Mohon tunggu...
Bima Whynot
Bima Whynot Mohon Tunggu... -

Lulus dari Politeknik Telkom sebagai Ahli Madya Manajemen Informatika malah berakhir menjadi penulis. Karirnya dalam bidang penulisan terbilang cukup banyak; sempat dua tahun bergabung dalam proyek artikel AnneAhira, menjadi editor, dan kini menetapkan diri sebagai penulis cerita di beberapa tempat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen Action] Legend of West

9 Desember 2013   10:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:09 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_297433" align="alignleft" width="150" caption="IS THERE A REAL LEGEND ON THE WEST?"][/caption] "Billy the Wind akan bertarung! Billy the Wind akan bertarung!" suara bar jadi penuh dengan kegaduhan. Para pemabuk yang tidak pernah mandi itu langsung terbelalak. Sudah lama sekali tak ada berita Billy beraksi di tengah gersangnya kota Black Jersey. Semua orang berbondong-bondong berlari ke lokasi pertarungan, tetapi tidak berani terlalu dekat, mereka berdiri sekitar 200 kilometer dari tempat Billy berdiri. Legendanya, sekali bersin Billy bisa membuat kecelakaan kereta api dari jarak 100 kilometer. Terakhir Billy bersin, dinosaurus punah. Orang-orang itu berdiri di tengah gurun mencoba memperhatikan pertarungan yang akan terjadi, tetapi tidak kelihatan karena terlalu jauh. Tetapi tidak masalah, kata mereka. Yang terpenting adalah mereka ikut meramaikan gurun pasir tempat orang berkumpul, keuntungannya mereka bisa menjadi sosis massal karena terpanggang sinar matahari langsung. Kembali pada Billy. Ia tampak serius menghadapi lawannya hari itu. Jari-jemarinya yang lentik itu sudah bersiap merogoh kedua pistolnya. Billy bisa menembak secepat angin, oleh karenanya ia dianggap dewa di kota Black Jersey. Tetapi, siapa lawan Billy? Mahmudin the Wind. Ia adalah legenda dari kota Tjimahi, Indonesia, yang memiliki julukan sama dengan Billy! Rupanya persoalan tersebut yang mebuat Billy geram. Ia merasa tersaingi dengan keberadaan Mahmudin. Aura kemarahan Billy terasa sampai ke dalam lubuk jiwa. Semua penonton tiba-tiba dapat melihat Billy dari kejauhan. "Oh tidak! Billy marah besar!" mereka bisa melihatnya, wajah Billy sampai terlipat-lipat dan menjadi origami. Seorang pria berkebangsaan Jepang segera pulang ke negaranya dengan Garuda Airlines hanya untuk mematenkan origami yang sebenarnya berasal dari wajah Billy. Begitulah asal origami. Billy vs Mahmudin, siapa yang akan menang? Mereka masih terus berdiri terpaku menatap satu sama lain dengan wajah bengis. Sekitar tiga jam saling tatap, akhirnya Billy terjatuh di atas kedua lututnya. Ia tak sanggup berdiri terlalu lama di bawah teriknya sinar matahari. Sementara itu, semua penonton yang menunggu adegan tembak-menembak sudah menjadi chicken fillet karena kepanasan dan dijual di supermarket terdekat. Billy menyerah, ia belum pernah bertarung dengan orang sehebat Mahmudin. Ia tiga jam berdiri di bawah teriknya matahari dan kehausan, sementara Mahmudin masih berdiri tegap di hadapan Billy tanpa terlihat goyah sedikitpun. "Aku biasa melakukan puasa Senin-Kamis dari shubuh sampai maghrib, sementara kau terbiasa mabuk-mabukan di bar. Kau. Tidak. Punya. Kesempatan. Melawanku," ujar Mahmudin dingin. Mendengar baris kalimat itu, Billy tersentak. Jantungnya berdegup kencang. Ia sadar bahwa hidayah Tuhan telah merasuk ke dalam jiwanya. Ia berjanji tidak akan mabuk-mabukan lagi. Kemudian ia memohon di hadapan Mahmudin agar menjadi guru besarnya. Mahmudin tersenyum keji. Ia kemudian berjalan ke sisi Billy dan berdiri saja di sampingnya. "Semua orang pernah berbuat salah. Hal yang paling baik adalah memperbaiki kesalahan itu," semua orang juga tahu. "Udin, antarkan aku ke Masjid At-Taubah. Aku tertidur di bus Cicaheum dan akhirnya aku tersasar sampai ke sini," ujar Mahmudin tenang. Billy menatap Mahmudin dengan heran. "G-guru, aku bukan Udin. Aku adalah Billy," "Oh, bukan ya? Kupikir kau Udin. Masjid At-Taubah di mana ya?" "Guru, apa itu Masjid At-Taubah? Apakah itu tempat untuk mendapatkan kekuatan seperti guru?" Mahmudin hanya terdiam. Ia kemudian berjalan meninggalkan Billy dan melambai-lambai kepada taksi yang sedang parkir di hati seorang wanita, ia ingin pulang. Taksi itupun menghampiri Mahmudin dan mengantarkannya kembali ke Indonesia. Karena terlalu jauh, argo taksi menjadi rusak dan diganti dengan sempoa. Sang supir kerepotan menghitung argo dengan sempoa, setibanya di Indonesia ia meninggal dan disemayamkan di pemakaman terdekat. Sementara itu, Billy hanya bisa menangis melihat gurunya pergi. Ia masih belum sanggup berdiri karena dengkulnya terlalu lemas. "Guruuuuuu!" sahutan terakhir itu begitu menyayat hati, sang dewa Black Jersey itupun akhirnya kalah setelah sekian abad tidak pernah ada yang bisa mengalahkannya. Ia kalah telak. Billy berjanji, ia akan membangun Masjid At-Taubah dan mengikuti jalan gurunya, Mahmudin the Wind. ---------------- Pesan moral: 1. Jangan lupa mandi 2. Jangan mabuk-mabukan 3. Kalau marah jangan melipat wajah menjadi origami 4. Jangan pakai embel-embel "The Wind", karena kentut juga the wind 5. Jangan ketiduran di angkutan umum 6. Jangan parkir di hati wanita seperti taksi dalam cerita ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun