Mohon tunggu...
Zakiya Salsabila
Zakiya Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Nonton Drakor

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjuangan Santri Bangkitkan NKRI

16 Oktober 2022   18:01 Diperbarui: 20 Oktober 2022   06:07 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumpa lagi dengan artikel saya, kompasioner. Setelah 3 artikel kemarin, topik kali ini akan membahas tentang Santri dan Indonesia. Dikarenakan, sebentar lagi kita akan menyambut Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober 2022.

Jangan disangka santri ini hanya ngaji, ngaji, dan ngaji saja lho! santri juga ngabdi pada NKRI. Mari kita bahas.

Dalam catatan sejarah, santri memiliki peran besar dalam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia serta berperan penting dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Jauh sebelum Islam datang ke Nusantara, istilah santri sudah sering digunakan. Salah satu versi mengenai asal usul istilah "santri", seperti dikutip dari buku Kebudayaan Islamdi Jawa Timur: Kajian Beberapa Unsur Budaya Masa Peralihan (2001) karya M. Habib Mustopo mengatakan, kata santri berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu shantri yang artinya "melek huruf" atau "bisa membaca".

Menurut sebagian masyarakat, santri itu adalah seseorang yang pernah mondok saja, atau seseorang yang mengikuti pendidikan agama islam di pesantren saja. Padahal menurut para ulama', definisi santri sendiri itu tidak melulu berputar pada hal tersebut.

Menurut Mustofa Bisri (Gus Mus) definisi santri adalah murid kiai yang dididik dengan kasih sayang untuk menjadi mukmin yang kuat (yang tidak goyah imannya oleh pergaulan, kepentingan, dan adanya perbedaan), santri juga adalah kelompok orang yang mencintai negaranya, sekaligus menghormati guru dan orang tuanya kendati keduanya telah tiada, santri juga adalah mereka yang memiliki kasih sayang pada sesama manusia dan pandai bersyukur.

Mengutip dari kompas.tv, salah satu peristiwa sejarah yang dilalui dengan heroik oleh santri yaitu kejadian pada tanggal 19 September 1945.

Saat itu, bendera Belanda yang berkibar di tiang Hotel Orangje, Surabaya, disobek pada bagian warna birunya sehingga menyisakan warna merah dan putih yang sekarang menjadi warna bendera Indonesia.

Selain itu, ada pula peristiwa perebutan senjata tantara Jepang pada tanggal 23 September 1945 yang pada akhirnya membawa Presiden Soekarno berkonsultasi kepada KH Hasyim Asy'ari yang memiliki pengaruh di hadapan para ulama. Soekarno melalui utusannya menanyakan hukum mempertahankan kemerdekaan. Kemudian KH Hasyim Asy'ari menjawab dengan tegas bahwa umat islam perlu melakukan pembelaan terhadap Tanah Air dari ancaman bangsa asing.

Pasca proklamasi kemerdekaan, Indonesia masih dikelilingi penjajah yang ingin menjajah Kembali Indonesia, sehingga pada saat itu para santri dan kiai lah yang menjadi garda terdepan mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia. Pada saat perang 10 November pun dihimpun oleh Kiai dan para santri se-Jawa dan Madura yang dipimpin oleh Mbah Kiai Abas Buntet, Mbah Kiai Wahab Hasbullah, Mbah Kiai Mahrus Ali, dan kiai-kiai lainnya.

Perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia tidak lepas dari peran para ulama dan para santri. Hal tersebut tidak dapat diragukan lagi karena pada tanggal 22 Oktober 1945 dalam merespon Agresi Militer Belanda kedua di Indonesia dibawah kepemimpinan Kiai Hasyim Asy'ari sesepuh pendiri Nahdlatul Ulama mengeluarkan fatwa untuk berjihad'.

Tanggal 22 Oktober 1945, terjadi peristiwa penting yang merupakan rangkaian sejarah perjuangan Bangsa Indonesia melawan kolonialisme. Dikatakan penting, karena kala itu, PBNU yang mengundang konsul-konsul NU di seluruh Jawa dan Madura yang hadir pada tanggal 21 Oktober 1945 di kantor PB ANO (Ansor Nahdlatul Oelama) di Jl. Bubutan VI/2 Surabaya, berdasar amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya yang disampaikan Rais Akbar KH Hasyim Asy'ari, dalam rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah, menetapkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama "Resolusi Jihad Fii Sabilillah", yang isinya sebagai berikut:

"Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe 'ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)...".

Nah, hanya dengan waktu singkat Surabaya terguncang oleh kabar seruan jihad dari PBNU ini. Dari masjid ke masjid dan dari musholla ke musholla tersiar seruan jihad yang dengan sukacita disambut penduduk Surabaya yang sepanjang bulan September sampai Oktober telah meraih kemenangan dalam pertempuran melawan sisa-sisa tentara Jepang yang menolak tunduk kepada arek-arek Surabaya. Demikianlah, sejak dimaklumkan tanggal 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad membakar semangat seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur terutama di Surabaya, sehingga dengan tegas mereka berani menolak kehadiran Sekutu yang sudah mendapat ijin dari pemerintah pusat di Jakarta.
Sumber: https://www.nu.or.id/opini/resolusi-jihad-nu-dan-perang-empat-hari-di-surabaya-E3XqK

Bermula dari peristiwa itulah, 70 tahun kemudian yang lebih tepatnya pada tanggal 15 Oktober 2015 Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 terkait Hari Santri Nasional. Pendeklarasiannya dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal oleh Presiden Joko Widodo.

Hari Santri Nasional dimaksudkan untuk mengenang serta menghormati jasa para ulama melalui tokoh-tokoh Islam seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Ahmad Dahlan, H.O.S Cokroaminoto, dan masih banyak yang lainnya.

Perjuangan santri tidak berhenti sejak selesainya penjajahan di tanah air. Akan tetapi perjuangan santri akan terus berlanjut yakni dengan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif dan bermanfaat seperti mengaji serta mengkaji ilmu agama di pesantren dan ilmu lainnya.

Tidak hanya mengaji saja, santri juga bisa ikut mengisi panggung politik, menyemarakkan dunia dagang dan bisnis, ekonomi, literasi, digital, dan militer. Sehingga peran santri tidak akan pernah padam dan akan selalu mengalir di setiap perubahan zaman di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun