Maluku Tengah, sebuah kabupaten di Provinsi Maluku yang dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan sejarahnya, kini tengah menghadapi masalah serius yang mengancam citranya: sampah.
Tulisan ini merupakan hasil pengamatan saya selama berlibur di Kecamatan Saparua beberapa waktu lalu, tepatnya dari tanggal 30 Desember hingga 13 Januari 2025.
Sebagai catatan, tujuan tulisan ini bukanlah untuk mencela pemerintahan Maluku Tengah, melainkan untuk memberikan usulan konstruktif terkait penanganan sampah yang tampaknya menjadi tantangan dari tahun ke tahun.
Harus kita bahwa Maluku Tengah memiliki banyak potensi wisata yang mengagumkan. Tempat-tempat bersejarah seperti Benteng Durstede di Saparua dan keindahan alam yang memukau menjadi daya tarik utama.
Sayangnya, kalau persoalan sampah tidak segera ditangani, wisatawan mungkin akan membawa kesan buruk bahwa Maluku Tengah adalah daerah yang kotor dan kurang layak untuk dikunjungi.
Hal ini tentu akan berdampak negatif pada perkembangan pariwisata dan ekonomi lokal di Maluku Tengah.
Pemandangan Menyedihkan di Perbatasan Suli-Tulehu
Pada tanggal 30 Desember 2024, saya tiba di Pelabuhan Yosudarso Ambon bersama istri dengan menumpang KM Nggapulu.
Perjalanan kami menuju Pelabuhan Tulehu melalui aplikasi transportasi daring memberikan pengalaman yang tak terlupakan.
Bukan karena keindahan pemandangannya, tapi karena pemandangan sampah di sepanjang perbatasan Negeri Suli dan Tulehu.
Banyak sampah rumah tangga berserakan di tepi jalan, bahkan menutupi sebagian badan jalan. Supir yang kami tumpangi menjelaskan bahwa sampah-sampah ini berasal dari masyarakat Negeri Tulehu.