Kedua, memperkuat kapasitas dan keterampilan. Pendidikan tinggi teologi dapat meningkatkan keterampilan dan kapasitas individu (calon hamba Tuhan), mempersiapkan mereka untuk berkontribusi secara efektif terhadap ekonomi dan masyarakat.
Dengan memberikan pendidikan yang relevan dan keterampilan yang dibutuhkan di dunia pelayanan, institusi pendidikan tinggi teologi membantu mengurangi kemiskinan (Tujuan ke-1) dan meningkatkan kualitas pekerjaan serta pertumbuhan ekonomi yang inklusif (Tujuan ke-8).
Selain itu, pendidikan tinggi teologi juga dapat secara aktif mempromosikan kesetaraan gender dan memberdayakan wanita dan kelompok marginal lainnya (Tujuan ke-5).
Ketiga, promosi keadilan sosial dan kesetaraan. Sekolah tinggi teologi memainkan peran yang penting dalam mempromosikan keadilan sosial dan kesetaraan.
Melalui program-programnya, pendidikan tinggi teologi dapat memperjuangkan hak asasi manusia, mengatasi ketidaksetaraan, dan mendukung inklusi sosial.
Pendidikan tinggi teologi juga berperan dalam mempromosikan kesadaran dan advokasi mengenai isu-isu sosial dan lingkungan yang mendukung Tujuan seperti "Pengurangan Ketidaksetaraan" (Tujuan ke-10) dan "Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat" (Tujuan ke-16).
Keempat, kolaborasi dan kemitraan. Pendidikan tinggi teologi seringkali terlibat dalam kemitraan strategis dengan sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil untuk memajukan SDGs.
Kolaborasi ini sangat memungkinkan pertukaran pengetahuan, sumber daya, dan teknologi yang mempercepat pencapaian tujuan-tujuan global.
Kemitraan ini juga memperluas dampak dari inisiatif pendidikan tinggi teologi di berbagai bidang, termasuk kesehatan, lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan.
Kelima, mendorong kesadaran dan perubahan. Sekolha tinggi teologi juga berfungsi sebagai pusat kesadaran dan perubahan sosial.
Melalui program-program pendidikan, seminar, dan kegiatan penelitian, institusi pendidikan tinggi dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai SDGs dan pentingnya tindakan kolektif untuk mencapainya.