Mohon tunggu...
Bima BudiKharisma
Bima BudiKharisma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Because Life, Never Teach Us to Give Up

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sekolah Alam Bengawan Solo dan Keunikannya

15 Agustus 2021   13:36 Diperbarui: 15 Agustus 2021   13:41 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan memang membuahkan hasil, banyak siswa dengan latarbelakang permasalahan masing-masing dapat teratasi di SABS. Mulai dari siswa yang merupakan korban broken home, siswa yang menjadi korban parenting  yang kurang baik, dan masih banyak lagi dapat teratasi dengan Mas/Mbak fasil Sekolah Alam Bengawan Solo.

Memang sekolah ini bukan sekolah biasa, dengan keunikan yang ada, sekolah ini tidak kalah jika dibandingkan dengan sekolah yang berakreditasi B, bahkan diatasnya. Hanya saja Sekolah Alam Bengawan Solo memang lebih memilih memiliki akreditasi C, karena dengan begitu mereka lebih leluasa dalam berinovasi dan dapat lebih berfokus dengan siswa tanpa harus pusing memikirkan akreditasi.

Siswa SABS Saat Memasak Makanan/dokpri
Siswa SABS Saat Memasak Makanan/dokpri

Dari semua model dan strategi pendidikan yang diterapkan, ada satu hal yang menurut Bima sangat unik dan tidak ditemukan di sekolah biasa, yaitu program Live-In yang diperuntukkan bagi siswa. Live-In ini adalah sebuah program yang memiliki tujuan untuk memberikan pengalaman baru dan melatih kemandirian siswa untuk dapat bertahan hidup tanpa bantuan orang tua.

Program Live-In tersebut diperuntukkan bagi siswa kelas 6 yang mengharuskan mereka untuk tinggal di sekolah selama 3 hari bersama rekan kelompok, yang disetiap kelompoknya berisi 5 siswa yang sudah ditentukan secara acak. Selama tiga hari tersebut, siswa tidak diperbolehkan jajan makanan termasuk masak makanan instan untuk bertahan hidup. 

Mereka hanya diperbolehkan membawa bahan mentah, uang 50 ribu, dan memasak sendiri untuk makan. Dari uang dan bahan yang ada, mereka juga diminta untuk berjualan di sekolah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semua kegiatan sehari-hari benar-benar dilakukan secara mandiri, tidak terkecuali mencuci pakaian.

Sebuah program yang memiliki banyak manfaat, dan justru program seperti inilah yang dibutuhkan oleh siswa. Tidak terbatas pada teori, tetapi siswa dibekali kemampuan yang mumpuni. Dari penerapan program Live-In ini, diharapkan setelah lulus nanti siswa sudah memiliki kemampuan untuk bertahan hidup, tentu dengan skil-skill yang sudah dibekalkan kepada mereka. 

Sudah sepantasnya hal-hal positif seperti ini dapat ditiru sekolah-sekolah lain. Tidak hanya untuk membekali dan mempersiapkan siswa secara akademik dan non akademik, tetapi muara dari kualitas pendidikan yang baik adalah lahirnya generasi bangsa yang tangguh, pantang menyerah, dan dapat diandalkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun