"Ayo divote, ada Bang Billy jadi nomine," tulis Kak Yana Haudy di grup WhatsApp KOKOBER.
Pesan itu, tiba di ponsel saya sekitar pukul 09.33 WIB, tepat saat saya dan istri tengah bersiap untuk berangkat kerja. Tak berselang lama, Bang Horas, mengumumkan di grup WhatsApp Kopaja71:
"Keluarga Kopaja71, selamat untuk Bang Billy masuk Nomine ya. Di opini, hanya Bang Billy dari Kopaja71. Ayo, gas, keluarga Kopaja71, kita sukseskan dengan mencoblos."
Begitu melihat foto dan nama saya terpampang di kedua grup tersebut, saya terkejut luar biasa. Apa yang sebenarnya terjadi?
Pada sesi pencalonan Kompasianer favorit yang berlangsung dari tanggal 9 hingga 13 Oktober lalu, jujur saja, saya tidak pernah membayangkan bakal masuk ke dalam daftar nomine Kompasiana Awards 2024.
Saya, bahkan tidak mencalonkan diri sendiri. Kenapa? Karena dalam benak saya, kualitas tulisan saya masih jauh dari kata layak.
Meski sudah menulis 370 artikel, di mana 53 artikel masuk sebagai Artikel Utama dan 3 artikel di antaranya ditayangkan di Kompas.com, saya tetap merasa ada banyak teman-teman Kompasianer yang jauh lebih layak dan berbakat.
Tetapi, ketika saya menerima pesan itu, perasaan ingin tahu muncul. Saya bertanya-tanya, apa yang membuat teman-teman Kompasianer mencalonkan saya sebagai nomine?
Apa yang spesial dari diri saya atau tulisan-tulisan saya? Dengan rasa penasaran, sebelum berangkat kerja, saya menyempatkan diri membuka artikel resmi dari Kompasiana tentang Kompasiana Awards 2024.
Ternyata, alasan di balik pencalonan saya adalah karena konsistensi saya dalam mengangkat isu-isu terkait Sustainable Development Goals (SDGs), terutama yang berkaitan dengan lingkungan perkotaan seperti Jakarta.
Saya terdiam sejenak, memikirkan perjalanan saya selama ini di Kompasiana.
Isu lingkungan, memang telah menjadi fokus saya sejak awal bergabung. Setiap tulisan yang saya buat bukan hanya hasil pencarian di internet, melainkan pengalaman nyata dari lapangan.
Saya menyaksikan sendiri kondisi sungai, laut, hutan mangrove, dan kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Semua itu, membuka mata saya, betapa pentingnya menulis untuk mengedukasi dan menginspirasi masyarakat Jakarta.
Salah satu pengalaman yang paling berkesan adalah ketika saya mengunjungi Kampung Nelayan di Cilincing, Jakarta Utara.
Saya dikejutkan oleh pemandangan yang memilukan: masyarakat nelayan yang hidup di tengah tumpukan sampah plastik.
Laut yang menjadi sumber penghidupan mereka, penuh dengan limbah sampah yang mencemari.
Melalui opini-opini saya di Kompasiana, saya berusaha mengajak masyarakat dan pemerintah untuk lebih peduli terhadap lingkungan Jakarta.
Jika pencalonan ini adalah wujud apresiasi atas usaha saya dalam mengangkat kesadaran tentang lingkungan yang berkelanjutan, saya menerimanya dengan penuh rasa syukur.
Saya menyadari bahwa, banyak Kompasianer lainnya juga menulis tentang isu SDGs, namun pencalonan ini menjadi pengingat bahwa setiap kontribusi, sekecil apapun, dapat berdampak besar.
Saya anggap pencalonan ini bukan sekadar prestasi pribadi, tetapi sebagai tanda bahwa tulisan-tulisan saya, meski mungkin terasa biasa saja bagi saya sendiri, memiliki kekuatan untuk menyentuh dan mempengaruhi orang lain.
Ini adalah bukti nyata bahwa, apa yang kita lakukan, jika dilakukan dengan hati yang tulus, bisa membawa perubahan.
Sebagai langkah awal, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman Kompasianer yang telah mencalonkan saya.
Terima kasih pula kepada tim Kompasiana yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berada di antara nomine dalam kategori Best in Opinion bersama para Kompasianer hebat lainnya: Junjung Widagdo, Dina Amalia, Agus Sutisna, dan Kazena Krista.
Menjadi bagian dari kategori ini, tentu saja merupakan suatu kehormatan yang tak ternilai bagi saya.
Kini, masa voting sudah dimulai dari tanggal 18 hingga 27 Oktober. Saya ingin mengajak seluruh teman-teman Kompasianer untuk menggunakan hak suaranya.
Pilihlah mereka yang menurut Anda paling layak dan berkontribusi besar untuk komunitas Kompasiana.
Sebagai penutup, saya ingin menegaskan satu hal yang penting: saya tidak akan menggunakan hak suara saya untuk memilih diri sendiri.
Bagi saya, kemenangan bukanlah tujuan akhir. Saya lebih ingin melihat komunitas Kompasiana ini tumbuh dengan saling mendukung dan mengapresiasi satu sama lain.
Saya akan memberikan suara saya kepada teman Kompasianer yang, menurut saya, memiliki tulisan yang lebih baik dan lebih inspiratif.
Karena bagi saya, menjadi manusia yang rendah hati dan tidak egois adalah lebih penting daripada sekadar mengejar penghargaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H