Hasilnya, produktivitas masyarakatnya meningkat, sehingga ujung-ujungnya terlepas dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Memang, ada tantangan atau kekhawatiran dalam penerapan program MBG - mengingat anggaran yang dialokasikan sangatlah besar.
Untuk memitigasi tantangan atau kekhawatiran tersebut, maka pemerintah Prabowo-Gibran perlu menyusun berbagai strategi untuk merealisasikan program MBG.
Misalnya, membangun sistem produksi pangan lokal di daerah-daerah yang menjadi sasaran program MBG, dan yang terpenting anggaran MBG bisa dicairkan langsung ke rekening orangtua anak.
Jadi, dananya tidak diberikan ke sekolah (dalam hal ini pengusaha kantin), meskipun kantin bisa menyediakan makanan dengan gizi seimbang kepada anak-anak.
Jika dananya diberikan ke sekolah, hal ini bisa membuka celah bagi penyimpangan dana. Lagipula, yang tahu selera anak kan orangtuanya.
Bayangkan ya, jika setiap anak mendapat Rp 21 ribu (atau lebih), orangtuanya bisa memasak beragam menu lho - bukan hanya dimakan oleh si anak, tapi juga orangtuanya.
Sekolah hanya bertugas memberikan menu apa yang mesti dipersiapkan orangtua pada hari itu, selanjutnya orangtua yang akan mengelola menu tersebut sesuai selera anaknya.
Jika simulasi seperti ini dilakukan, saya kira tidak akan terbuka cela untuk penyimpangan anggaran MBG; pemerintah tidak perlu memangkas program-program lainnya.
Sebagai kesimpulan: untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 melalui program MBG, tentu saja diperlukan kerjasama yang baik dari banyak pihak, mulai dari pemerintah, petani, peternak, sekolah, hingga orangtua.
Mari kita dukung sepenuhnya program MBG ini demi Indonesia yang lebih baik lagi di tahun 2045.
