Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengurai Kemacetan di Puncak: Solusi Berkelanjutan atau Sementara?

18 September 2024   10:54 Diperbarui: 19 September 2024   11:42 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Potret kepadatan lalu lintas jalur Puncak, Bogor, Jawa Barat | Sumber: Dok. cnnindonesia.com

Kemacetan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, bukanlah masalah baru. Namun, baru-baru ini, kemacetan parah kembali terjadi hingga memakan korban jiwa, yang menandakan urgensi penyelesaian masalah ini.

Sebagai destinasi wisata populer, Puncak selalu menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun internasional, terutama saat libur panjang.

Ada beberapa alasan mengapa Puncak menjadi daya tarik terutama bagi warga Jakarta: dekat dan mudah dijangkau, keindahan dan daya tarik alam puncak, aksesibilitas villa atau penginapan pribadi.

Inilah sebabnya mengapa Puncak selalu ramai dikunjungi saat hari libur. Namun, dengan akses jalan yang terbatas dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi, kawasan ini kerap mengalami kemacetan parah.

Tulisan ini mencoba mencari tahu penyebab terjadinya kemacetan di Puncak, Bogor serta solusi jangka panjang yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.

Ilustrasi: Potret kepadatan lalu lintas jalur Puncak, Bogor, Jawa Barat | Sumber: Dok. cnnindonesia.com
Ilustrasi: Potret kepadatan lalu lintas jalur Puncak, Bogor, Jawa Barat | Sumber: Dok. cnnindonesia.com

Penyebab Utama Kemacetan di Puncak

Lantas, apa sih penyebab kemacetan di Puncak? Kemacetan di Puncak dipicu oleh setidaknya tiga faktor utama antara lain sebagai berikut.

Pertama, ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi untuk mencapai kawasan ini. Minimnya opsi transportasi umum yang nyaman, terjangkau, dan andal membuat wisatawan lebih memilih menggunakan mobil pribadi, apalagi jika berlibur dalam kelompok.

Kedua, kondisi infrastruktur jalan yang belum mampu menampung lonjakan volume kendaraan, terutama di akhir pekan dan musim liburan.

Jalur yang berkelok-kelok dan sempit juga memperlambat arus lalu lintas, sehingga memperburuk keadaan saat terjadi peningkatan volume kendaraan.

Ketiga, manajemen lalu lintas yang kadang masih tradisional menjadi salah satu faktor penambah kemacetan.

Sistem buka-tutup jalan, meskipun efektif dalam mengatur arah kendaraan, sering kali menciptakan penumpukan kendaraan dari arah yang ditutup.

Solusi Transportasi Umum: Perlu Alternatif yang Inovatif

Mengatasi kemacetan Puncak bukan hanya soal mengatur ulang lalu lintas atau membatasi penggunaan kendaraan pribadi.

Membangun sistem transportasi yang ramah lingkungan dan efisien harus menjadi prioritas pemerintah daerah setempat.

Salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan adalah pembangunan kereta gantung. Kereta gantung, selain ramah lingkungan, juga mampu menjadi daya tarik wisata tersendiri.

Di berbagai negara seperti Swiss dan Austria, kereta gantung telah menjadi solusi transportasi di kawasan pegunungan.

Sistem ini tidak hanya membantu mengurangi jumlah kendaraan di jalan, tetapi juga memberikan pemandangan indah yang dapat dinikmati oleh wisatawan.

Dengan panjang jalur yang dapat disesuaikan, kereta gantung bisa menghubungkan beberapa titik strategis dari Bogor hingga ke Puncak, mengurangi beban jalan raya.

Namun, tentu saja, pembangunan kereta gantung membutuhkan kajian mendalam, termasuk analisis lingkungan dan biaya.

Pemerintah harus memastikan bahwa pembangunan ini tidak merusak lingkungan sekitar, terutama di kawasan yang dilindungi.

Apa Lagi yang Bisa Dilakukan?

Selain memperkenalkan transportasi inovatif seperti kereta gantung, mungkin pemerintah daerah setempat dapat menerapkan berbagai langkah tambahan, antara lain sebagi berikut:

Pertama, peningkatan transportasi umum konvensional. Bus pariwisata dan shuttle khusus yang nyaman, aman, dan terjangkau harus diutamakan.

Bus dengan jadwal teratur yang menghubungkan Jakarta, Bogor dengan Puncak dapat menjadi alternatif bagi wisatawan yang tidak ingin repot dengan kemacetan.

Kedua, pengembangan sistem tiket elektronik dan pembatasan kendaraan. Untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang masuk ke kawasan Puncak, sistem tiket elektronik dapat diterapkan.

Pemerintah bisa membatasi jumlah kendaraan pribadi yang masuk pada hari-hari tertentu dan menggantinya dengan kendaraan umum yang telah disediakan.

Ketiga, pengaturan parkir terpadu. Pemerintah juga perlu membangun lahan parkir terpadu di luar kawasan Puncak.

Wisatawan bisa memarkir kendaraan mereka di Bogor atau Ciawi, kemudian melanjutkan perjalanan dengan shuttle atau transportasi umum lain.

Keempat, pengembangan infrastruktur jalan. Peningkatan kualitas dan pelebaran jalan di beberapa titik penting juga perlu dipertimbangkan.

Meskipun solusi ini bersifat jangka panjang, namun tetap diperlukan untuk memperlancar arus kendaraan menuju Puncak.

Kesimpulan

Sebagai penutup: kemacetan di Puncak memang memerlukan solusi yang komprehensif. Hanya melarang kendaraan pribadi masuk ke kawasan Puncak tanpa menyediakan alternatif transportasi yang layak tidak akan menyelesaikan masalah.

Pengembangan transportasi umum, seperti kereta gantung, dan peningkatan infrastruktur jalan adalah langkah-langkah strategis yang perlu dipertimbangkan.

Yang terpenting, solusi yang diambil harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan wisatawan, masyarakat lokal, dan kelestarian lingkungan.

Jika pemerintah daerah serius dalam menangani kemacetan Puncak, maka tidak hanya kenyamanan wisatawan yang akan meningkat, tetapi juga kesejahteraan masyarakat lokal dan kelestarian alam di sekitar kawasan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun