Padahal, kementerian dan lembaga mempunyai tugas penting dalam mendorong pertumbuhan negara. Sayang kan, jika kementerian dan lembaga harus dikorbankan demi program MBG.
Karena itu, ekonom senior INDEF, Tauhid Ahmad, mengatakan ada sejumlah risiko yang membayangi hadirnya program MBG di 2025. (Sumber: BBC.com).
Kedua, polemik dari sisi sasaran. Ada yang menilai bahwa program MBG untuk mencegah stunting sebagaimana yang digaungkan Prabowo-Gibran pada masa kampanye kurang tepat.
Mestinya, kalau tujuannya ingin menurunkan stunting, maka target penerimanya bukan anak sekolah, melainkan balita di bawah dua tahun dan ibu muda atau yang akan melahirkan.
Sebagai informasi saja, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengungkapkan, terdapat 36,10 persen atau 5.839.101 balita mengalami masalah gizi berdasarkan hasil pengukuran serentak intervensi stunting per 1 Juli 2024. (Sumber: LIPUTAN6.com).
Artinya, program MBG harusnya tetap menyasar balita dan ibu hamil, tidak hanya anak-anak usia sekolah, karena kenyataannya masalah gizi masih banyak dialami balita terutama di bawah dua tahun.
Kekhawatiran-kekhawatiran tersebut di atas perlu menjadi perhatian pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang, supaya program mulia ini terimplementasi dengan baik.
Optimistis Realisasikan Program MBG
Indonesia menuju usia emasnya pada tahun 2045. Program MBG Prabowo-Gibran bisa menjadi salah satu pendongkrak pertumbuhan ekonomi menuju Indonesia Emas 2045.
Menurut Sri Mulyani, untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 6-8 persen.
Target tersebut dapat diwujudkan dengan memprioritaskan investasi pada SDM guna memacu produktivitas masyarakat usia muda.
Perbaikan SDM melalui program MBG sudah dipraktikkan oleh negara-negara lain seperti Korea Selatan dan Taiwan.