Jakarta, pusat kehidupan urban di Indonesia, menyimpan daya tarik tersendiri bagi para pencari peluang.
Seiring pertambahan usia dan peralihan statusnya sebagai ibu kota, Jakarta kini bersiap menjadi Kota Global yang modern dan kompetitif.
Transformasi ini bukan tanpa hambatan, di mana berbagai persoalan tata kota, kemacetan lalu lintas, polusi udara, banjir, dan penyediaan fasilitas dasar menjadi tantangan utama bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Di antara tantangan ini, persoalan penataan kabel optik di ruas-ruas jalan utama Jakarta menjadi isu yang tak kunjung terselesaikan.
Tumpang tindih dan posisi kabel yang menggantung hingga jatuh ke jalan, tidak hanya merusak estetika kota dan menggangu kendaraan yang lewat, tetapi juga mengancam keselamatan warga.
Beberapa kasus kecelakaan yang melibatkan kabel optik telah terjadi. Salah satu insiden yang mendapat perhatian luas menimpa Sultan Rif'at Alfatih, mahasiswa Universitas Brawijaya, yang mengalami kecelakaan akibat kabel optik yang terjuntai di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan, pada 5 Januari 2023. (Sumber: cnnindonesia.com).
Kejadian ini menyoroti ancaman serius kabel udara yang tak tertata, menambah urgensi bagi Pemprov DKJ untuk mengambil langkah nyata dalam menyelesaikan masalah ini.
Sebagai respons, Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) memulai relokasi kabel udara ke bawah tanah sejak September 2023. Namun, upaya tersebut, tampaknya belum optimal.
Tulisan ini hendak membahas dua aspek penting terkait penataan kabel optik di Jakarta: pertama, mengapa Pemprov DKJ belum mampu menyelesaikan permasalahan ini; dan kedua, langkah-langkah strategis yang perlu diambil untuk mewujudkan tata kabel yang aman dan teratur.
Mengapa Penataan Kabel Optik Tak Kunjung Tuntas?
Jakarta telah menghadapi masalah kabel udara yang semrawut selama bertahun-tahun. Kabel yang terpasang di tiang-tiang sepanjang jalan utama, sering kali tampak kusut dan tidak teratur, menjadi pemandangan umum yang mengganggu estetika.
Sementara itu, kabel-kabel ini, tak hanya menjadi pemandangan tak sedap, tetapi juga menjadi potensi bahaya bagi warga. Tantangan penataan kabel optik di Jakarta tidak lepas dari beberapa faktor mendasar yang kompleks.
Pertama, birokrasi yang rumit dan regulasi yang tumpang tindih. Penataan kabel di Jakarta melibatkan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan berbagai perusahaan penyedia jaringan.
Meski Pasal 19 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 telah memberikan kekhususan kepada Pemprov DKJ untuk mengelola Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional dan Kota Global, koordinasi lintas lembaga ini masih mengalami kendala.
Banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat, kerap menimbulkan kesulitan dalam penyesuaian kebijakan yang sejalan dan tindakan yang tepat waktu.
Kedua, biaya dan aspek teknis yang cukup tinggi. Penanaman kabel bawah tanah jelas membutuhkan biaya yang signifikan, terutama di wilayah padat penduduk seperti Jakarta.
Selain biaya, pemindahan kabel ke dalam tanah juga menuntut perencanaan teknis yang matang, agar tidak mengganggu fasilitas umum lainnya, seperti saluran air atau pipa gas.
Infrastruktur jalan dan tata ruang Jakarta yang padat memperumit proses relokasi kabel ke dalam tanah, membutuhkan waktu dan sumber daya yang besar.
Ketiga, keterbatasan dalam penegakan aturan. Penataan kabel udara telah menjadi bagian dari upaya pemerintah daerah, tetapi kurangnya penegakan hukum yang tegas membuat banyak penyedia layanan jaringan tetap memasang kabel secara sembarangan.
Ketidaktegasan ini berujung pada peningkatan jumlah kabel optik yang menggantung di jalan, menambah ketidaknyamanan dan membahayakan keselamatan warga.
Langkah Strategis untuk Menyelesaikan Penataan Kabel Optik
Untuk menangani masalah ini dengan efektif, tentu diperlukan pendekatan strategis dan terintegrasi. Pemprov DKJ perlu mempertimbangkan beberapa langkah praktis untuk mengatasi persoalan kabel optik di Jakarta.
Pertama, pemanfaatan teknologi ducting bawah tanah terpadu. Solusi yang paling efektif adalah dengan memindahkan kabel optik dari tiang-tiang jalan ke dalam ducting bawah tanah terpadu.
Ducting sendiri adalah cara memperlakukan kabel Fiber Optik (FO) yang instalasinya menggunakan pelindung pipa duct/subduct, kabel ini dipendam dalam tanah (underground).
Ducting ini memungkinkan beberapa perusahaan penyedia layanan telekomunikasi untuk berbagi infrastruktur kabel bawah tanah, sehingga tidak hanya mengurangi kesemrawutan, tetapi juga menekan biaya.
Pembangunan ducting terpadu dapat dirancang secara bertahap dan disesuaikan dengan infrastruktur yang ada di wilayah tertentu.
Dengan demikian, estetika dan keamanan kota akan meningkat seiring dengan terwujudnya penataan kabel yang lebih rapi.
Kedua, peningkatan kolaborasi antar-lembaga dan penyedia jaringan. Masalah koordinasi yang melibatkan beberapa instansi perlu diatasi dengan membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk penataan kabel di bawah pengawasan langsung Pemprov DKJ.
Satgas ini dapat mengintegrasikan tugas dan wewenang berbagai instansi untuk mempercepat proses penataan kabel udara.
Selain itu, sinergi dengan penyedia jaringan telekomunikasi akan memastikan keberlanjutan layanan internet dan komunikasi selama proses pemindahan kabel ke bawah tanah.
Ketiga, pendanaan publik-privat untuk proyek penataan kabel. Pemprov DKJ dapat mempertimbangkan model pendanaan publik-privat untuk mengatasi keterbatasan anggaran.
Dalam model ini, pemerintah daerah dan perusahaan telekomunikasi bekerja sama untuk mendanai dan mengelola ducting bawah tanah secara bersama.
Kolaborasi semacam ini dapat mempercepat penyelesaian proyek tanpa menambah beban anggaran pemerintah yang terbatas.
Pemprov DKJ juga dapat menawarkan insentif bagi perusahaan telekomunikasi yang mendukung proyek ini, sehingga lebih banyak pihak tertarik untuk terlibat.
Keempat, penegakan aturan yang tegas dan konsisten. Untuk memastikan efektivitas upaya penataan kabel, Pemprov DKJ perlu memperketat penegakan aturan terkait pemasangan kabel di ruang publik.
Perusahaan yang tidak patuh dapat dikenai sanksi tegas, termasuk denda atau penangguhan izin operasi.
Dengan langkah tegas ini, pemerintah daerah dapat mencegah pemasangan kabel yang tidak sesuai standar dan mendorong perusahaan telekomunikasi untuk berpartisipasi dalam relokasi kabel ke dalam tanah.
Penutup
Sebagai penutup, penataan kabel optik yang semrawut di Jakarta, tentu bukan hanya persoalan estetika, tetapi juga menyangkut keselamatan warga yang terancam oleh kabel yang menggantung.
Seiring persiapan Jakarta untuk menjadi Kota Global, perbaikan infrastruktur, termasuk penataan kabel optik, harus menjadi prioritas Pemprov DKJ.
Dengan kolaborasi antar-lembaga, penerapan ducting bawah tanah terpadu, dan pengawasan yang tegas, Jakarta berpeluang besar mengatasi tantangan ini dan memperlihatkan wajah kota yang modern, aman, dan tertata.
Pemprov DKJ dan berbagai pemangku kepentingan perlu bersama-sama berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan ini demi kepentingan bersama.
Mewujudkan Jakarta sebagai Kota Global yang aman dan nyaman adalah upaya kolektif yang memerlukan dukungan semua pihak, dari warga hingga pemerintah, sehingga Jakarta dapat benar-benar menjadi kota yang berdaya saing global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H