Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nominee Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Giant Sea Wall Dibangun di Pesisir Utara Jakarta, Sudah Tepatkah?

18 November 2024   15:43 Diperbarui: 18 November 2024   22:59 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tanggul pengaman di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara | Sumber: Dokumentasi Pribadi/Billy

Isu tentang perubahan iklim dan dampaknya terhadap pesisir utara Jakarta semakin mendapat perhatian dunia, terutama terkait dengan kenaikan permukaan laut dan penurunan tanah (subsidence) yang semakin parah.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, berbagai solusi untuk mengatasi masalah ini mulai bermunculan, dan salah satunya adalah proyek Giant Sea Wall yang kini sedang digarap oleh Kementerian PUPR dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.

Giant Sea Wall sendiri adalah proyek pembangunan tembok laut raksasa yang direncanakan membentang di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa termasuk Jakarta.

Tembok ini bertujuan untuk memisahkan lahan dari air laut, sekaligus mencegah terjadinya erosi dan kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang laut.

Proyek ini mengusung tujuan yang besar, yaitu untuk melindungi wilayah Jakarta dari ancaman kenaikan permukaan laut yang semakin mendesak.

Menurut data dari Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR, Giant Sea Wall dirancang untuk mengatasi dua masalah besar yang mengancam pesisir Jakarta, yakni banjir rob dan penurunan permukaan tanah.

Kedua masalah tersebut sudah cukup lama mengganggu kehidupan masyarakat di sekitar pantai utara Jakarta, dan kini, dengan proyek besar ini, harapan muncul untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Proyek ini mendapatkan sorotan setelah disebutkan oleh presiden Prabowo Subianto dalam seminar nasional pada Januari lalu dan mendapat dukungan dari calon-calon gubernur dalam debat ketiga pada 17 November 2024.

Tetapi, pertanyaannya adalah apakah Giant Sea Wall ini benar-benar bisa menjadi solusi efektif untuk masalah yang dihadapi pesisir utara Jakarta? Mari kita melihatnya lebih dekat.

Mengapa Giant Sea Wall Diperlukan di Pesisir Utara Jakarta?

Ilustrasi: Penurunan dan Kenaikan Muka Tanah CAT Jakarta | Sumber: https://bkat.esdm.go.id
Ilustrasi: Penurunan dan Kenaikan Muka Tanah CAT Jakarta | Sumber: https://bkat.esdm.go.id

Jakarta, khususnya, di bagian utara, dari dulu memang, menghadapi banyak tantangan akibat kondisi geografisnya yang berada di bawah permukaan laut.

Dilansir dari Kompas.id, sekitar 40 persen kawasan di utara Jakarta saat ini kondisinya berada di bawah muka air laut. Di kawasan ini, tingkat rata-rata subsidence atau penurunan muka tanah mencapai 7,5 cm per tahun. Beberapa alasan utama yang membuat pembangunan Giant Sea Wall dianggap penting sebagai berikut.

Pertama, kenaikan permukaan laut. Perubahan iklim global menyebabkan pemanasan suhu bumi yang akhirnya menyebabkan kenaikan permukaan laut.

Dalam beberapa dekade terakhir, Jakarta mengalami kenaikan permukaan laut yang cukup signifikan. Sebagai kota pesisir yang padat, Jakarta sangat rentan terhadap ancaman ini, dan tanpa upaya mitigasi yang tepat, wilayah pesisir Jakarta bisa terendam lebih parah.

Kedua, banjir rob. Banjir rob, yang terjadi akibat pasang surut air laut yang lebih tinggi, telah menjadi masalah rutin di pesisir utara Jakarta.

Air laut yang naik menyebabkan kawasan pesisir utara seperti Muara Angke dan Muara Baru terendam, sehingga kerusakan infrastruktur dan terganggunya aktivitas warga tak terhindarkan.

Banjir rob dapat terjadi lebih sering di masa depan, jika permukaan laut terus naik, sehingga perlindungan semacam Giant Sea Wall menjadi penting untuk mengurangi dampak tersebut.

Ketiga, subsidence (penurunan tanah). Salah satu penyebab utama banjir di Jakarta adalah subsidence, yaitu penurunan permukaan tanah yang terjadi akibat pengambilan air tanah secara berlebihan.

Jakarta mengalami penurunan tanah yang cepat, dengan beberapa area di utara Jakarta turun hingga beberapa sentimeter setiap tahun. Area yang cukup tinggi adalah di Muara Angke, Penjaringan, dan wilayah Cilincing.

Tentu, fenomena ini memperburuk risiko banjir rob. Nah, Giant Sea Wall, dirancang untuk menangkal dampak penurunan tanah dengan memperkuat batas laut dan melindungi wilayah pesisir.

Apakah Proyek Ini Solutif Mengatasi Banjir Rob dan Penurunan Tanah?

Di atas kertas, Giant Sea Wall, memang, terlihat sebagai sebuah solusi yang sangat menjanjikan untuk mengatasi dua masalah besar yang dihadapi Jakarta, yaitu banjir rob dan penurunan muka tanah.

Tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa proyek ini benar-benar memberikan solusi jangka panjang, bukan hanya mengatasi gejala sementara.

Potensi Dampak Positif dari Proyek Giant Sea Wall

Berikut ini beberapa potensi jangka pendek dari pembangunan Giant Sea Wall di pesisir utara Jakarat.

Pertama, melindungi dari banjir rob. 

Dengan adanya tembok laut raksasa, Jakarta diharapkan bisa terlindungi dari ancaman banjir rob yang semakin intens. Tembok ini akan menghalangi air laut yang meluap masuk ke daratan, sekaligus memperlambat proses erosi yang terjadi sepanjang pesisir.

Jika konstruksinya berhasil, proyek ini bisa meminimalisir dampak banjir rob yang sering menggenangi jalan, pemukiman, dan fasilitas umum di pesisir utara Jakarta.

Kedua, mengurangi dampak penurunan tanah. Selain melawan kenaikan permukaan laut, Giant Sea Wall juga diperkirakan dapat membantu mengurangi efek penurunan tanah.

Dengan adanya struktur yang kokoh, air laut yang biasanya masuk ke wilayah daratan bisa dibatasi, sehingga tanah di sekitar pesisir Jakarta tidak terus tertekan oleh masuknya air laut yang mengikis lapisan tanah.

Namun, efektivitasnya dalam menangani masalah subsidence masih perlu dikaji lebih mendalam, karena faktor utama penyebab penurunan tanah adalah ekstraksi air tanah yang berlebihan, yang tidak akan sepenuhnya teratasi hanya dengan membangun tembok pengaman.

Potensi Dampak Negatif dari Proyek Giant Sea Wall

Meskipun Giant Sea Wall memiliki potensi untuk menjadi solusi, proyek ini tidak lepas dari potensi dampak buruk, terutama yang berkaitan dengan lingkungan. Beberapa kritik terhadap proyek ini mencakup antara lain sebagai berikut.

Pertama, mengganggu sedimen lunak dan ekosistem laut. Salah satu kekhawatiran utama adalah dampak dari pembangunan tembok laut terhadap sedimen lunak di Teluk Jakarta.

Pembangunan Giant Sea Wall dapat mengganggu aliran sedimen yang selama ini terjadi di pesisir, yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Tanpa sedimen tersebut, ekosistem seperti mangrove, terumbu karang, dan berbagai spesies laut lainnya bisa terganggu, bahkan rusak.

Kedua, pencemaran air. Selain itu, ada potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh Giant Sea Wall. Setelah tembok dibangun, air dari sungai Jakarta yang sudah terkontaminasi bisa terjebak di dalam area yang dipagari, tanpa kemampuan untuk mencairkan pencemaran tersebut ke laut.

Hal ini tentu bisa memperburuk kualitas air di sekitar Jakarta dan menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan lingkungan dan kehidupan laut.

Penutup: Sudah Tepatkah Giant Sea Wall untuk Jakarta?

Proyek pembangunan Giant Sea Wall yang diinisiasi oleh presiden Prabowo Subianto untuk melindungi pantai utara Pulau Jawa termasuk pesisir Jakarta, memang, menawarkan potensi besar dalam menangani masalah banjir rob dan penurunan tanah.

Namun, efektivitasnya dalam jangka panjang masih harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Selain itu, dampak lingkungan yang ditimbulkan juga harus diperhitungkan agar tidak menciptakan masalah baru yang lebih besar di masa depan.

Penting untuk diingat bahwa proyek semacam ini harus dilakukan dengan melibatkan berbagai aspek, dari teknologi yang tepat, hingga perhatian terhadap keberlanjutan ekosistem.

Jakarta, tidak hanya membutuhkan solusi instan, tetapi pendekatan yang lebih holistik, yang juga melibatkan upaya untuk mengurangi emisi karbon, menjaga sumber daya alam, dan memperbaiki sistem pengelolaan air.

Dengan pendekatan yang tepat, Giant Sea Wall bisa menjadi salah satu langkah dalam melindungi Jakarta, namun tidak boleh menjadi satu-satunya solusi.

Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa Jakarta tidak hanya aman dari ancaman banjir, tetapi juga lebih berkelanjutan di masa depan.

Selain Giant Sea Wall, ada berbagai solusi lain yang lebih berkelanjutan, seperti pengelolaan air tanah yang lebih bijaksana, penghijauan pesisir utara dengan memperbanyak tanaman mangrove, dan perbaikan infrastruktur yang ramah lingkungan.

Tanpa pendekatan holistik yang memperhatikan aspek-aspek tersebut, Giant Sea Wall hanya akan menjadi solusi sementara yang tidak menyelesaikan masalah secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun