Namun, di sisi yang lain, kebijakan ini tentu akan sangat berisiko menimbulkan dampak sosial yang tidak diinginkan.
Meskipun ERP bertujuan mengurangi kemacetan, kebijakan ini berpotensi lebih memengaruhi mereka yang mengandalkan kendaraan pribadi karena kenyamanan atau kurangnya akses transportasi umum langsung dari rumah ke tempat kerja mereka.
Meskipun transportasi umum melayani sebagian besar area utama di Jakarta, masalah konektivitas jarak pertama dan terakhir tetap menjadi tantangan. Orang-orang yang tinggal di area yang tidak tercakup secara memadai oleh transportasi umum mungkin merasa dirugikan.
Selain itu, penerapan ERP membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur, baik untuk sistem itu sendiri maupun jaringan transportasi umum yang menjadi andalannya.
Karena itu, pemerintah harus memastikan terlebih dahulu bahwa layanan transportasi tetap terjangkau dan efisien agar ERP menjadi alternatif yang masuk akal dibandingkan kendaraan pribadi.
Kesimpulan
Sebagai penutup: Usulan penerapan ERP di zona-zona transportasi umum yang sudah dilayani dengan baik di Jakarta adalah upaya yang cermat untuk mengatasi kemacetan perkotaan.
Namun, keberhasilannya akan bergantung pada seberapa baik infrastruktur transportasi kota siap menampung peralihan besar dalam kebiasaan berkomuter.
Pembuat kebijakan dalam hal ini Pemprov DKJ harus memastikan bahwa transportasi umum tidak hanya lengkap, tetapi juga nyaman dan dapat diandalkan sebelum melanjutkan dengan inisiatif ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H