Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah Minggu sebagai Alternatif Pendidikan Nonformal bagi Anak

26 Juli 2024   12:37 Diperbarui: 26 Juli 2024   23:09 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Anak Sekolah Minggu di GSJA Jembatan Lima Jakarta Pusat | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy

Di dalam dunia ini kita mengenal tiga macam pendidikan yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Berbicara mengenai Sekolah Minggu, berarti kita berbicara mengenai pendidikan agama Kristen (PAK) dalam gereja yaitu pendidikan nonformal.

Kata 'pendidikan' dalam Bahasa Inggris adalah 'education,' berasal dari Bahasa Latin, 'educare,' di mana 'e' adalah keluar dan 'ducare' adalah memimpin. Maka, arti dari education atau pendidikan adalah 'memimpin keluar.'

Tetapi, kalau kita hanya meninggalkannya ('nya' di sini adalah 'arti pendidikan,' bukan orang atau yang lainnya) di sana, maka tidak akan membawa kita ke mana-mana.

Mengapa? Karena kita pasti masih terus bertanya-tanya: 'memimpin siapa ke mana?' ('To lead who out where?').

Bagi Plato (lahir sekitar tahun 427 SM dan meninggal sekitar 347 SM), seorang filsuf dari Yunani kuno, pendidikan selalu berusaha membawa orang-orang yang sederhana supaya keluar dari kegelapan pikiran menuju terang pengetahuan dan kebijaksanaan (hikmat).

Tujuan akhirnya adalah orang-orang yang sederhana ini boleh menjadi Raja-Filsuf (Philosopher King), sehingga mereka nantinya boleh memimpin dunia secara bijakasana. Inilah tujuan pendidikan menurut Plato.

Pendidikan ala Plato adalah pendidikan yang walaupun memiliki nilai yang bagus dan memiliki keagungan tersendiri, tetapi apabila keagungan ini dibandingkan dengan keagungan pendidikan Kristen, maka nilainya berbeda, seperti bumi dan langit.

Ada perbedaan yang besar sekali. Pendidikan Kristen definisinya adalah pendidikan yang memimpin orang-orang keluar dari kegelapan dosa, perbudakan daging, menuju pengetahuan surgawi yang memberikan kehidupan kekal.

Inilah yang dikatakan oleh Yohanes dalam injil Yohanes 17:3: "Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang Engkau utus." Pendidikan Kristen jelas melampaui pengertian pendidikan sekular.

Pendidikan Kristen itu bersifat kekal. Maka, saya hendak menyampaikan dengan tegas di sini bahwa pengertian ini harus dipahami dengan baik dan benar oleh setiap orang Kristen yang mengerjakan pendidikan, terutama sekali pendidikan dalam gereja.

Jika kita memahami hal ini dengan baik, implikasinya sangat besar. Kita tidak lagi mengerjakan pendidikan Kristen dengan tujuan duniawi, melainkan dengan tujuan surgawi.

Singkatnya, pendidikan Kristen adalah usaha orang Kristen untuk membawa anak-anak keluar dari kematian, dari belenggu dosa kepada terang yang ajaib dan kepada kehidupan yang kekal dalam Yesus Kristus.

Sekolah Minggu merupakan sekolah nonformal yang diciptakan oleh Lembaga Gereja, dengan maksud untuk mengajarkan Alkitab kepada anak-anak, sehingga kehidupan kerohanian mereka bertumbuh menjadi dewasa.

Tentunya, tidak hanya belajar soal Alkitab saja, di Sekolah Minggu anak-anak juga belajar mengenai moralitas dan keterampilan seperti keterampilan menggambar dan menyanyi. 

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sekolah Minggu sama pentingnya dengan sekolah formal pada umumnya yang mengajarkan tentang ilmu pengetahuan, keterampilan, dan perilaku.

Pendidikan nonformal yang dilaksanakan pada hari Minggu ini tidaklah memerlukan persyaratan yang berat, seperti sekolah formal.

Siapa pun dapat diterima masuk Sekolah Minggu. Biaya Sekolah Minggu sepenuhnya ditanggung oleh gereja dan lembaga terkait, serta donatur yang mendukung pelayanan ini.

Artinya, Sekolah Minggu diadakan secara gratis. Orangtua tidak perlu mengeluarkan biaya pendidikan dan sarana lainnya, kecuali uang persembahan.

Setiap gereja mempunyai kebijakan sendiri dalam mengelola Sekolah Minggu, tentu saja. Ada gereja yang mengadakan Sekolah Minggu untuk anak-anak usia tertentu.

Namun, ada pula gereja yang mengadakan Sekolah Minggu tanpa batas usia. Artinya, semua anak dan partisipan diundang hadir mengikuti Sekolah Minggu.

Kelas-kelas dikelompokkan berdasarkan usia (balita, pratama, madya, dan remaja). Buku-buku atau modul-modul pelajaran dan guru disiapkan untuk masing-masing kelompok usia.

Setiap kelas biasanya ditangani oleh seorang guru. Namun, ada juga kelas yang ditangani oleh dua atau tiga orang guru, tergantung jumlah dan keadaan murid.

Kenaikan kelas berlaku secara otomatis sesuai usia murid. Tidak ada murid yang tidak naik kelas atau tidak lulus, semua murid pasti lulus dan naik kelas. Inilah keunikan sekolah nonformal bernama Sekolah Minggu.

Semakin lama seorang murid bergabung di Sekolah Minggu, maka diharapkan murid tersebut semakin dewasa dalam iman dan pengetahuan tentang Tuhan (teologi). Kita juga berharap kelak mereka terpanggil untuk melayani Sekolah Minggu.

Kenyataannya, sebagian besar guru-guru Sekolah Minggu adalah mantan murid Sekolah Minggu atau anggota jemaat yang terpanggil melayani di gereja lokal.

Contohnya saya, sebelumnya saya adalah seorang murid Sekolah Minggu, di kemudian hari saya terpanggil untuk melayani Sekolah Minggu.

Para guru Sekolah Minggu ini adalah pelayan-pelayan yang memberi dirinya melayani Sekolah Minggu dengan penuh komitmen. Mereka tidak pernah mengeluh atau meminta imbalan dari gereja lokal tempat mereka melayani.

Bahkan, mereka sering berkorban dengan mengeluarkan uang pribadi untuk biaya transportasi; sering kali mengeluarkan uang pribadi untuk membeli alat peraga; sering kali memberi hadiah ulang tahun, hadiah natal, dan hadiah-hadiah lainnya dari uang pribadi mereka dengan sukacita.

Mereka pula yang sering mengunjungi rumah-rumah murid, baik sekadar bercerita atau mendoakan yang sedang sakit.

Mengapa mereka begitu rela melakukan pelayanan ini? Jawabannya: karena mereka sadar bahwa pelayanan ini adalah milik Allah dan bersifat kekal. Mereka sedang berinvestasi bagi pekerjaan kerajaan surga.

Sekalipun Sekolah Minggu merupakan pendidikan nonformal, ia memiliki peran penting dalam membina kerohanian anak dan mengasah keterampilan anak, sehingga pendidikan jenis ini patut dipertimbangkan oleh para orangtua Kristen.

Referensi:

Ferry Yang, Pendidikan Kristen (Surabaya: Momentum, 2018 cetakan pertama), 3-5.

Sutanto Leo, Kiat Sukses Mengelola dan Mengajar Sekolah Minggu (Yogyakarta: ANDI, 2008 cetakan pertama), 2-3.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun