Program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) telah menjadi dambaan bagi para pelajar dan profesional Indonesia yang ingin mengembangkan diri melalui pendidikan tingkat tinggi di luar negeri.
Namun, kabar terbaru mengenai kebijakan baru yang memungkinkan para alumnus LPDP untuk tidak wajib kembali ke tanah air setelah menyelesaikan studi menimbulkan berbagai reaksi dari warganet.
Kebijakan tersebut disampaikan oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, bahwa para penerima beasiswa LPDP ke depannya tetap bisa berkontribusi untuk Indonesia dengan berkarya di luar negeri.
Alasannya, pemerintah ingin memberi kesempatan bagi alumni penerima LPDP untuk berkarya di mana pun mereka berada, terlebih di dalam negeri belum memiliki tempat yang baik bagi para penerima LPDP untuk mengembangkan kemampuan yang mereka miliki.
Terhadap pernyataan tersebut, ada yang mendukung dengan alasan fleksibilitas karier, sementara sebagian lainnya mengkritik dengan argumen bahwa hal ini berpotensi menimbulkan kebocoran dana publik yang tak berkontribusi langsung pada Indonesia.
Tulisan ini akan membahas tiga sudut pandang utama mengenai kebijakan tersebut: pertama, alasan di balik ketidakwajiban pulang bagi alumni LPDP; kedua, pentingnya pemerintah menyediakan ruang bagi mereka yang ingin berkontribusi di dalam negeri; serta ketiga, harapan terhadap kontribusi nyata para alumni bagi kemajuan Indonesia.
Mengapa Alumnus LPDP Tak Wajib Pulang ke Indonesia?
Keputusan untuk tidak mewajibkan alumnus LPDP pulang ke Indonesia didasarkan pada alasan realitas lapangan kerja di dalam negeri yang belum sepenuhnya mampu menyerap tenaga kerja berpendidikan tinggi dengan kualifikasi khusus.
Mendikti Saintek, Satryo Soemantri Brodjonegoro, menjelaskan bahwa kondisi pasar kerja Indonesia, khususnya dalam sektor-sektor tertentu yang membutuhkan keahlian khusus, masih terbatas dalam hal kapasitas dan daya serap.
Alumnus LPDP, sering kali, membawa pulang ilmu dan keterampilan di bidang-bidang yang belum sepenuhnya berkembang di Indonesia, seperti teknologi canggih, bioteknologi, dan penelitian ilmu dasar.
Sehingga, di satu sisi, mereka berisiko tidak bisa menemukan tempat untuk menerapkan kemampuan mereka, dan di sisi lain, kebijakan ini memberi mereka peluang untuk tetap berkontribusi pada Indonesia walaupun berada di luar negeri.