
Yang lucu, sebelum dijual PWC sudah ditugasi oleh Pemerintah untuk menilainya kembali dengan TOR yang berbeda. Jatuhnya sekitar Rp. 20 trilyun. Toh ini yang dijadikan acuan menjual, dan akhirnya memang hanya laku sekitar Rp. 20 trilyun.

Jadi pemerintah menerima nilai asset sebesar Rp. 52,8 trilyun sebagai pelunasan utang keluarga Salim, tetapi pemerintah juga yang bangga bisa menjualnya dengan nilai Rp. 20 trilyun. Bangganya karena bisa memperoleh recovery rate sekitar 34 %, sedangkan dari obligor lainnya rata-rata hanya memperoleh 15 % yang dianggap sangat normal oleh para teknokrat penguasa ekonominya Presiden Megawati.
Di Mana Letak Permasalahannya ?

Bahana, Dana Reksa dan Lehman Brothers ditugasi menilai dengan asumsi “Pandangan yang positif tentang hari depan ekonomi Indonesia dan lingkungan politik yang normal (normalised economic and political scenarios). Jadi mereka disuruh menilai 108 perusahaan itu sebagai going concern dalam lingkungan ekonomi makro yang bagus.

Price Waterhouse Coopers (PWC) ditugasi dengan asumsi dan TOR yang intinya berbunyi : “harus dijual dalam waktu antara 8 dan 10 minggu”, dengan “transaksi penjualan dilakukan antara pembeli yang mau membeli tetapi ogah-ogahan, dan penjual yang mau menjual tapi ogah-ogahan” (willing but not anxious). Jadi PWC ditugasi menilai 108 perusahaan itu dengan titik tolak dan asumsi liquidation value dalam lingkungan ekonomi makro yang para investornya ogah-ogahan melakukan investasi atau membeli 108 asset keluarga Salim.

Jadi ketika menerima 108 perusahaan sebagai pelunasan utang, pemerintah yang menilainya sebagai going concern. Tetapi ketika menjual, pemerintah sendiri juga yang menilainya dengan titik tolak dan asumsi liquidation value.
Menilai perusahaan memang sulit, merupakan sub disiplin ilmu tersendiri yang tidak dipahami oleh para teknokrat dan professor yang berteori bahwa kodok melompat-lompat dalam air, sedangkan kodok selalu berenang begitu menyentuh air.

Nilai perusahaan bisa didasarkan atas replacement value, discounted cash flow value, net present value, historical value, liquidation value dan entah apa lagi. Hasil dari berbagai metoda penilaian ini juga berbeda-beda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun