Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Narablog

Senang traveling dan senang menulis topik seputar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pengentasan Kelaparan di Indonesia: Menuju SDGs Tujuan ke-2

6 Agustus 2024   20:41 Diperbarui: 6 Agustus 2024   20:44 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kelaparan | Sumber gambar: pixabay by Jambogyuri

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat manusia di seluruh dunia dewasa ini adalah kelaparan.

Hal ini diperparah dengan peristiwa COVID-19, meskipun sudah selesai, dampaknya masih terasa sekali hingga kini di semua lini, terutama pangan.

Mengatasi masalah ini adalah fokus utama dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-2: Tanpa Kelaparan.

Poin ke-2 ini bertujuan yaitu untuk mengakhiri kelaparan, memastikan ketahanan pangan, dan meningkatkan gizi global pada tahun 2030.

Dalam konteks Indonesia, meskipun telah mengalami kemajuan ekonomi yang cukup signifikan dalam beberapa dekade terakhir, kelaparan dan kekurangan gizi tetap masih menjadi tantangan yang serius.

Adapun pencapaian poin ke-2 ini jelas memerlukan strategi khusus yang disesuaikan dengan konteks lokal (baca: Indonesia).

Artikel ini hendak memberikan gambaran terkini mengenai tantangan kelaparan di Indonesia dan sejumlah strategi khusus yang dapat dilakukan untuk mengentaskan masalah kelaparan tersebut.

Gambaran Tantangan Kelaparan di Indonesia

Meskipun Indonesia tidak termasuk negara yang tidak mengalami krisis pangan selama peristiwa COVID-19 (sebagai informasi, krisis pangan dialami oleh sekitar 258 juta orang di 58 negara saat COVID-19), bukan berarti tidak ada masalah.

Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Tahun 2022, Kebupaten/Kota yang masuk wilayah rentan rawan pangan sebanyak 74 Kabupaten/Kota yang tersebar di wilayah Indonesia timur, wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) dan wilayah kepulauan.

Faktor penyebabnya antara lain: tingginya rasio konsumsi per kapita terhadap ketersediaan, tingginya prevalensi balita stunting, tingginya rumah tangga tanpa air bersih, dan tingginya persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. (Sumber: Laporan Tahunan SDGs, 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun