Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Narablog

Senang traveling dan senang menulis topik seputar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Optimistis Realisasikan Program MBG untuk Indonesia Emas 2045

8 Juli 2024   22:19 Diperbarui: 8 Juli 2024   22:53 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: simulasi makan siang gratis di SMPN 1 Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, Aceh (5/3/2024) | Sumber: republika.co.id

Kita tahu, program makan siang dan susu gratis menjadi program andalan pasangan calon Presiden 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, saat kampanye lalu.

Disebut, program ini diperkirakan membutuhkan dana Rp 460 triliun per tahun, dengan asumsi harga satu porsi makanan Rp 15 ribu. Program tersebut menyasar hampir 83 juta anak sekolah.

Dengan memberikan makan siang dan susu gratis, Prabowo-Gibran berharap dapat mengatasi masalah stunting, dan ujung-unjungnya bakal meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Belakangan (setelah mereka terpilih), program tersebut diganti namanya menjadi makan bergizi gratis (MBG). Perubahan nama dilakukan supaya waktu makannya jadi lebih fleksibel.

Pasalnya, sampai saat ini, belum ada informasi yang jelas soal kementerian atau lembaga mana yang bakal bertugas melaksanakan program makan bergizi gratis Prabowo-Gibran.

Meski memiliki cita-cita mulia, program MBK Presiden terpilih Prabowo-Gibran menuai polemik dari berbagai kalangan. Berbagai polemik itu diuraikan berikut ini.

Kekhawatiran tentang Program MBG

Pertama, polemik dari sisi anggaran. Diketahui, pemerintah Indonesia telah sepakat menyiapkan anggaran Rp 71 triliun untuk program MBG di rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Meski dana Rp 71 triliun untuk tahun pertama relatif kecil dibandin estimasi Rp 460 triliun pada saat kampanye, angka ini tetap menuai sorotan dari para pakar ekonom.

Program ini dikhawatirkan bakal membebani negara, seandainya pada tahun 2025 penerimaan tidak sesuai harapan.

Ketika ini terjadi, pemerintah terpaksa memotong dana belanja sejumlah kementerian dan lembaga atau program-program lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun