Sungai dan anak sungai memiliki peran yang vital dalam kehidupan perkotaan, terutama di kota metropolitan seperti Jakarta.
Sebagai daerah tangkapan air, sungai berfungsi menampung air hujan, mengurangi risiko banjir, menyediakan sumber air baku, menopang ekosistem, menjadi sumber mata pencaharian, hingga menawarkan potensi wisata.
Namun, realita di lapangan menunjukkan bahwa, fungsi sungai dan anak sungai di Jakarta semakin terabaikan. Kondisi ini memunculkan berbagai permasalahan yang berdampak luas pada lingkungan dan masyarakat.
Tulisan ini akan membahas kondisi terkini sungai di Jakarta yang semakin memprihatinkan, tantangan yang dihadapi dinas terkait dalam menangani masalah ini, serta pentingnya kolaborasi semua pihak untuk mengembalikan fungsi sungai seperti semula.
Kondisi Sungai di Jakarta, Cermin Krisis Lingkungan
Kondisi sungai dan anak sungai di Jakarta tidak lagi seperti yang diharapkan. Salah satu contohnya adalah Kali Anak Ciliwung di Jalan Gajah Mada, yang membentang dari Halte Harmoni hingga Jalan KH Zainul Arifin.
Kali ini penuh dengan rumput liar, pepohonan seperti ceri, dan sampah yang melintas tanpa henti, terutama di musim hujan.
Masalah ini diperburuk oleh proyek MRT Fase 2A Glodok-Kota yang menciptakan gangguan tambahan pada ekosistem sungai.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Kali Anak Ciliwung. Hampir seluruh sungai di Jakarta menghadapi masalah serupa: tumpukan sampah, sedimentasi, dan alih fungsi lahan di bantaran sungai.
Selain itu, kurangnya pengelolaan limbah rumah tangga dan industri memperparah pencemaran air. Alhasil, sungai-sungai yang seharusnya menjadi nadi kehidupan justru menjadi sumber masalah lingkungan.
Menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, tingkat pencemaran air sungai di Jakarta sebagian besar masuk kategori berat. Kondisi ini menunjukkan betapa mendesaknya tindakan untuk mengembalikan fungsi sungai dan anak sungai di Jakarta.