Setiap barang mungkin memiliki kenangan atau cerita tersendiri, dan membuangnya terasa seperti melepaskan bagian dari diri kita.
Hal ini sering kali menyebabkan seseorang menyimpan terlalu banyak barang karena takut kehilangan kenangan atau nilai sentimental yang melekat pada barang tersebut.
Ketiga, ruang dan lingkungan yang berbeda. Perbedaan lingkungan juga menjadi salah satu faktor.
Di Jepang, ruang hidup sering kali lebih kecil, dan kebutuhan untuk hidup minimalis sering kali didorong oleh keterbatasan ruang.
Namun, di negara-negara dengan ruang yang lebih luas seperti Indonesia, orang cenderung merasa bahwa mereka memiliki cukup tempat untuk menyimpan barang-barang mereka, sehingga tidak merasa perlu untuk menjalani hidup minimalis.
Selain itu, gaya arsitektur di Jepang yang mendukung minimalisme tidak selalu dapat diterapkan di negara lain.
Keempat, kebiasaan dan pola hidup yang sulit diubah. Pola hidup konsumtif sering kali terbentuk sejak kecil, dan mengubah kebiasaan ini tentu bukan hal yang mudah.
Kebiasaan untuk membeli, menimbun, dan menyimpan barang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari banyak orang.
Mengadopsi gaya hidup minimalis jelas membutuhkan kesadaran dan perubahan pola pikir yang mendalam, yang mungkin sulit dilakukan tanpa dukungan yang kuat dari lingkungan sekitar.
Tips Menerapkan Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Meskipun ada banyak tantangan dalam menerapkan hidup minimalis ala Jepang, hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. Berikut ini beberapa tips untuk mulai menjalani hidup minimalis secara bertahap.
Pertama, fokus pada barang yang membawa kebahagiaan. Seperti yang diajarkan oleh Marie Kondo, fokuslah pada barang-barang yang "menyulut kegembiraan" (spark joy).