Prediksi Jakarta bakal tenggelam dalam beberapa puluh tahun ke depan nampaknya bukanlah sebuah dongeng belaka.
Pagi ini, setelah mengantar istri mengajar Bimbel di kawasan PIK I, saya menyambangi tanggul pantai Muara Baru di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.
Perjalanan menuju lokasi, diwarnai genangan air yang keluar deras dari selokan got. Menurut informasi dari warga sekitar, air yang keluar dari selokan got berasal dari laut yang sedang pasang.
Saya tiba di lokasi sekitar pukul 11.00 WIB dan memarkir sepeda motor dekat tanggul. Tidak banyak aktivitas warga pagi jelang siang ini.
Tampak beberapa anak kecil sedang bermain layangan dan beberapa warga berjalan kaki menyusuri jalan sempit di sisi darat tanggul.
Saya masih berdiri di samping sepeda motor - mencoba mengamati dengan seksama sekitar tanggul. Sebagai informasi saja, tanggul pantai Muara Baru ini, berdiri di atas lahan PT Pelindo (Persero).
Dikutip dari laman TEMPO.com, panjang tanggul Muara Baru mencapai sekitar 3.492 meter. Tanggul ini membentang dari Jalan Kakap di Muara Baru hingga Jalan Ikan yang berada di Luar Batang.
Di sebelah kanan, terbentang lahan kosong yang luas dengan beberapa genangan air di sekitarnya. Ada tanah lapang kecil di tengah-tengahnya yang digunakan anak-anak untuk bermain layangan dan bola.
Sementara itu, di sebelah kiri, terbentang lahan kosong dengan timbunan tanah dan batu bekas pabrik. Beberapa ekor kambing sedang mencari rumput untuk dimakan.
Saya berjalan mendekati tanggul beton dan berusaha naik ke atasnya. Karena tanggul ini cukup tinggi, yaitu sekitar dua meter, maka saya harus menggunakan alat bantu.
Beruntung, ada sepotong kayu yang disandarkan dan tali yang diikat pada didinding tanggul, sehingga memudahkan saya naik ke atas tanggul.
Dalam sekecap mata, saya sudah berada di atas tanggul. Maklum, saat masih di kampung halaman dulu, saya suka manjat pohon jadi sudah terbiasa. He-he.
Sesaat saya berdiri memandangi lautan lepas dengan deburan ombak di sisi-sisi tanggul. Tampak kapal-kapal barang berkuran sedang dan besar sedang berlabuh. Indah sekali di sini.
Di sisi laut tanggul, berdiri sebuah masjid kecil. Bangunannya tampuk rusak berat, tembok-temboknya penuh coretan.
Di bagian bawah tumbuh lumut, sehingga temboknya tampak berwarna hitam. Atap masjid sudah hilang dicuri orang, demikian info yang saya peroleh dari Ibu Lia, warga RT.15/RW.17.
Masjid bernama Wal Adhuna itu tampak dikelilingi air laut sebatas pinggang orang dewasa - kebetulan airnya sedang pasang - beragam sampah plastik tersangkut di sisi-sisi masjid.
Menurut keterangan Ibu Lia, dulunya masjid tersebut berdiri kokoh. Di sekitaran masjid berdiri juga rumah-rumah warga. Jadi, dulu masjidnya ramai dikunjungi warga untuk beribadah.
Kini, ia menjadi saksi bisu bagaimana wilayah Jakarta bagian Utara perlahan-lahan mulai tenggelam, akibat naiknya volume air laut dan turunnya permukaan tanah.
Setelah menengok masjid, saya kembali turun dari tanggul ke daratan. Kemudian, saya menaiki motor menyusuri jalan sempit di sisi darat tanggul.
Saya hampir tidak percaya dengan apa yang saya lihat, ada banyak lubang besar di sisi tanggul. Kondisi inilah yang menyebabkan masuknya air laut ke wilayah daratan, ketika sedang pasang.
Apabila kondisi ini dibiarkan dan tidak ada penanganan dari Pemerinta Daerah (Pemda), maka lama-kelamaan, lubang-lubang itu semakin besar dan tanggul akan ambruk.
Apabila tanggul yang saat ini menjadi benteng pertahanan bagi warga pesisir Muara Baru ambruk, maka rumah-rumah dan PT di sekitar Muara Baru bakal tenggelam.
Setelah menyusuri jalan sempit di sisi darat tanggul, saya mampir di sebuah warung kecil untuk membeli cemilan, maklum dari rumah saya belum sempat sarapan pagi.
Saya banyak menggali informasi dari Ibu Lia, pemilik warung, terkait kondisi masjid dan tanggul pantai. Dia mengakui bahwa keberadaan tanggul sudah cukup membuatnya tenang, ketimbang tidak ada tanggul sama sekali.
Hari semakin siang, saya melihat jam di handphone - sudah pukul 12.00. Tidak terasa sudah satu jam saya menghabiskan waktu di sini. Saya pun pamit pulang kepada Ibu Lia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H