Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Narablog

Senang traveling dan senang menulis topik seputar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Urgensi Dukungan Pemerintah terhadap Pendidikan Nonformal

10 Juli 2024   14:11 Diperbarui: 10 Juli 2024   14:18 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Anak belajar di Bimbel | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Ani Mulyani

Kita menyadari, sumber daya manusia (SDM) kita hari ini masih rendah di bawah rata-rata negara tetangga di Asia Tenggara. Rendahnya SDM, tentu tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah.

Rendahnya SDM tersebut, tentu disebabkan oleh banyak faktor, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga.

Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah konkret perlu dilakukan oleh pemerintah, yaitu memastikan semua anak mendapat akses pendidikan yang berkualitas, termasuk di daerah terpencil, program-program pengentasan kemiskinan perlu ditingkatkan, dan lain sebagainya.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kualitas SDM Indonesia dapat meningkat, sehinga lebih siap bersaing di kancah global.

Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah peningkatan kualitas SDM bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat.

Tulisan ini mencoba mengetegahkan pendidikan nonformal sebagai sebuah alternatif efektif untuk meningkatkan kualitas SDM, tanpa mengesampingkan peran pendidikan formal.

Pendidikan Nonformal, Alternatif untuk Meningkatkan Kualitas SDM

Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu pendidikan formal, informal, dan formal. Ketiganya diatur dalam UU Sisdiknas Tahun 2003. Perbedaan ketiganya cukup banyak dalam UU Sisdiknas 2003.

Meski memiliki pengertian yang berbeda, ketiga jalur pendidikan ini, sebenarnya saling melengkapi dan memiliki tujuan yang sama, yaitu membentuk peradaban bangsa yang bermartabat.

Pendidikan nonformal sendiri diadakan di luar pendidikan formal atau sekolah. Aktivitas pendidikan nonformal dapat berupa kelas keaksaraan, kursus, pelatihan, kelompok bermain (KB), aktivitas budaya seperti musik, tarian atau drama.

Termasuk pendidikan kesetaraan yang meliputi Paket A, Paket B, dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Karena pendidikan nonformal diadakan di luar pendidikan nonformal, ia bersifat fleksibel. Pasalnya, lembaga pendidikan nonformal dapat mendesain dan menerapkan metode dan kurikulumnya sendiri, atau tidak terikat dengan aturan atau ketentuan sebagaimana lembaga pendidikan formal.

Di lembaga pendidikan formal, terkadang siswa belum bisa menemukan satu bidang yang dia sukai. Atau, bisa jadi siswa memiliki ketertarikan pada bidang pelajaran tertentu atau ekstrakurikuler di sekolahnya, hanya saja pengajarannya belum maksimal.

Di sinilah, pendidikan nonformal menjadi semacam suplemen bagi para siswa yang terdaftar pada pendidikan formal. Dengan mengikuti kursus, misalnya, kebutuhan anak untuk pengembangan diri yang diinginkannya bakal terakomodasi.

Pendidikan nonformal yang ranah pengajarannya lebih spesifik membuat siswa dapat menemukan tempat sesuai dengan ketertarikannya. Pendidikan nonformal menjadi sebuah tempat yang cocok untuk mengembangkan bakat siswa sejak dini.

Selain itu, siswa yang terlanjur putus sekolah bisa tetap mendapatkan pendidikan melalui sistem pendidikan nonformal sebagai bekal masa depannya. Siswa yang putus sekolah bisa mengejar Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), maupun Paket C (setara SMA).

Pendidikan Nonformal Perlu Mendapat Perhatian Pemerintah

Dilihat dari berbagai aspek, pendidikan nonformal memiliki sejumlah keunggulan seperti waktunya yang lebih fleksibel, bahan ajar yang bisa dikembangkan sesuai kebutuhan siswa, peserta tidak dibatasi usia, dan heterogen.

Perannya dalam mendukung program wajib belajar 12 tahun sangat terasa. Karena itu, pemerintah perlu menaruh perhatian serius pada pendidikan nonformal.

Sayangnya, kesenjangan antara pendidikan formal dan nonformal kian terlihat jelas terutama dari sisi anggaran.

Hal ini pernah disampaikan Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, menurutnya anggaran pendidikan nonformal tertinggal jauh dari pendidikan formal yang memang teralokasikan dengan baik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sebagai perbandingan saja, anggaran untuk pendidikan formal pada tahun 2023 mencapai Rp 612 triliun. Sedangkan, anggaran untuk pendidikan nonformal kurang dari Rp 10 miliar di setiap daerah. (Sumber: VALIDNEWS.id). Ironis, bukan?

Selain itu, pendidikan nonformal belum mendapat kepastian hukum yang jelas. Misalnya, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Disebutkan di situ, guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Jika dilihat di situ, jelas bahwa yang diakui sebagai guru adalah guru PAUD di jenjang formal, sementara guru PAUD jenjang nonformal sebutannya masih pendidik. Untuk kepala sekolah disebut kepala satuan. (Sumber: MOJOK.co).

Oleh karena tidak diakui statusnya sebagai guru, otomatis mereka tidak mendapat hak-hak Istimewa seorang guru seperti mendaftar Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Pasalnya, usai PPG, guru akan mendapatkan sertifikat pendidik yang bisa digunakan untuk sertifikasi dan setiap tiga bulan sertifikasi ini bakal cair ke rekening guru lebih dari 4,5 juta.

Memang, pada tahun 2022 sempat dibuatkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Sayangnya, pada tahun 2023, RUU tersebut belum masuk dalam daftar Program Legislasi Naisonal (Prolegnas) Prioriras karena banyak menuai pro dan kontra di kalangan guru yang berstatus PNS. Sampai tahun 2024 ini, RUU tersebut belum terdengar lagi kelanjutannya.

Sebagai kesimpulan: Pendidikan nonformal perlu mendapat perhatian serius baik dari sisi anggaran maupun payung hukum, sebab kenyataannya pendidikan nonformal berperan penting dalam mendukung pendidikan nonformal atau wajib belajar 12 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun